Sebut Demonstran Hong Kong Harus Dieksekusi, Wanita Asal China Dipecat

Jum'at, 23 Agustus 2019 - 10:20 WIB
Sebut Demonstran Hong Kong Harus Dieksekusi, Wanita Asal China Dipecat
Sebut Demonstran Hong Kong Harus Dieksekusi, Wanita Asal China Dipecat
A A A
SYDNEY - Seorang perempuan asal China yang bekerja sebagai pramuniaga pariwisata di Australia harus kehilangan pekerjaannya setelah mengomentari aksi demonstrasi di Hong Kong. Dalam sebuah postingan di dunia maya, ia mengatakan pengunjuk rasa hak-hak sipil di Hong Kong semuanya harus dieksekusi oleh regu tembak.

Perusahaan helikopter yang bermarkas di Cairns Nautilus Aviation memecat agen penjualan asal China Coco Souter. Pemecatannya terjadi ketika ketegangan antara pengunjuk rasa pro China dan pro Hong Kong di Australia dan luar negeri mencapai memuncak.

Mantan pekerja pariwisata itu membuat postingannya di platform media sosial buatan China WeChat. Dalam postingan yang ditulis dengan bahasa Mandarin itu, ia menyebut demonstran Hong Kong adalah sekelompok orang bodoh, tidak berotak tanpa tulang belakang, yang telah melupakan keturunan mereka berkat Amerikanisasi.

Nautilus Aviation mengetahui postingan tersebut setelah menerima pengaduan.

"Itu bertentangan dengan kode etik kita. Apa yang dia katakan tidak mewakili pandangan kami sebagai perusahaan. Dia akan diberhentikan sebagai hasilnya," kata CEO Penerbangan Nautilus, Aaron Finn, seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat (23/8/2019).

Souter sendiri mengatakan dia tidak pernah bermaksud membuat masalah untuk bosnya, dan mengklaim tidak benar-benar percaya bahwa pengunjuk rasa pro-demokrasi harus dibunuh. Dia juga mengklaim dia menyalin dan menempelkan postingan dari seorang teman.

"Saya benar-benar tidak bermaksud melakukan apa pun untuk membuat masalah atau membuat Nautilus tampak buruk," katanya kepada The Cairns Post.

"Saya memposting beberapa kata yang seharusnya tidak saya posting, tapi itu media sosial pribadi saya," imbuhnya.

Souter kemudian menyalahkan seorang pengunjuk rasa pro-Hong Kong karena memberi tahu bosnya tentang postingannya tersebut.

Aksi protes di Hong Kong telah berlangsung selama 11 minggu berturut-turut setelah Pemerintah China mengusulkan RUU ekstradisi yang kontroversial.

Para pemrotes juga mengambil bagian dalam aksi unjuk rasa di Sydney, Melbourne dan Adelaide - beberapa di antaranya berakhir buruk dan membutuhkan intervensi polisi.

Ketika Hong Kong dikembalikan ke China pada tahun 1997, hal itu dilakukan dengan prinsip 'satu negara, dua sistem,' yang berarti Hong Kong akan dapat mempertahankan otonomi tingkat tinggi dengan pengecualian untuk urusan pertahanan dan luar negeri.

Para pengunjuk rasa pro-Hong Kong merasa RUU baru yang diusulkan akan merusak perjanjian 1997. Akibatnya aksi protes dimulai pada bulan Maret lalu sebelum secara bertahap melakukan aksi setiap minggu sampai jutaan demonstran turun ke jalan pada bulan Juli.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4570 seconds (0.1#10.140)