Pemimpin Hamas Tegaskan Kelompoknya Tidak akan Digantikan
loading...
A
A
A
GAZA - Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh menegaskan kelompoknya akan tetap memiliki pengaruh bahkan setelah perang.
“Mereka yang berbicara tentang ‘hari setelahnya’ harus memahami, rakyat Palestina tidak akan membiarkan Hamas tergantikan,” tegas Haniyeh.
“Menghadapi harga yang telah kita bayar, rencana nasional Palestina harus dipromosikan berdasarkan kepemimpinan yang bersatu di bawah kerangka lembaga Organisasi Pembebasan Palestina yang akan memerintah Gaza dan Tepi Barat,” ujar dia.
Haniyeh juga mengatakan Hamas belum mengubah posisinya mengenai kemungkinan kesepakatan pertukaran tawanan-tahanan, bersikeras kesepakatan itu harus disertai dengan gencatan senjata penuh dan penarikan Israel dari Gaza.
Hamas mengatakan kepada para meditator bahwa mereka akan terus memboikot perundingan gencatan senjata sementara Israel mengepung Jalur Gaza.
Meski demikian, Hamas siap menyetujui kesepakatan penyanderaan jika Israel mengakhiri serangannya di daerah kantong yang terkepung itu.
“Gerakan Hamas dan faksi-faksi Palestina tidak akan mau menjadi bagian dari kebijakan ini dengan melanjutkan negosiasi mengingat adanya agresi, pembunuhan, pengepungan, kelaparan, dan genosida terhadap rakyat kami,” tegas Hamas dalam pernyataan pada Kamis (30/5/2024).
“Hari ini, kami memberi tahu para mediator tentang posisi kami yang jelas bahwa jika pendudukan menghentikan perang dan agresinya terhadap rakyat kami di Gaza, kami siap mencapai kesepakatan lengkap yang mencakup kesepakatan pertukaran yang komprehensif,” ungkap Hamas.
Pernyataan Hamas muncul beberapa hari setelah Israel mengatakan mereka bersiap untuk terus melancarkan perang di Gaza selama tujuh bulan lagi, dan merebut Koridor Philadelphia, jalur tanah strategis antara Gaza dan Mesir.
Pada Selasa, Middle East Eye melaporkan Hamas mengakhiri perundingan gencatan senjata dengan Israel kecuali jika Israel menarik diri dari Rafah dan membuka kembali penyeberangan Rafah.
"Mereka (Israel) harus terlebih dahulu menghentikan pembantaian, meninggalkan penyeberangan Rafah, dan menghentikan agresi, baru kita bisa berunding. Sampai itu terjadi, tidak akan ada perundingan," ujar seorang sumber yang dekat dengan organisasi Palestina tersebut kepada Middle East Eye.
Pembicaraan gencatan senjata telah terhenti sejak 6 Mei, ketika Hamas menyetujui proposal yang diajukan Mesir dan Qatar.
Israel menolak kesepakatan itu dan malam itu melancarkan invasi ke Rafah, kota perbatasan selatan Gaza tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina berlindung.
Nasib pembicaraan itu menjadi titik pertikaian setelah CNN melaporkan seorang pejabat intelijen Mesir telah "diam-diam mengubah" ketentuan proposal tersebut, yang mengejutkan para negosiator, termasuk Amerika Serikat (AS), dan menyebabkan Israel menolak kesepakatan itu.
Namun Middle East Eye melaporkan pada Kamis bahwa Direktur CIA Bill Burns, yang memimpin mediasi di pihak Washington, menyetujui proposal yang diterima Hamas sebelum diajukan kepada pejabat Israel.
“Mereka yang berbicara tentang ‘hari setelahnya’ harus memahami, rakyat Palestina tidak akan membiarkan Hamas tergantikan,” tegas Haniyeh.
“Menghadapi harga yang telah kita bayar, rencana nasional Palestina harus dipromosikan berdasarkan kepemimpinan yang bersatu di bawah kerangka lembaga Organisasi Pembebasan Palestina yang akan memerintah Gaza dan Tepi Barat,” ujar dia.
Haniyeh juga mengatakan Hamas belum mengubah posisinya mengenai kemungkinan kesepakatan pertukaran tawanan-tahanan, bersikeras kesepakatan itu harus disertai dengan gencatan senjata penuh dan penarikan Israel dari Gaza.
Hamas mengatakan kepada para meditator bahwa mereka akan terus memboikot perundingan gencatan senjata sementara Israel mengepung Jalur Gaza.
Meski demikian, Hamas siap menyetujui kesepakatan penyanderaan jika Israel mengakhiri serangannya di daerah kantong yang terkepung itu.
“Gerakan Hamas dan faksi-faksi Palestina tidak akan mau menjadi bagian dari kebijakan ini dengan melanjutkan negosiasi mengingat adanya agresi, pembunuhan, pengepungan, kelaparan, dan genosida terhadap rakyat kami,” tegas Hamas dalam pernyataan pada Kamis (30/5/2024).
“Hari ini, kami memberi tahu para mediator tentang posisi kami yang jelas bahwa jika pendudukan menghentikan perang dan agresinya terhadap rakyat kami di Gaza, kami siap mencapai kesepakatan lengkap yang mencakup kesepakatan pertukaran yang komprehensif,” ungkap Hamas.
Pernyataan Hamas muncul beberapa hari setelah Israel mengatakan mereka bersiap untuk terus melancarkan perang di Gaza selama tujuh bulan lagi, dan merebut Koridor Philadelphia, jalur tanah strategis antara Gaza dan Mesir.
Pada Selasa, Middle East Eye melaporkan Hamas mengakhiri perundingan gencatan senjata dengan Israel kecuali jika Israel menarik diri dari Rafah dan membuka kembali penyeberangan Rafah.
"Mereka (Israel) harus terlebih dahulu menghentikan pembantaian, meninggalkan penyeberangan Rafah, dan menghentikan agresi, baru kita bisa berunding. Sampai itu terjadi, tidak akan ada perundingan," ujar seorang sumber yang dekat dengan organisasi Palestina tersebut kepada Middle East Eye.
Pembicaraan gencatan senjata telah terhenti sejak 6 Mei, ketika Hamas menyetujui proposal yang diajukan Mesir dan Qatar.
Israel menolak kesepakatan itu dan malam itu melancarkan invasi ke Rafah, kota perbatasan selatan Gaza tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina berlindung.
Nasib pembicaraan itu menjadi titik pertikaian setelah CNN melaporkan seorang pejabat intelijen Mesir telah "diam-diam mengubah" ketentuan proposal tersebut, yang mengejutkan para negosiator, termasuk Amerika Serikat (AS), dan menyebabkan Israel menolak kesepakatan itu.
Namun Middle East Eye melaporkan pada Kamis bahwa Direktur CIA Bill Burns, yang memimpin mediasi di pihak Washington, menyetujui proposal yang diterima Hamas sebelum diajukan kepada pejabat Israel.
(sya)