Perang Teknologi Berimbas Buruk pada Mahasiswa China di Belanda

Kamis, 05 September 2024 - 17:15 WIB
loading...
Perang Teknologi Berimbas...
Perang teknologi telah berimbas buruk pada mahasiswa China di Belanda. Foto/Science Guide
A A A
AMSTERDAM - Media pemerintah China dan sejumlah komentator nasionalis telah memperingatkan bahwa Belanda berisiko kehilangan bakat terbaiknya di industri semikonduktor jika terus melakukan pemeriksaan keamanan nasional yang ketat terhadap mahasiswa China.

Hal ini menyusul komentar dari Robert-Jan Smits, Presiden Universitas Teknologi Eindhoven, yang mengungkapkan bahwa Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Belanda telah menyuarakan kekhawatiran tentang tingginya jumlah mahasiswa China di universitasnya.

Mengutip dari The Hong Kong Post, Kamis (5/9/2024), Smits menyebutkan bahwa beberapa pembatasan sudah diberlakukan karena universitas sangat berhati-hati dalam memberikan akses kepada mahasiswa terhadap teknologi sensitif.

Universitas Eindhoven terletak hanya delapan kilometer dari kantor pusat global ASML, pemasok peralatan pembuatan chip canggih terkemuka di dunia.



Lebih dari seperempat mahasiswa di Universitas Eindhoven adalah mahasiswa internasional. Pada bulan Mei, ASML mengumumkan investasi sebesar 80 juta euro untuk memperdalam kolaborasinya dengan universitas tersebut.

Selain itu, universitas itu telah menguraikan rencana menginvestasikan lebih dari 100 juta euro untuk membangun ruang bersih, lingkungan bebas debu yang penting untuk penelitian pembuatan chip, dan untuk mendanai program mahasiswa PhD-nya selama 10 tahun ke depan.


Perang Teknologi


Terjebak dalam perang teknologi AS-China, Belanda menghadapi situasi sulit. Pada tahun 2019, AS mendesak pemerintah Belanda untuk menghentikan ekspor peralatan litografi ultraviolet ekstrem (EUV) ke China karena paten penting untuk sistem EUV.

Tanpa litografi EUV, pembuat chip China hanya dapat memproduksi chip 7 nanometer, tidak seperti perusahaan Taiwan dan Korea yang memproduksi chip 2-3 nm.

Beijing ingin mahasiswa China di luar negeri, termasuk yang berada di Belanda, untuk mempelajari teknologi chip Barat dan membawanya kembali ke China.

Seorang kolumnis yang berbasis di Henan mencatat bahwa teknologi EUV ASML sangat dibutuhkan oleh China, dan AS menekan Belanda untuk memblokirnya.

Kolumnis itu menyoroti bahwa Belanda telah membatasi penerimaan dan kursus mahasiswa China, menjadikan mereka korban yang tidak disengaja dari perang teknologi AS-China.

Dia mengeklaim AS mengganggu kerja sama global dalam bidang pendidikan dan penyaluran bakat dengan kedok keamanan nasional.



Yang Rong, kolumnis di Guancha.cn, berpendapat bahwa AS menekan sektor semikonduktor China dengan melibatkan universitas yang didukung ASML dalam perang chip AS-China.

Dia menambahkan bahwa penyaringan mahasiswa China di Belanda mencerminkan interogasi dan pemulangan mahasiswa China yang "tidak beralasan" di AS.

Dia menyoroti bahwa meski AS mengeluarkan lebih banyak visa pelajar untuk mahasiswa China pada tahun 2023, hanya 290.000 mahasiswa China yang belajar di AS tahun lalu, turun 20 persen dari 370.000 di tahun 2019.

Dia mengeklaim AS terlibat dalam tindakan "selektif, diskriminatif, dan bermotif politik" terhadap mahasiswa China, yang didorong oleh mentalitas Perang Dingin baru.

Awal tahun ini, Duta Besar China Xie Feng melaporkan bahwa puluhan warga negara China dengan visa yang sah ditolak masuk ke AS.

Selain itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin menyatakan bahwa sedikitnya delapan mahasiswa China dideportasi secara tidak adil oleh otoritas imigrasi AS di Bandara Internasional Dulles.

Pada April 2023, Delta, situs berita independen dari Universitas Teknologi Delft, melaporkan bahwa sekitar 2.000 kandidat PhD China di Belanda menerima beasiswa dari Dewan Beasiswa China (CSC).

Para mahasiswa tersebut harus melaporkan kemajuan studi mereka ke Kedutaan Besar China di Belanda setiap semester. Saat itu, badan intelijen Belanda, AIVD, mencatat bahwa universitas-universitas Belanda merupakan target yang menarik bagi mata-mata asing, terutama dari China.

Visa bagi Mahasiswa China


Menurut Global Times, sebuah publikasi yang dikelola Partai Komunis China (CCP), terdapat 5.610 mahasiswa China di Belanda pada 2023. Di antara mereka, 1.441 mahasiswa mempelajari teknik, 1.422 ekonomi, 800 bahasa dan budaya, dan 600 ilmu alam.

Pada Juni tahun sebelumnya, pemerintah Belanda mengumumkan rencana menyusun undang-undang guna membatasi penerimaan mahasiswa China ke program teknologi yang sensitif, termasuk pertahanan dan semikonduktor.

Jika diberlakukan, peraturan itu akan berlaku bagi mahasiswa doktoral China dan mereka yang berasal dari luar Uni Eropa.

Rancangan undang-undang tersebut terhenti di Parlemen. Menteri Pendidikan Belanda Eppo Bruins menyatakan bahwa pemerintah akan mengambil "pendekatan yang cermat" untuk menghindari dampak terhadap mahasiswa China yang berbakat.

Seorang profesor di Universitas Eindhoven mengatakan kepada Bloomberg bahwa perekrutan mahasiswa China menjadi lebih sulit, dengan banyak yang berjuang untuk mendapatkan magang satu tahun karena perusahaan chip Belanda semakin enggan mempekerjakan mereka.

Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg, Smits dari Universitas Eindhoven mengungkapkan bahwa dubes AS untuk Belanda menyarankan agar berhati-hati dengan mahasiswa China. Meski demikian, AS terus mengeluarkan berbagai visa bagi mahasiswa China untuk universitas-universitas Amerika.

Pada tahun 2019, FBI dilaporkan mendesak setidaknya 10 universitas AS untuk memantau mahasiswa dan akademisi China secara ketat.

FBI juga merekomendasikan peningkatan pengawasan terhadap peneliti China dan menghindari pendanaan proyek dari perusahaan teknologi China seperti Huawei. Akibatnya, lebih banyak universitas AS telah membatasi akses mahasiswa China ke teknologi sensitif.

Wakil Menteri Luar Negeri Kurt Campbell menyoroti kekurangan mahasiswa AS di bidang STEM selama pidatonya di Council on Foreign Relations bulan lalu. Dia menyarankan untuk merekrut lebih banyak mahasiswa internasional dari India untuk disiplin ilmu ini daripada China.

Campbell mengusulkan bahwa meski AS harus menyambut mahasiswa China, mereka harus fokus pada humaniora dan ilmu sosial ketimbang fisika partikel.

Menurut Statista.com, 23,2 persen dari 290.000 mahasiswa China di AS selama 2022-2023 mempelajari matematika dan ilmu komputer, dengan yang lain di bidang teknik (16,8 persen), bisnis/manajemen (13,4 persen), ilmu sosial (11,2 persen), dan fisika/ilmu hayati (9,8 persen).
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1324 seconds (0.1#10.140)