Panglima IRGC: Setiap Negara yang Serang Iran Akan Jadi Medan Perang

Minggu, 22 September 2019 - 00:27 WIB
Panglima IRGC: Setiap Negara yang Serang Iran Akan Jadi Medan Perang
Panglima IRGC: Setiap Negara yang Serang Iran Akan Jadi Medan Perang
A A A
TEHERAN - Panglima Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Jenderal Hossein Salami, mengeluarkan peringatan keras kepada negara-negara musuh Teheran untuk tidak menyerang Iran. Dia mengatakan setiap negara yang menyerang Iran akan menjadi medan perang utama.

Peringatan Jenderal Salami disampaikan hari Sabtu (22/9/2019) setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan akan mengirim lebih banyak pasukan dan sistem pertahanan rudal ke Teluk.

Keputusan Washington itu sebagai respons atas serangan terhadap dua kilang minyak Arab Saudi pekan lalu, di mana Amerika Serikat menuduh Teheran sebagai pelakunya.

Serangan terhadap kilang minyak Saudi Aramco di Abqaiq dan Khurais telah meningkatkan ketegangan meningkat antara Washington dan Teheran. Iran membantah terlibat, sedangkan kelompok pemberontak Houthi Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan besar-besaran itu.

AS tak percaya dengan klaim Houthi Yaman. Washington menyimpulkan serangan itu melibatkan rudal jelajah dari Iran dan dianggap sebagai "tindakan perang".

Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengatakan Washington menyetujui pengerahan lebih banyak pasukan dan sistem pertahanan rudal ke Arab Saudi atas permintaan kerajaan. Menurut Esper, pasukan AS yang dikerahkan bersifat defensif dan fokus pada pertahanan udara dan rudal.

Tetapi Jenderal Salami mengatakan Iran siap untuk semua jenis skenario. "Siapa pun yang ingin tanah mereka menjadi medan perang utama, silakan," katanya dalam konferensi pers di Teheran, seperti dikutip dari AFP, Minggu (22/9/2019).

"Kami tidak akan pernah membiarkan perang merambah wilayah Iran," ujarnya. "Kami berharap bahwa mereka tidak membuat kesalahan strategis."

Komentar Salami disampaikan dalam pidato di Museum Revolusi Islam dan Pertahanan Suci Teheran selama pembukaan pameran drone AS yang ditangkap Iran di wilayahnya.

Pameran itu menampilkan pesawat tak berawak yang rusak parah dengan tanda militer AS yang diklaim sebagai RQ-4 Global Hawk yang dijatuhkan Iran pada Juni lalu. Selain itu juga dipamerkan RQ-170 Sentinel yang ditangkap Iran pada 2011 dan masih utuh.

IRGC juga memperlihatkan baterai sistem pertahanan udara Khordad 3 yang diproduksi di dalam negeri yang mereka klaim digunakan untuk menembak jatuh pesawat nirawak RQ-4 Global Hawk.

"Apa yang dilakukan pesawat tanpa awak di wilayah udara kami? Kami akan menembak jatuh, menembak apa pun yang melanggar batas wilayah udara kami," kata Salami. Menurutnya, Iran telah mengalahkan dominasi teknologi Amerika dalam pertahanan udara dan pembuatan pesawat nirawak.

"Kadang-kadang mereka berbicara tentang opsi militer," kata Salami, merujuk pada para pejabat Amerika. Namun dia memperingatkan bahwa agresi terbatas tidak akan tetap terbatas, karena Iran bertekad untuk merespons dan tidak akan beristirahat sampai agresor runtuh.

Komandan Dirgantara IRGC Brigadir Jenderal Amirali Hajizadeh, mengatakan AS harus belajar dari kegagalan masa lalunya dan meninggalkan retorikanya yang bermusuhan.

"Kami telah berdiri tegak selama 40 tahun terakhir dan jika musuh membuat kesalahan, itu pasti akan menerima respons yang menghancurkan," katanya.

Sebelumnya, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi baru terhadap bank sentral Iran. Presiden Donald Trump menyebut langkah-langkah Amerika ini merupakan yang paling keras yang pernah diberlakukan terhadap sebuah negara.

Washington telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Teheran sejak secara sepihak menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 pada Mei tahun lalu.

Departemen Keuangan AS mengatakan penjatuhan sanksi terhadap bank sentral Iran atas alasan untuk memotong aliran "pendanaan terorisme".

"Aksi tersebut menargetkan mekanisme pendanaan penting yang digunakan rezim Iran untuk mendukung jaringan terorisnya, termasuk Pasukan Quds, Hizbullah dan gerilyawan lain yang menyebarkan teror dan menggoyahkan kawasan itu," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.

Pasukan Quds adalah pasukan operasi asing IRGC, sedangkan Hizbullah adalah kelompok militan Lebanon yang bersekutu erat dengan Iran.

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan sanksi baru itu berarti Amerika Serikat berusaha menghalangi akses rakyat Iran terhadap makanan dan obat-obatan.

"Ini menunjukkan bahwa AS berada dalam keputusasaan dan kebijakan tekanan maksimum telah mencapai akhirnya," katanya dikutip ISNA.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3411 seconds (0.1#10.140)