Pembantaian Haditha, Kejahatan Perang Besar AS di Irak yang Tak Ingin Dilihat Dunia

Rabu, 28 Agustus 2024 - 18:01 WIB
loading...
Pembantaian Haditha,...
Pembantaian Haditha menjadi kejahatan perang besar AS di Irak yang tak ingin dilihat dunia. Foto/via New Yorker
A A A
WASHINGTON - Pada pagi hari tanggal 19 November 2005, satu regu Korps Marinir Amerika Serikat (AS) sedang melakukan perjalanan dengan empat Humvee menyusuri jalan di kota Haditha, Irak, ketika konvoi mereka menabrak sebuah IED (alat peledak improvisasi).

Ledakan itu menewaskan seorang anggota Korps Marinir, Kopral Dua Miguel Terrazas, dan melukai dua lainnya. Apa yang terjadi selanjutnya akan memicu salah satu investigasi kejahatan perang terbesar dalam sejarah Amerika Serikat.

Selama beberapa jam berikutnya, Korps Marinir membantai 24 pria, wanita, dan anak-anak Irak.

Di dekat lokasi ledakan, mereka menembak lima pria yang sedang berkendara ke sebuah perguruan tinggi di Baghdad.

Mereka memasuki tiga rumah di dekatnya dan membunuh hampir semua orang di dalamnya. Korban termuda adalah seorang gadis berusia tiga tahun. Yang tertua adalah seorang pria berusia 76 tahun. Para anggota Korps Marinir kemudian mengeklaim bahwa mereka sedang memerangi pemberontak hari itu, tetapi yang tewas semuanya adalah warga sipil.

Setelah pembantaian selesai, dua anggota Korps Marinir lainnya berangkat untuk mendokumentasikan akibatnya. Kopral Dua Ryan Briones membawa kamera digital Olympus-nya. Kopral Dua Andrew Wright membawa spidol Sharpie merah.

Briones dan Wright pergi dari satu tempat ke tempat lain, menandai mayat-mayat dengan nomor dan kemudian memotretnya. Anggota Korps Marinir lainnya, termasuk seorang yang bekerja di intelijen, juga memotret tempat kejadian.

Pada saat mereka selesai, mereka telah membuat koleksi foto yang akan menjadi bukti paling kuat terhadap sesama anggota Korps Marinir mereka.

Pembunuhan massal itu kemudian dikenal sebagai pembantaian Haditha. Empat anggota Korps Marinir didakwa dengan pembunuhan, tetapi dakwaan tersebut kemudian dibatalkan.

Jenderal James Mattis, yang kemudian menjadi Menteri Pertahanan AS di era Presiden Donald Trump, menulis surat yang memuji salah satu anggota Korps Marinir, menolak tuduhan terhadapnya dan menyatakannya tidak bersalah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1140 seconds (0.1#10.140)