PM Ardern Perketat Lagi UU Senjata usai Teroris Bantai 51 Jamaah Muslim

Jum'at, 13 September 2019 - 15:18 WIB
PM Ardern Perketat Lagi UU Senjata usai Teroris Bantai 51 Jamaah Muslim
PM Ardern Perketat Lagi UU Senjata usai Teroris Bantai 51 Jamaah Muslim
A A A
WELLINGTON - Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern kembali membuat gebrakan enam bulan setelah seorang teroris membantai 51 jamaah Muslim di dua masjid di Christchurch. Ardern memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) baru ke parlemen pada hari Jumat (13/9/2019) untuk memperketat undang-undang senjata.

Gebrakan Aderan ini adalah reformasi kedua terhadap undang-undang senjata di negara tersebut. UU kepemilikan senjata api yang selama ini lemah diidentifikasi sebagai alasan utama mengapa tersangka teroris supremasi kulit putih dapat memiliki senjata semi-otomatis yang ia gunakan untuk membunuh jamaah salat Jumat di Masjid Al Noor dan Masjid Linwood pada 15 Maret lalu.

Brenton Harrison Tarrant, 28, asal Australia adalah teroris yang membantai puluhan jamaah. Dia menghadapi 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan dan beberapa dakwaan lain yang diatur dalam UU Penindakan Terorisme 2002 di Selandia Baru. Dia sejauh ini mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan.

Pemerintah Ardern mendapat dukungan hampir bulat di Parlemen ketika sebelumnya mengeluarkan undang-undang yang melarang senapan semi-otomatis bergaya militer (MSSA) dalam reformasi pertama UU tersebut, beberapa minggu setelah serangan teroris. Aksi Tarrant tercatat sebagai pembantaian terburuk di Selandia Baru.

"Memiliki senjata api adalah hak istimewa bukan semata-mata hak," kata Ardern dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan RUU baru pada hari Jumat, seperti dikutip Reuters.

"Serangan itu mengungkap kelemahan dalam undang-undang di mana kami punya kekuatan untuk memperbaikinya. Kami tidak akan menjadi pemerintah yang bertanggung jawab jika kami tidak mengatasinya," katanya lagi.

RUU baru—rincian telah diumumkan kepada publik dan yang akan dibaca pertama kali pada 24 September—akan mencakup pembuatan registrasi untuk memantau dan melacak setiap senjata api yang secara hukum diadakan di Selandia Baru.

RUU baru ini juga memperketat aturan lain bagi para penjual senjata dan bagi individu untuk mendapatkan dan menjaga lisensi senjata api. Perpanjangan lisensi untuk perorangan juga dikurangi menjadi lima tahun dari sebelumnya sepuluh tahun.

Upaya Selandia Baru untuk pengendalian senjata telah mendapatkan pujian global, terutama di Amerika Serikat, di mana anggota parlemen yang mendukung kontrol senjata dan aktivis telah berjuang untuk mengatasi kekerasan senjata meskipun penembakan massal kembali terjadi di Texas dan Ohio bulan lalu.

Di Parlemen, Ardern juga menghadapi perlawanan dari partai oposisi dan pelobi kelompok oposisi federal, yang mengindikasikan mereka tidak akan mendukung undang-undang senjata yang lebih ketat. Para penentang itu mengklaim UU baru itu menargetkan pemilik senjata api yang patuh pada hukum.

Pemerintah baru-baru ini juga dikecam atas aturan di mana pemilik senjata yang dilarang wajib menyerahkannya hingga 20 Desember. Lebih dari 19.100 senjata api dan sekitar 70.800 aksesori senjata telah diserahkan sejauh ini, yang menurut sejumlah kritikus lebih sedikit dari yang diperkirakan.

Dengan populasi hanya di bawah 5 juta dan diperkirakan ada 1,5 juta senjata api, Selandia Baru berada di urutan 17 di dunia dalam hal kepemilikan senjata api sipil. Data ini bersumber dari survei Small Arms.

Ardern, yang berada di Christchurch untuk menandai enam bulan sejak serangan 15 Maret, juga mengumumkan lebih banyak dana untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mental bagi orang-orang yang terkena dampak penembakan massal oleh sang teroris.

"Sangat penting bagi para penyintas, keluarga, komunitas Muslim, dan masyarakat Christchurch tahu bahwa kita akan berada di sana untuk mendukung mereka dalam jangka panjang," katanya.

Pemimpin berusia 39 tahun ini jadi sorotan dunia atas dukungannya yang penuh belas kasih dan sepenuh hati kepada para korban penembakan massal. Reaksi itu menjadikannya sebagai ikon internasional untuk perdamaian.

Namun, berbulan-bulan setelah serangan itu, kritik semakin meningkat terhadap pemerintah, termasuk proses hukum yang berkepanjangan dan penanganan penyelidikan pemerintah terhadap pelaku penembakan.

Ardern juga berada di bawah tekanan atas skandal seks yang merusak di partainya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4160 seconds (0.1#10.140)