Otoritas Palestina Berniat Memerintah Wilayah Gaza
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Otoritas Palestina harus bersiap memerintah seluruh wilayah Palestina termasuk Gaza, tegas Perdana Menteri Mohammad Mustafa pada Minggu (26/5/2024) saat konferensi pers di Brussels.
“Pembentukan negara Palestina adalah satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan dan pemerintah perlu bekerja cepat untuk membantu rakyat kami di Gaza dan mempersiapkan hari di mana kami akan berkuasa di Gaza,” ujar Mustafa.
Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah, yang berbasis di Ramallah, saat ini hanya menguasai sebagian Tepi Barat, sementara kelompok saingannya, Hamas, menguasai Gaza.
Namun, perundingan rekonsiliasi antara faksi-faksi yang bertikai telah dihidupkan kembali sejak dimulainya perang Israel-Gaza pada Oktober tahun lalu.
Mustafa menekankan, “Pemerintah Palestina berkomitmen bekerja keras mendukung rakyat kami di Gaza dan mengintegrasikan mereka ke dalam Otoritas Palestina untuk melakukan reformasi dan meningkatkan kinerja lembaga-lembaga kami, dan memberikan layanan yang baik bagi warga kami di Gaza dan Tepi Barat, dalam persiapan untuk kemerdekaan penuh dan status kenegaraan.”
Pernyataan perdana menteri tersebut disampaikan setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares setelah Spanyol, bersama dengan Irlandia dan Norwegia, secara resmi mengakui Negara Palestina pada pekan lalu.
Saat ini Negara Palestina diakui 143 anggota PBB dan setengah dari G20, termasuk Indonesia, China, India, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki.
Perdana Menteri Palestina memuji langkah Spanyol, Irlandia dan Norwegia, dan menyebutnya sebagai langkah pertama menuju perdamaian abadi di wilayah tersebut.
Dia mendesak negara-negara Eropa lainnya untuk mengikuti jejak ketiga negara dan mengakui bangsanya.
“Ini adalah awal dari realisasi perdamaian, bukan janji perdamaian yang telah kami nantikan selama 30 tahun,” ujar Mustafa kepada wartawan.
Dia menekankan, “Pengakuan internasional terhadap negara Palestina adalah hal yang benar untuk dilakukan demi menjaga solusi dua negara tetap layak, dan menjaga harapan perdamaian bagi rakyat kami dan kawasan.”
Israel telah berulang kali menolak seruan solusi dua negara dan semakin menentang pembentukan Palestina merdeka.
Penjajahan Israel yang berlangsung sejak 1948 memuncak sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menyebabkan sekitar 1.200 orang terbunuh dan lebih dari 250 orang Israel disandera.
Israel telah membunuh lebih dari 36.000 warga Palestina di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan setempat.
Menanggapi pengakuan negara Palestina oleh tiga negara Eropa pekan lalu, Israel memanggil duta besar Irlandia, Spanyol dan Norwegia.
Tak hanya itu, rezim kolonial apartheid Israel mengancam akan menurunkan hubungan diplomatik dengan ketiga negara tersebut.
“Pembentukan negara Palestina adalah satu-satunya cara untuk mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan dan pemerintah perlu bekerja cepat untuk membantu rakyat kami di Gaza dan mempersiapkan hari di mana kami akan berkuasa di Gaza,” ujar Mustafa.
Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah, yang berbasis di Ramallah, saat ini hanya menguasai sebagian Tepi Barat, sementara kelompok saingannya, Hamas, menguasai Gaza.
Namun, perundingan rekonsiliasi antara faksi-faksi yang bertikai telah dihidupkan kembali sejak dimulainya perang Israel-Gaza pada Oktober tahun lalu.
Mustafa menekankan, “Pemerintah Palestina berkomitmen bekerja keras mendukung rakyat kami di Gaza dan mengintegrasikan mereka ke dalam Otoritas Palestina untuk melakukan reformasi dan meningkatkan kinerja lembaga-lembaga kami, dan memberikan layanan yang baik bagi warga kami di Gaza dan Tepi Barat, dalam persiapan untuk kemerdekaan penuh dan status kenegaraan.”
Pernyataan perdana menteri tersebut disampaikan setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Albares setelah Spanyol, bersama dengan Irlandia dan Norwegia, secara resmi mengakui Negara Palestina pada pekan lalu.
Saat ini Negara Palestina diakui 143 anggota PBB dan setengah dari G20, termasuk Indonesia, China, India, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, dan Turki.
Perdana Menteri Palestina memuji langkah Spanyol, Irlandia dan Norwegia, dan menyebutnya sebagai langkah pertama menuju perdamaian abadi di wilayah tersebut.
Dia mendesak negara-negara Eropa lainnya untuk mengikuti jejak ketiga negara dan mengakui bangsanya.
“Ini adalah awal dari realisasi perdamaian, bukan janji perdamaian yang telah kami nantikan selama 30 tahun,” ujar Mustafa kepada wartawan.
Dia menekankan, “Pengakuan internasional terhadap negara Palestina adalah hal yang benar untuk dilakukan demi menjaga solusi dua negara tetap layak, dan menjaga harapan perdamaian bagi rakyat kami dan kawasan.”
Israel telah berulang kali menolak seruan solusi dua negara dan semakin menentang pembentukan Palestina merdeka.
Penjajahan Israel yang berlangsung sejak 1948 memuncak sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, yang menyebabkan sekitar 1.200 orang terbunuh dan lebih dari 250 orang Israel disandera.
Israel telah membunuh lebih dari 36.000 warga Palestina di Jalur Gaza sejak 7 Oktober, menurut otoritas kesehatan setempat.
Menanggapi pengakuan negara Palestina oleh tiga negara Eropa pekan lalu, Israel memanggil duta besar Irlandia, Spanyol dan Norwegia.
Tak hanya itu, rezim kolonial apartheid Israel mengancam akan menurunkan hubungan diplomatik dengan ketiga negara tersebut.
(sya)