Pernah Keliru Nilai Irak, AS Klaim Intelijennya Akurat soal Venezuela

Minggu, 05 Mei 2019 - 14:50 WIB
Pernah Keliru Nilai Irak, AS Klaim Intelijennya Akurat soal Venezuela
Pernah Keliru Nilai Irak, AS Klaim Intelijennya Akurat soal Venezuela
A A A
WASHINGTON - Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Patrick Shanahan menepis anggapan bahwa data intelijen Washington tentang Venezuela lemah seperti kasus salah nilai soal Irak yang berbuah invasi tahun 2003. Bos Pentagon itu tetap memuji intelijen meski upaya kudeta oposisi di Caracas gagal.

Shanahan mengatakan para pejabat tinggi AS telah mengadakan pembicaraan di Pentagon pada hari Jumat.

Strategi Presiden Donald Trump di Venezuela mendapat sorotan tajam ketika Presiden Nicolas Maduro tetap berkuasa. Hal itu memicu pertanyaan tentang jalan ke depan bagi pemimpin oposisi Juan Guaido yang diakui Amerika Serikat dan sekitar 50 negara sebagai kepala negara yang sah.

Para pejabat AS, termasuk Penasihat Keamanan Nasional John Bolton, mengharapkan pembelotan yang lebih luas dari militer Venezuela untuk mendukung Guaido. Pemimpin oposisi itu menyerukan pasukan bersenjata Venezuela membantunya menggulingkan Maduro pada hari Selasa lalu.

"Saya tidak merasa kami memiliki celah intelijen. Saya pikir kami memiliki pelaporan yang sangat baik," kata Shanahan kepada wartawan, ketika ditanya tentang perbandingan informasi intelijen Amerika Serikat terkait Venezuela dengan Irak yang terlanjur diinvasi tahun 2003.

Pernyataannya muncul usai pertemuan di Pentagon yang dihadiri Bolton, Menteri Luar Negeri Michael Pompeo dan Laksamana Angkatan Laut Craig Faller sebagai pengawas pasukan AS di Amerika Latin.

"Kami memiliki banyak sumber yang terus-menerus kami ambil sampel, dan kemudian kami memiliki segala macam cara pengumpulan lainnya...Saya merasa sangat yakin dengan kualitas dan keakuratan informasi yang kami dapatkan," katanya.

Awal pekan ini, Bolton mengatakan Menteri Pertahanan Venezuela Vladimir Padrino, Ketua Mahkamah Agung Maikel Moreno dan komandan pengawal presiden Ivan Rafael Hernandez Dala mengatakan kepada oposisi bahwa Maduro perlu menyerahkan kekuasaan kepada Guaido.

Namun, tidak satu pun dari mereka yang berpisah secara terbuka dengan Maduro dan Padrino berdiri di samping Maduro saat presiden sosialis itu berpidato pada hari Kamis.

Pemerintahan Trump berdalih Padrino, Moreno dan Dala mundur dari rencana mereka.

"Yang bisa diambil adalah, jika Anda membuat komitmen, tindak lanjuti," kata seorang pejabat senior pemerintah AS, menjelaskan mengapa Bolton menyebut para pejabat itu secara terbuka.

Seperti diketahui, sebelum invasi di Irak, Presiden George W. Bush dan para pembantunya mengajukan alasan untuk melakukan intervensi dengan mengutip informasi intelijen bahwa Presiden Irak Saddam Hussein memiliki hubungan dengan al-Qaeda dan diam-diam mengembangkan senjata nuklir, kimia, dan biologi.

Kedua klaim itu terbukti salah. Bush dan para pembantunya telah melebih-lebihkan informasi intelijen yang tersedia. Sumber intelijen itu ternyata klaim-klaim yang meragukan dari orang-orang Irak di pengasingan.

Lebih dari 4.400 tentara AS dan ratusan ribu warga Irak tewas dalam konflik itu, yang oleh banyak analis disebut sebagai salah satu masalah terbesar dari kebijakan luar negeri AS di zaman modern.

Shanahan tidak menyarankan langkah apa pun yang mengarah pada intervensi militer AS di Venezuela, meskipun dia mengulangi bahwa semua opsi ada di atas meja.

Dia mengatakan bahwa pertemuan di Pentagon adalah untuk memastikan bahwa kepemimpinan keamanan nasional Trump berada dalam penyelarasan pada hasil potensial di Venezuela.

Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan tidak ada pengumuman yang bisa disampaikan dari pertemuan di Pentagon. Namun, dia menegaskan kembali bahwa semua opsi tetap terbuka.

"Presiden akan melakukan apa yang diminta, jika perlu," kata Sanders, seperti dikutip Reuters, Minggu (5/5/2019).
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4067 seconds (0.1#10.140)