Profil Ebrahim Raisi, Presiden Iran yang Mengalami Kecelakaan Helikopter

Senin, 20 Mei 2024 - 07:53 WIB
loading...
Profil Ebrahim Raisi,...
Ebrahim Raisi, presiden Iran yang mengalami kecelakaan helikopter pada hari Minggu (19/5/2024). Nasibnya tidak jelas setelah kecelakaan tersebut. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Selalu mengenakan sorban hitam dan jubah keagamaan, Presiden ultrakonservatif Iran Ebrahim Raisi menjabat selama periode penuh gejolak konfrontasi di luar negeri dan protes massal di dalam negeri.

Pada hari Minggu, ada kekhawatiran bagi pria berusia 63 tahun itu setelah helikopter yang membawanya mengalami kecelakaan saat cuaca buruk di wilayah pegunungan terpencil di provinsi Azerbaijan Timur, Iran. Nasib sang presiden hingga kini tidak jelas.

Ketika tim pencarian dan penyelamatan menuju ke lokasi yang diduga lokasi kecelakaan dalam kabut tebal, televisi pemerintah di Republik Islam Iran menyiarkan rekaman jamaah yang sedang berdoa di kota asal Raisi.



Profil Presiden Ebrahim Raisi


Presiden Iran—yang kariernya dimulai pada tahun-tahun setelah revolusi Islam tahun 1979 dan dekat dengan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei—mengambil alih kekuasaan pada pemilu tahun 2021 yang diikuti oleh protes dan ketegangan selama bertahun-tahun yang penuh gejolak.

Seperti Khamenei, Raisi sering kali berbicara menantang ketika Iran, negara Muslim Syiah terbesar, berada dalam ketegangan dengan Amerika Serikat dan Israel yang dinyatakan sebagai musuh bebuyutannya.

Raisi mengambil alih kekuasaan setelah pemilu di mana lebih dari separuh pemilih tidak hadir dan beberapa tokoh politik kelas berat dilarang mencalonkan diri.

Dia menggantikan Hassan Rouhani, yang pencapaian utamanya adalah perjanjian nuklir tahun 2015 dengan negara-negara besar yang memberi Iran keringanan sanksi internasional.



Seperti kelompok ultrakonservatif lainnya, Raisi mengkritik keras kubu pendahulunya setelah presiden Amerika Serikat saat itu Donald Trump secara sepihak menarik Amerika dari pakta nuklir pada tahun 2018 dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran.

Raisi mengambil kendali negara yang sedang mengalami krisis sosial dan ekonomi.

Setelah menggambarkan dirinya sebagai pembela masyarakat miskin dalam pemberantasan korupsi, Raisi mengumumkan langkah-langkah penghematan yang menyebabkan kenaikan tajam harga beberapa bahan pokok, sehingga memicu kemarahan terhadap tingginya biaya hidup.

Kemudian, pada akhir tahun 2022, gelombang protes nasional pecah menyusul kematian Mahsa Amini dalam tahanan setelah penangkapannya karena diduga melanggar aturan berpakaian Islami yang ketat untuk perempuan.

Dalam peristiwa penting pada bulan Maret 2023, Iran dan Arab Saudi, yang merupakan musuh lama kawasan, mengumumkan kesepakatan mengejutkan yang memulihkan hubungan diplomatik.

Namun perang Gaza yang pecah sejak 7 Oktober antara Israel dan Hamas menyebabkan ketegangan regional kembali meningkat, dan peningkatan ketegangan menyebabkan Teheran meluncurkan ratusan rudal dan roket langsung ke Israel pada bulan lalu.

Sebelumnya pada hari Minggu, Raisi menekankan dukungan Iran terhadap Palestina—yang merupakan inti dari kebijakan luar negeri negara tersebut sejak Revolusi Islam Iran—dan menyatakan bahwa “Palestina adalah isu pertama dunia Muslim.”

Kepala Kehakiman


Lahir pada tahun 1960 di kota suci Masyhad di timur laut, Raisi saat masih muda, dengan janggut dan berkacamata tipis, belajar teologi dan yurisprudensi Islam di bawah bimbingan Khamenei.

Dia menikah dengan Jamileh Alamolhoda, seorang dosen ilmu pendidikan di Universitas Shahid-Beheshti Teheran. Mereka memiliki dua anak perempuan.

Di usianya yang baru 20 tahun, setelah Revolusi Islam Iran yang menggulingkan monarki yang didukung AS, Raisi diangkat menjadi jaksa agung Karaj di sebelah Teheran.

Dia menjabat sebagai jaksa agung Teheran dari tahun 1989 hingga 1994, wakil kepala Otoritas Kehakiman selama satu dekade sejak tahun 2004, dan kemudian menjadi jaksa agung nasional pada tahun 2014.

Pada tahun 2016, Khamenei menugaskan Raisi untuk memimpin sebuah yayasan badan amal yang mengelola tempat suci Imam Reza yang dihormati di Masyhad dan mengendalikan portofolio aset industri dan properti yang besar.

Tiga tahun kemudian, pemimpin tertinggi mengangkatnya sebagai kepala Otoritas Kehakiman, dan Raisi juga menjadi anggota majelis ahli yang memilih pemimpin tertinggi.

Sorban hitamnya dianggap simbol keturunan langsung Nabi Muhammad SAW, dan beberapa bulan setelah dia menjadi presiden, media Iran mulai menyebut dia dengan gelar ayatollah dalam hierarki ulama Syiah.

Raisi telah masuk dalam daftar hitam sanksi Washington karena keterlibatannya dalam “pelanggaran hak asasi manusia yang serius”—tuduhan yang ditolak karena tidak sah oleh pihak berwenang di Teheran.

Bagi kelompok oposisi dan hak asasi manusia di pengasingan, namanya mengingatkan akan eksekusi massal terhadap kaum Marxis dan kelompok sayap kiri lainnya pada tahun 1988, ketika Raisi menjadi wakil jaksa di Pengadilan Revolusi di Teheran.

Ketika ditanya pada tahun 2018 dan tahun 2020 tentang eksekusi tersebut, Raisi membantah berperan, bahkan ketika dia memuji perintah yang katanya diberikan oleh pendiri Republik Islam Ruhollah Khomeini untuk melanjutkan pembersihan tersebut.

Ketika “Gerakan Hijau” pada tahun 2009 melakukan unjuk rasa menentang kemenangan presiden populis Mahmoud Ahmadinejad untuk masa jabatan kedua yang disengketakan, Raisi tidak kenal kompromi.

“Kepada mereka yang berbicara tentang ‘belas kasih dan pengampunan Islam’, kami menjawab: Kami akan terus menghadapi para perusuh sampai akhir dan kami akan mencabut hasutan ini,” janjinya.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)