Israel Bekukan Izin Kerja untuk 80.000 Pegawai Palestina dari Tepi Barat
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Menurut media Zionis, otoritas Israel telah mulai membekukan izin kerja untuk sekitar 80.000 warga Palestina dari Tepi Barat yang dijajah.
“Administrasi Sipil Israel, yang merupakan unit di Kementerian Pertahanan, telah mulai membekukan hampir 80.000 izin kerja untuk pekerja Palestina dari Tepi Barat,” ungkap pernyataan lembaga penyiaran publik Israel yang dikutip kantor berita Anadolu pada Kamis (13/6/2024).
Sejak dimulainya serangan genosida Israel di Gaza pada tanggal 7 Oktober tahun lalu, Israel telah mencegah para pekerja dari Tepi Barat untuk mengakses pasar tenaga kerja Israel.
The Jerusalem Post melaporkan, “Administrasi Sipil bersidang pada hari Kamis untuk membahas kebijakan dan prosedur untuk mendatangkan pekerja Palestina ke kawasan industri dan permukiman di Tepi Barat.”
Itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan bulan Januari, yang “bertujuan memeriksa apakah ada perubahan yang telah dilakukan sejak diskusi sebelumnya.”
Kepala dewan kemudian mengklaim, “Mereka berkewajiban menerima pekerja yang telah diberikan izin di wilayah mereka.”
Surat kabar itu mengatakan terungkap bulan lalu bahwa, “Administrasi Sipil terus mengeluarkan puluhan ribu izin kerja bagi para pekerja di Tepi Barat."
Selain itu, departemen tersebut telah mulai memperbarui izin kerja bagi mereka yang diberikan sebelum 7 Oktober.
“Administrasi Sipil didirikan oleh militer dan merupakan badan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan sipil dan keamanan,” ungkap surat kabar itu, mengutip situs webnya.
Administrasi tersebut berfungsi “sebagai lengan eksekutif” dari kepemimpinan militer Israel di wilayah Tepi Barat.
Surat kabar itu mengutip Kepala Cabang Koordinasi Sipil, Letnan Kolonel Moran Hadad, yang mengumumkan pembekuan izin kerja pada pertemuan tersebut, dengan mengatakan, “Ini berarti ketika seorang polisi menghentikan seorang pekerja dan melihat izinnya tidak berlaku, dia dapat menangkapnya.”
“Masalah pembekuan izin ini seharusnya memberikan solusi,” papar dia. “Ada aturan yang jelas bagi para pengusaha, yang mencakup titik penjemputan dari persimpangan ke area kerja. Jika seorang pekerja meninggalkan area yang disetujui, dia melakukan pelanggaran dan Polisi Israel akan menanganinya. Prosesnya sama untuk pengusaha swasta.”
Surat kabar tersebut selanjutnya mengutip kantor berita KAN Israel yang mengatakan, “Pembekuan izin kerja akan berlangsung hingga pemerintah memutuskan mencabut karantina wilayah di kota-kota dan desa-desa Palestina di Tepi Barat.”
Sebelum perang di Gaza, lebih dari 170.000 warga Palestina bekerja di Israel, yang merupakan sumber pendapatan penting bagi ekonomi Palestina, menurut laporan Anadolu.
Israel tidak mengizinkan pekerja Palestina melewati pos pemeriksaan Israel kecuali setelah memperoleh izin dari militer Israel.
Perkiraan sebelumnya dari Kementerian Keuangan Israel menunjukkan tidak adanya pekerja Palestina di sektor konstruksi, pertanian, dan industri mengakibatkan kerugian bulanan sebesar 3 miliar shekel (USD840 juta), menurut Anadolu.
Ketegangan telah meningkat di seluruh Tepi Barat sejak 7 Oktober, yang mengakibatkan kematian lebih dari 500 warga Palestina dan penangkapan lebih dari 9.000 orang.
Israel telah membantai lebih dari 37.000 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
“Administrasi Sipil Israel, yang merupakan unit di Kementerian Pertahanan, telah mulai membekukan hampir 80.000 izin kerja untuk pekerja Palestina dari Tepi Barat,” ungkap pernyataan lembaga penyiaran publik Israel yang dikutip kantor berita Anadolu pada Kamis (13/6/2024).
Sejak dimulainya serangan genosida Israel di Gaza pada tanggal 7 Oktober tahun lalu, Israel telah mencegah para pekerja dari Tepi Barat untuk mengakses pasar tenaga kerja Israel.
The Jerusalem Post melaporkan, “Administrasi Sipil bersidang pada hari Kamis untuk membahas kebijakan dan prosedur untuk mendatangkan pekerja Palestina ke kawasan industri dan permukiman di Tepi Barat.”
Itu merupakan tindak lanjut dari pertemuan bulan Januari, yang “bertujuan memeriksa apakah ada perubahan yang telah dilakukan sejak diskusi sebelumnya.”
Kepala dewan kemudian mengklaim, “Mereka berkewajiban menerima pekerja yang telah diberikan izin di wilayah mereka.”
Surat kabar itu mengatakan terungkap bulan lalu bahwa, “Administrasi Sipil terus mengeluarkan puluhan ribu izin kerja bagi para pekerja di Tepi Barat."
Selain itu, departemen tersebut telah mulai memperbarui izin kerja bagi mereka yang diberikan sebelum 7 Oktober.
Aturan yang Jelas
“Administrasi Sipil didirikan oleh militer dan merupakan badan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan sipil dan keamanan,” ungkap surat kabar itu, mengutip situs webnya.
Administrasi tersebut berfungsi “sebagai lengan eksekutif” dari kepemimpinan militer Israel di wilayah Tepi Barat.
Surat kabar itu mengutip Kepala Cabang Koordinasi Sipil, Letnan Kolonel Moran Hadad, yang mengumumkan pembekuan izin kerja pada pertemuan tersebut, dengan mengatakan, “Ini berarti ketika seorang polisi menghentikan seorang pekerja dan melihat izinnya tidak berlaku, dia dapat menangkapnya.”
“Masalah pembekuan izin ini seharusnya memberikan solusi,” papar dia. “Ada aturan yang jelas bagi para pengusaha, yang mencakup titik penjemputan dari persimpangan ke area kerja. Jika seorang pekerja meninggalkan area yang disetujui, dia melakukan pelanggaran dan Polisi Israel akan menanganinya. Prosesnya sama untuk pengusaha swasta.”
Surat kabar tersebut selanjutnya mengutip kantor berita KAN Israel yang mengatakan, “Pembekuan izin kerja akan berlangsung hingga pemerintah memutuskan mencabut karantina wilayah di kota-kota dan desa-desa Palestina di Tepi Barat.”
Sumber Pendapatan
Sebelum perang di Gaza, lebih dari 170.000 warga Palestina bekerja di Israel, yang merupakan sumber pendapatan penting bagi ekonomi Palestina, menurut laporan Anadolu.
Israel tidak mengizinkan pekerja Palestina melewati pos pemeriksaan Israel kecuali setelah memperoleh izin dari militer Israel.
Perkiraan sebelumnya dari Kementerian Keuangan Israel menunjukkan tidak adanya pekerja Palestina di sektor konstruksi, pertanian, dan industri mengakibatkan kerugian bulanan sebesar 3 miliar shekel (USD840 juta), menurut Anadolu.
Ketegangan telah meningkat di seluruh Tepi Barat sejak 7 Oktober, yang mengakibatkan kematian lebih dari 500 warga Palestina dan penangkapan lebih dari 9.000 orang.
Israel telah membantai lebih dari 37.000 warga Palestina di Jalur Gaza. Sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak.
(sya)