Prancis Bebaskan Miliarder Bos Telegram Pavel Durov dengan Jaminan Rp85,8 Miliar
loading...
A
A
A
Penyelidikan terhadap Durov dimulai pada bulan Februari, menurut pernyataan pengadilan. Rincian itu bertentangan dengan pernyataan yang dirilis oleh jaksa pada hari Senin, yang menggambarkan penyelidikan tersebut dimulai bulan lalu.
Penyelidikan tersebut dipimpin oleh OFMIN, sebuah badan Prancis yang bertugas menyelidiki kejahatan terhadap anak di bawah umur.
Telegram, yang memiliki hampir satu miliar pengguna bulanan, pada umumnya menolak untuk menyerahkan data pengguna atau rekaman obrolan kepada penegak hukum.
Namun, perusahaan tersebut mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka mematuhi hukum setempat, dan menyebutnya "tidak masuk akal untuk mengeklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut."
Aktivis antisensor menggambarkan penangkapan Durov sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap kebebasan berbicara yang dilancarkan oleh pemerintah Barat, dengan whistleblower NSA Edward Snowden menuduh Prancis menyandera Durov untuk mengakses komunikasi pribadi di Telegram.
Dalam sebuah posting media sosial pada hari Senin, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa penangkapan Durov sama sekali bukan keputusan politik.
Tidak jelas apakah Durov telah didesak untuk menyerahkan data pengguna sejak penangkapannya pada hari Sabtu.
Sergey Naryshkin, kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), mengatakan pada hari Selasa bahwa miliarder tersebut kemungkinan akan dipaksa untuk menyerahkan data tersebut.
"Saya sangat berharap dia tidak akan mengizinkan ini," kata Naryshkin kepada kantor berita TASS.
Penyelidikan tersebut dipimpin oleh OFMIN, sebuah badan Prancis yang bertugas menyelidiki kejahatan terhadap anak di bawah umur.
Telegram, yang memiliki hampir satu miliar pengguna bulanan, pada umumnya menolak untuk menyerahkan data pengguna atau rekaman obrolan kepada penegak hukum.
Namun, perusahaan tersebut mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka mematuhi hukum setempat, dan menyebutnya "tidak masuk akal untuk mengeklaim bahwa sebuah platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform tersebut."
Aktivis antisensor menggambarkan penangkapan Durov sebagai bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap kebebasan berbicara yang dilancarkan oleh pemerintah Barat, dengan whistleblower NSA Edward Snowden menuduh Prancis menyandera Durov untuk mengakses komunikasi pribadi di Telegram.
Dalam sebuah posting media sosial pada hari Senin, Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa penangkapan Durov sama sekali bukan keputusan politik.
Tidak jelas apakah Durov telah didesak untuk menyerahkan data pengguna sejak penangkapannya pada hari Sabtu.
Sergey Naryshkin, kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), mengatakan pada hari Selasa bahwa miliarder tersebut kemungkinan akan dipaksa untuk menyerahkan data tersebut.
"Saya sangat berharap dia tidak akan mengizinkan ini," kata Naryshkin kepada kantor berita TASS.