Mengapa Tak Ada Pemimpin Amerika Serikat yang Jadi Buronan ICC?
loading...
A
A
A
Contoh, invasi AS ke Irak pada 2003 atas tuduhan rezim Presiden Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Invasi di era kepemimpinan Presiden AS George Walker Bush memicu kecaman global.
Tuduhan rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal diketahui sebagai tuduhan palsu dan Saddam Hussein digulingkan. Imbas invasi itu adalah Irak kacau balau hingga bertahun-tahun.
Namun, ICC tak mengusik Bush dan para pejabat AS.
Contoh lainnya adalah perang AS dan sekutunya di Afghanistan, di mana banyak warga sipil menjadi korbannya.
Mengacu pada definisi ICC, apa yang terjdi di Irak dan Afghanistan semestinya juga termasuk kejahatan perang.
Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC atas warga negaranya. Alasan utamanya adalah kekhawatiran bahwa yurisdiksi ICC dapat digunakan untuk mengejar dan mengadili personel militer dan pejabat pemerintah Amerika Serikat atas tindakan yang dianggap sebagai kejahatan perang atau pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks konflik militer atau kebijakan luar negeri AS.
Selain itu, Amerika Serikat telah mengadopsi "American Service-Members' Protection Act", undang-undang yang memberikan perlindungan hukum bagi personel militer AS dari penangkapan dan penuntutan oleh ICC.
Undang-undang ini, yang dikenal juga sebagai "Undang-Undang Hukum Pelayanan Asing" atau "Hague Invasion Act" memberikan wewenang kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer guna membebaskan personel militer AS yang ditangkap oleh ICC.
Karena Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC atas warganya dan telah mengambil langkah-langkah hukum untuk melindungi personel militernya dari penuntutan ICC, tidak ada tokoh AS yang menjadi buronan ICC.
Tuduhan rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal diketahui sebagai tuduhan palsu dan Saddam Hussein digulingkan. Imbas invasi itu adalah Irak kacau balau hingga bertahun-tahun.
Namun, ICC tak mengusik Bush dan para pejabat AS.
Contoh lainnya adalah perang AS dan sekutunya di Afghanistan, di mana banyak warga sipil menjadi korbannya.
Mengacu pada definisi ICC, apa yang terjdi di Irak dan Afghanistan semestinya juga termasuk kejahatan perang.
Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC atas warga negaranya. Alasan utamanya adalah kekhawatiran bahwa yurisdiksi ICC dapat digunakan untuk mengejar dan mengadili personel militer dan pejabat pemerintah Amerika Serikat atas tindakan yang dianggap sebagai kejahatan perang atau pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks konflik militer atau kebijakan luar negeri AS.
Selain itu, Amerika Serikat telah mengadopsi "American Service-Members' Protection Act", undang-undang yang memberikan perlindungan hukum bagi personel militer AS dari penangkapan dan penuntutan oleh ICC.
Undang-undang ini, yang dikenal juga sebagai "Undang-Undang Hukum Pelayanan Asing" atau "Hague Invasion Act" memberikan wewenang kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer guna membebaskan personel militer AS yang ditangkap oleh ICC.
Karena Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC atas warganya dan telah mengambil langkah-langkah hukum untuk melindungi personel militernya dari penuntutan ICC, tidak ada tokoh AS yang menjadi buronan ICC.
(mas)