Apa Itu Taktik Serangan Daging dalam Perang Rusia-Ukraina?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Taktik “Serangan Daging” dalam perang Rusia-Ukraina menarik diketahui. Istilah tersebut mengacu pada salah satu strategi yang digunakan pasukan Kremlin di medan tempur.
Rusia melakukan invasi ke Ukraina sejak Februari 2022. Sudah berjalan lebih dari dua tahun, peperangan masih berlangsung dan Moskow belum bersedia untuk menarik pasukannya.
Sepanjang itu, baik Rusia maupun Ukraina telah dihadapkan pada berbagai aksi saling balas serangan dengan menggunakan taktik yang berbeda. Menariknya, ada salah satu yang bernama taktik “Serangan Daging”.
Pada banyaknya taktik tempur yang Rusia gunakan, ada salah satu yang dikenal dengan taktik “Serangan Daging”. Istilah tersebut sebenarnya dicetuskan tentara Ukraina ketika menggambarkan kengerian serangan dari pasukan Rusia.
Mengutip Business Insider, singkatnya taktik “Serangan Daging (Meat Assaults)” ini merupakan sebuah strategi penyerangan frontal ke lini pertahanan Ukraina. Dikenal juga sebagai “meat waves”, serangan yang dipimpin infanteri ini ditujukan untuk mengalahkan pihak lawan dengan mengirimkan banyak prajurit sebagai peluru ke garis depan musuh tanpa mempedulikan jumlah korban tewas.
Jadi, para tentara itu secara bergelombang akan dikirim ke garis terdepan tanpa banyak pertimbangan. Seolah-olah, mereka hanyalah “daging” yang dikorbankan untuk mati.
Terlepas dari kontroversinya, Rusia memiliki dalihnya sendiri. Bukan sekadar menjadikan umpan, pasukan “daging” tersebut harus terus maju agar lini lain dari tentara Rusia dapat bergerak menembus pertahanan musuh.
Melihat gambaran strateginya, jelas bahwa taktik ini akan menimbulkan banyak korban di pihak Rusia. Maka dari itu, tak sedikit dari para petinggi militer Kremlin yang menolak menggunakan strategi tersebut.
Namun, di sisi lain, taktik ini ternyata cukup moncer. Sejumlah petinggi militer Ukraina bahkan mengakui bahwa taktik ”Serangan Daging” tersebut benar-benar membuat pihaknya kelelahan.
Kemudian, Rusia sendiri memang memiliki populasi yang jauh lebih banyak dari Ukraina. Hal ini menjadikannya dengan cepat merekrut tentara baru untuk mengisi para personel yang sudah tewas.
Seorang pejabat Ukraina menyebut bahwa Rusia setiap bulan merekrut 30.000 tentara baru. Melalui taktik “Serangan Daging”, mereka tidak perlu tentara terlatih karena akan dijadikan sebagai umpan saja.
Demikianlah ulasan mengenai taktik “Serangan Daging” dalam perang Rusia-Ukraina.
Rusia melakukan invasi ke Ukraina sejak Februari 2022. Sudah berjalan lebih dari dua tahun, peperangan masih berlangsung dan Moskow belum bersedia untuk menarik pasukannya.
Sepanjang itu, baik Rusia maupun Ukraina telah dihadapkan pada berbagai aksi saling balas serangan dengan menggunakan taktik yang berbeda. Menariknya, ada salah satu yang bernama taktik “Serangan Daging”.
Apa Itu Taktik Serangan Daging dalam Perang Rusia-Ukraina?
Pada banyaknya taktik tempur yang Rusia gunakan, ada salah satu yang dikenal dengan taktik “Serangan Daging”. Istilah tersebut sebenarnya dicetuskan tentara Ukraina ketika menggambarkan kengerian serangan dari pasukan Rusia.
Mengutip Business Insider, singkatnya taktik “Serangan Daging (Meat Assaults)” ini merupakan sebuah strategi penyerangan frontal ke lini pertahanan Ukraina. Dikenal juga sebagai “meat waves”, serangan yang dipimpin infanteri ini ditujukan untuk mengalahkan pihak lawan dengan mengirimkan banyak prajurit sebagai peluru ke garis depan musuh tanpa mempedulikan jumlah korban tewas.
Jadi, para tentara itu secara bergelombang akan dikirim ke garis terdepan tanpa banyak pertimbangan. Seolah-olah, mereka hanyalah “daging” yang dikorbankan untuk mati.
Terlepas dari kontroversinya, Rusia memiliki dalihnya sendiri. Bukan sekadar menjadikan umpan, pasukan “daging” tersebut harus terus maju agar lini lain dari tentara Rusia dapat bergerak menembus pertahanan musuh.
Melihat gambaran strateginya, jelas bahwa taktik ini akan menimbulkan banyak korban di pihak Rusia. Maka dari itu, tak sedikit dari para petinggi militer Kremlin yang menolak menggunakan strategi tersebut.
Namun, di sisi lain, taktik ini ternyata cukup moncer. Sejumlah petinggi militer Ukraina bahkan mengakui bahwa taktik ”Serangan Daging” tersebut benar-benar membuat pihaknya kelelahan.
Kemudian, Rusia sendiri memang memiliki populasi yang jauh lebih banyak dari Ukraina. Hal ini menjadikannya dengan cepat merekrut tentara baru untuk mengisi para personel yang sudah tewas.
Seorang pejabat Ukraina menyebut bahwa Rusia setiap bulan merekrut 30.000 tentara baru. Melalui taktik “Serangan Daging”, mereka tidak perlu tentara terlatih karena akan dijadikan sebagai umpan saja.
Demikianlah ulasan mengenai taktik “Serangan Daging” dalam perang Rusia-Ukraina.
(mas)