China Dituduh Eksploitasi Etnis Uighur untuk Pengambilan Organ
loading...
A
A
A
BEIJING - China telah lama dituduh melakukan praktik pengambilan organ dari etnis minoritas dan secara ilegal menjalankan salah satu program transplantasi organ terbesar di dunia. Menurut sejumlah data resmi China dan sumber lain, organ-organ ini hanya diambil dari para terpidana mati.
Namun sejumlah pihak mencurigai bahwa di balik layar, China mengambil banyak organ secara ilegal dari orang-orang yang dipenjara atas keyakinan politik atau agama mereka, terutama Muslim Uighur dari Xinjiang dan orang-orang yang mempraktikkan Falun Gong, sekte agama lokal China.
Mengutip dari The Hong Kong Post, Selasa (2/7/2024), banyak lembaga pengawas hak asasi manusia (HAM) menuduh China melakukan kejahatan mengerikan terhadap Uighur dan praktisi Falun Gong di masa lalu, dan pengambilan organ paksa adalah salah satunya.
Pada Maret 2024, dalam pertemuan Komite Kongres Amerika Serikat (AS), sebuah laporan menyebutkan bahwa China telah mengumpulkan informasi genetik dari Muslim Uighur untuk memenuhi permintaan transplantasi organ yang tinggi dari wisatawan medis Muslim asal negara-negara Teluk.
Merespons dugaan kekejaman yang dilakukan China ini, AS telah memperkenalkan "Undang-Undang Penghentian Pengambilan Organ Secara Paksa" berdasarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) H.R. 1154 yang disahkan di Senat AS pada 27 Maret 2023. Undang-undang ini bertujuan mendukung dan melindungi tahanan politik, praktisi Falun Gong, dan warga negara Muslim Uighur dari perdagangan pengambilan organ secara paksa.
RUU H.R. 1154 disahkan lewat dukungan 413 suara berbanding 2 di DPR AS, dan saat ini masih menanti tindakan dari Senat AS terhadap isu pengambilan organ secara paksa di China.
RUU ini mengesahkan sanksi terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam praktik semacam itu, termasuk melarang ekspor peralatan bedah transplantasi organ dan menghentikan pelatihan ahli bedah transplantasi organ.
Bisnis perdagangan organ yang berkembang pesat lazim berlangsung di China sejak tahun 1990-an atas nama wisata medis. Sungguh mengherankan bahwa waktu tunggu untuk transplantasi organ di China relatif lebih singkat dibandingkan di negara lain di dunia.
Di China, pasien transplantasi organ hanya perlu menunggu hingga dua bulan, sementara di negara-negara maju lainnya seperti AS dan Kanada, waktu tunggunya bisa mencapai dua hingga empat tahun.
Fakta lain yang mengganggu adalah adanya perbedaan besar dalam hal sumber pengambilan organ di China. Menurut laporan Kongres AS di tahun 2005, hingga 95 persen transplantasi organ di China berasal dari narapidana mati, tetapi jumlah transplantasi yang dilakukan tidak pernah sesuai angka tersebut.
Pada 2006, Amnesty International melaporkan 1.770 eksekusi dilakukan di China dan angka tertinggi mendekati 8.000, dengan beberapa kasus ditolak karena penyakit yang umum diderita narapidana.
Namun China tetap mampu memenuhi permintaan organ yang tinggi, mengindikasikan bahwa Beijing selalu bisa mendapat organ dari sumber sekunder.
Memasuki tahun 2016, setiap warga Uighur di Xinjiang diminta menyerahkan pemindaian iris, golongan darah, sidik jari, dan DNA seperti yang diarahkan pejabat China dengan dalih pemeriksaan medis.
Namun, seiring tersebarnya berita tersebut, para aktivis HAM melacak bahwa ini merupakan tindakan pengambilan data untuk memenuhi persyaratan organ dari luar negeri.
Pada 2019, Tribunal Rakyat China dibentuk untuk menyelidiki situasi berdasarkan kesaksian warga, dan terungkap bahwa jalur khusus organ manusia telah disiapkan di bandara Kashgar, Xinjiang, untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari luar negeri, dan bahwa warga Uighur adalah kelompok yang menjadi sasaran.
Selang beberapa waktu, laporan Tribunal Rakyat China mengenai pengambilan organ paksa dari warga Uighur bermunculan di berbagai saluran pers dan media. Saat menyelidiki pariwisata organ Korea ke Tianjin, ditemukan bahwa negara-negara Arab telah mendanai pencocokan organ bagi penerima organnya, dan China telah menjadikan ini sebagai sumber arus masuk modal yang besar.
Tribunal Rakyat China yang dikelola secara independen menyimpulkan bahwa di China, pengambilan paksa organ tubuh dari para tahanan telah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama dengan jumlah yang cukup tinggi.
Baru-baru ini, politikus Uighur-Amerika Salih Hudayar mengecam praktik jahat China. "China telah meresmikan 'Pusat Transplantasi Organ Anak-Anak’," tulisnya di media sosial X.
Sebagai bagian dari genosida Uighur, China telah memanen organ-organ etnis Uighur dan menjualnya sebagai “organ halal”.
"Sejak 2014, hampir satu juta anak Uighur telah dipisahkan secara paksa dari keluarga mereka. Apakah ini langkah lain dalam genosida Uighur yang sedang berlangsung di Tiongkok dan praktik pengambilan organ yang terkenal?" tanya Hudayar.
Kerentanan Uighur terhadap pengambilan organ juga mengemuka setelah perubahan politik oleh anggota parlemen Inggris atas undang-undang pengadaan baru setelah Brexit. Selain itu, Asosiasi Medis Dunia juga telah mengkritik China dalam pertemuan di Nairobi atas perlakuan mereka terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
Namun sejumlah pihak mencurigai bahwa di balik layar, China mengambil banyak organ secara ilegal dari orang-orang yang dipenjara atas keyakinan politik atau agama mereka, terutama Muslim Uighur dari Xinjiang dan orang-orang yang mempraktikkan Falun Gong, sekte agama lokal China.
Mengutip dari The Hong Kong Post, Selasa (2/7/2024), banyak lembaga pengawas hak asasi manusia (HAM) menuduh China melakukan kejahatan mengerikan terhadap Uighur dan praktisi Falun Gong di masa lalu, dan pengambilan organ paksa adalah salah satunya.
Pada Maret 2024, dalam pertemuan Komite Kongres Amerika Serikat (AS), sebuah laporan menyebutkan bahwa China telah mengumpulkan informasi genetik dari Muslim Uighur untuk memenuhi permintaan transplantasi organ yang tinggi dari wisatawan medis Muslim asal negara-negara Teluk.
Merespons dugaan kekejaman yang dilakukan China ini, AS telah memperkenalkan "Undang-Undang Penghentian Pengambilan Organ Secara Paksa" berdasarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) H.R. 1154 yang disahkan di Senat AS pada 27 Maret 2023. Undang-undang ini bertujuan mendukung dan melindungi tahanan politik, praktisi Falun Gong, dan warga negara Muslim Uighur dari perdagangan pengambilan organ secara paksa.
RUU H.R. 1154 disahkan lewat dukungan 413 suara berbanding 2 di DPR AS, dan saat ini masih menanti tindakan dari Senat AS terhadap isu pengambilan organ secara paksa di China.
RUU ini mengesahkan sanksi terhadap individu dan entitas yang terlibat dalam praktik semacam itu, termasuk melarang ekspor peralatan bedah transplantasi organ dan menghentikan pelatihan ahli bedah transplantasi organ.
Pengambilan Data Etnis Uighur
Bisnis perdagangan organ yang berkembang pesat lazim berlangsung di China sejak tahun 1990-an atas nama wisata medis. Sungguh mengherankan bahwa waktu tunggu untuk transplantasi organ di China relatif lebih singkat dibandingkan di negara lain di dunia.
Di China, pasien transplantasi organ hanya perlu menunggu hingga dua bulan, sementara di negara-negara maju lainnya seperti AS dan Kanada, waktu tunggunya bisa mencapai dua hingga empat tahun.
Fakta lain yang mengganggu adalah adanya perbedaan besar dalam hal sumber pengambilan organ di China. Menurut laporan Kongres AS di tahun 2005, hingga 95 persen transplantasi organ di China berasal dari narapidana mati, tetapi jumlah transplantasi yang dilakukan tidak pernah sesuai angka tersebut.
Pada 2006, Amnesty International melaporkan 1.770 eksekusi dilakukan di China dan angka tertinggi mendekati 8.000, dengan beberapa kasus ditolak karena penyakit yang umum diderita narapidana.
Namun China tetap mampu memenuhi permintaan organ yang tinggi, mengindikasikan bahwa Beijing selalu bisa mendapat organ dari sumber sekunder.
Memasuki tahun 2016, setiap warga Uighur di Xinjiang diminta menyerahkan pemindaian iris, golongan darah, sidik jari, dan DNA seperti yang diarahkan pejabat China dengan dalih pemeriksaan medis.
Namun, seiring tersebarnya berita tersebut, para aktivis HAM melacak bahwa ini merupakan tindakan pengambilan data untuk memenuhi persyaratan organ dari luar negeri.
Pada 2019, Tribunal Rakyat China dibentuk untuk menyelidiki situasi berdasarkan kesaksian warga, dan terungkap bahwa jalur khusus organ manusia telah disiapkan di bandara Kashgar, Xinjiang, untuk memenuhi permintaan yang tinggi dari luar negeri, dan bahwa warga Uighur adalah kelompok yang menjadi sasaran.
“Organ Halal”
Selang beberapa waktu, laporan Tribunal Rakyat China mengenai pengambilan organ paksa dari warga Uighur bermunculan di berbagai saluran pers dan media. Saat menyelidiki pariwisata organ Korea ke Tianjin, ditemukan bahwa negara-negara Arab telah mendanai pencocokan organ bagi penerima organnya, dan China telah menjadikan ini sebagai sumber arus masuk modal yang besar.
Tribunal Rakyat China yang dikelola secara independen menyimpulkan bahwa di China, pengambilan paksa organ tubuh dari para tahanan telah dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama dengan jumlah yang cukup tinggi.
Baru-baru ini, politikus Uighur-Amerika Salih Hudayar mengecam praktik jahat China. "China telah meresmikan 'Pusat Transplantasi Organ Anak-Anak’," tulisnya di media sosial X.
Sebagai bagian dari genosida Uighur, China telah memanen organ-organ etnis Uighur dan menjualnya sebagai “organ halal”.
"Sejak 2014, hampir satu juta anak Uighur telah dipisahkan secara paksa dari keluarga mereka. Apakah ini langkah lain dalam genosida Uighur yang sedang berlangsung di Tiongkok dan praktik pengambilan organ yang terkenal?" tanya Hudayar.
Kerentanan Uighur terhadap pengambilan organ juga mengemuka setelah perubahan politik oleh anggota parlemen Inggris atas undang-undang pengadaan baru setelah Brexit. Selain itu, Asosiasi Medis Dunia juga telah mengkritik China dalam pertemuan di Nairobi atas perlakuan mereka terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang.
(mas)