Polisi Thailand Buru Enam Demonstran Reformasi Kerajaan

Rabu, 19 Agustus 2020 - 20:00 WIB
loading...
Polisi Thailand Buru...
Polisi Thailand memburu enam demostran reformasi kerajaan. Foto/Reuters
A A A
BANGKOK - Pihak berwenang Thailand telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap enam aktivis yang ambil bagian dalam demonstrasi yang menyerukan 10 poin reformasi monarki di negara itu. Pernyataan itu dikeluarkan pihak kepolisian Thailand saat para mahasiswa menyerukan lebih banyak aksi protes.

Namun, surat penangkapan itu dikeluarkan bukan terkait tuntutan yang dibuat saat aksi ribuan orang di Universitas Thammasat pada 10 Agustus. Sebaliknya, mereka diburu karena telah melanggar keamanan internal dan langkah-langkah untuk menghentikan penyebaran virus Corona serta kejahatan komputer.

Keenamnya termasuk Panusaya Sithijirawattankul (21) pelajar yang membacakan manifesto menuntut reformasi monarki. Mereka juga termasuk Anon Nampa, yang melakukan seruan publik pertama untuk reformasi kerajaan dan juga telah didakwa atas protes sebelumnya.(Baca: Anak Muda Thailand Tuntut Reformasi Kerajaan )

"Mereka dapat menyerahkan diri hari ini atau kapan pun tetapi tidak boleh membawa orang banyak," kata Letnan Jenderal Polisi Amphol Buarabporn.

"Jika mereka tidak menyerahkan diri, kita bisa menangkap mereka saat mereka terlihat," imbuhnya seperti dikutip dari Reuters, Rabu (19/8/2020).

Protes yang dipimpin mahasiswa telah berlangsung hampir setiap hari selama lebih dari sebulan untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta militer, sebuah konstitusi baru dan diakhirinya pelecehan terhadap para aktivis.

Beberapa mahasiswa juga menyerukan reformasi untuk mengekang kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn atas konstitusi, angkatan bersenjata, dan kekayaan istana sebuah isu yang telah lama menjadi tabu di Thailand.

Menghina monarki dapat menyebabkan hukuman penjara 15 tahun, tetapi Prayuth mengatakan raja tidak meminta penuntutan berdasarkan undang-undang lese majeste untuk saat ini.

Dua dari enam aktivis yang diburu selama unjuk rasa 10 Agustus termasuk di antara tiga orang yang pernah ditangkap dan mendapat jaminan atas penyelenggaraan protes sebelumnya.(Baca: Kartun Hamster Jepang Jadi Simbol Protes Pemuda Thailand )

Prayuth mengatakan bahwa anak muda memiliki hak untuk memprotes, tetapi unjuk rasa di mana seruan untuk reformasi kerajaan dibuat "berjalan terlalu jauh".

Kementerian Ekonomi Digital dan Masyarakat akan mengajukan tuduhan terhadap akademisi yang diasingkan Pavin Chachavalpongpun karena membuat grup Facebook yang dianggap kritis terhadap monarki, kata juru bicara kementerian Putchapong Nodthaisong kepada Reuters.

Grup, yang disebut Pasar Royalist, memiliki lebih dari satu juta anggota.

"Kami telah mengajukan permintaan ke Facebook untuk menghapus seluruh grup, tetapi platform tersebut belum kooperatif," kata Putchapong.

“Jadi kementerian sekarang akan menggunakan Computer Crime Act,” cetusnya.

Kementerian telah meningkatkan upaya untuk mengekang konten online yang dianggapnya kritis terhadap monarki. Mereka telah mengajukan ribuan permintaan tahun ini untuk membatasi atau menghapus konten yang dianggap ilegal, termasuk dugaan penghinaan terhadap kerajaan, di platform media sosial Facebook dan layanan video Google, YouTube.

“Tindakan kementerian adalah bentuk sensor informasi yang paling kasar. Ini bertentangan dengan kebebasan berekspresi yang menjadi hak kita semua,” kata Pavin kepada Reuters.

“Kami memprotes tindakan kementerian dan mendesak Facebook untuk mengabaikan seruannya demi demokrasi dan dukungan untuk kebebasan berbicara," tegasnya.

Aktivis sayap kanan terkemuka berencana untuk bertemu pada Rabu di Bangkok untuk membahas cara untuk melawan protes yang dipimpin mahasiswa.

Siswa sekolah menengah juga berencana untuk melakukan unjuk rasa di Kementerian Pendidikan pada hari Rabu setelah serangkaian demonstrasi pro-demokrasi di sekolah-sekolah di seluruh negeri.(Foto: Gelombang Demonstrasi di Thailand Menuntut Reformasi Demokrasi )
(ber)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1962 seconds (0.1#10.140)