Israel Bantai 90 Warga Palestina dengan Dalih Incar Komandan Hamas Rafa Salama, Siapa Dia?

Selasa, 16 Juli 2024 - 13:29 WIB
loading...
Israel Bantai 90 Warga...
Israel membantai 90 warga Palestina dengan dalih mengincar komandan Hamas Rafa Salama di Gaza pada Sabtu lalu. Foto/Anadolu
A A A
GAZA - Militer Israel mengeklaim telah membunuh seorang komandan senior Hamas dalam serangan udara besar-besaran di sebuah kamp pengungsi di Gaza selatan pada Sabtu lalu.

Serangan udara ini telah membantai sekitar 90 warga Palestina dan melukai ratusan lainnya, mengakhiri pekan mematikan bagi warga Palestina dan memicu kecaman global.

Militer Zionis berdalih pihaknya bertujuan untuk membunuh Panglima Brigade al-Qassam—militernya Hamas—Mohammed Deif. Israel meyakini Deif sebagai salah satu dalang serangan 7 Oktober 2023 di Israel selatan.

Namun, pada hari Minggu militer Israel dan Shin Bet (badan intelijen dalam negeri Zionis), mengeklaim bahwa salah satu rekan Deif, Rafa Salama, tewas dalam serangan yang diklaim didasarkan pada “intelijen yang tepat”.



Menyusul serangan pada hari Sabtu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan: "Masih belum ada kepastian pasti bahwa keduanya [Deif dan Salama] telah ditumpas, namun saya ingin meyakinkan Anda bahwa dengan satu atau lain cara kita akan mencapai puncak Hamas."

Hamas pada hari Minggu mengatakan Deif baik-baik saja dan seorang pejabat dari gerakan tersebut mengatakan: "Dia baik-baik saja dan secara langsung mengawasi operasi."

Kelompok perlawanan Palestina ini juga membantah pembenaran Israel atas serangan tersebut, dengan menyatakan: "Klaim [Israel] tentang menargetkan para pemimpin adalah salah...untuk menutupi skala pembantaian yang mengerikan."

Hamas tidak membenarkan atau menyangkal klaim kematian Salama.

Serangan Israel pada hari Sabtu dilaporkan menghantam rumah keluarga Salama di Al-Mawasi dan telah dipantau oleh intelijen Israel selama berminggu-minggu, menurut laporan dari The New York Times, Selasa (16/7/2024).

Mengutip pejabat Israel yang tidak disebutkan namanya, laporan itu mengatakan bahwa Deif juga hadir di kompleks keluarga tersebut dalam beberapa pekan terakhir—pada saat Panglima al-Qassam tersebut tidak bersembunyi di bawah tanah.

Selain itu, intelijen Israel menemukan bahwa Deif telah berada di kompleks tersebut pada hari Jumat, yang mendorong pemerintah Israel untuk menyetujui serangan tersebut pada hari berikutnya.

Rekaman dan kesaksian dari Gaza setelah serangan menunjukkan tenda dan harta benda terbakar, dan puluhan anak-anak, orang tua, dan wanita yang terluka dibawa ke Rumah Sakit Nasser di dekatnya, yang kesulitan menangani para korban.

Salama bekerja sebagai komandan militer Brigade al-Qassam di kota selatan Khan Younis dan pamannya; Jawad Abu Shamala, adalah anggota biro politik Hamas dan dilaporkan dekat dengan pemimpin kelompok tersebut di Gaza, Yayha Sinwar.

Menurut laporan Al-Araby Al-Jadeed, anggota keluarga Salama lainnya pernah dibunuh oleh Israel di masa lalu, termasuk ibu dan pamannya, keduanya meninggal pada awal perang di Gaza sekarang ini.

Israel menuduh Salama bertanggung jawab atas serangan sebelumnya terhadap tentara Israel, termasuk operasi "Omar Tabash" pada tahun 2005, operasi "Ahmed Abu Tahoun" pada tahun 2007 dan penangkapan tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2006.

Salama diduga hampir meninggal di masa lalu, termasuk pada tahun 2021 ketika pasukan Israel menghancurkan rumahnya di Gaza.

Sebelum bergabung dengan Brigade Qassam, Salama bekerja di sebuah sekolah di Khan Younis.

Meskipun hampir sepuluh bulan bertempur di Gaza, Israel gagal membunuh satu pun pemimpin utama Hamas yang telah masuk daftar sasaran negara itu selama bertahun-tahun.

Para pejabat AS mengatakan bahwa salah satu orang paling dicari Israel, komandan senior Hamas Marwan Issa, tewas dalam serangan udara di Gaza tengah pada bulan Maret, yang akan menjadi tokoh militer paling signifikan yang terbunuh sejak dimulainya perang pada bulan Oktober.

Invasi Israel telah menewaskan lebih dari 38.000 warga Palestina dan melukai puluhan ribu lainnya, dengan hampir 2,3 juta penduduk di wilayah kantong tersebut mengungsi dan tinggal di kamp-kamp.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1370 seconds (0.1#10.140)