Eks Pegawai OHCHR Ungkap Praktik Suap China di Badan-badan PBB

Kamis, 25 April 2024 - 09:45 WIB
loading...
A A A
Untuk mencapai tujuan ini, penting bagi pelapor seperti PBB untuk tidak bersuara menentang aktivitas China. Mereka juga berusaha mempengaruhi pemungutan suara di PBB untuk menghentikan diskusi mengenai topik-topik yang memalukan bagi China agar tidak terjadi di forum internasional.

Hegemoni China


Salah satu laporan paling memberatkan dari OHCHR terhadap China adalah mengenai pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang. Laporan tersebut, yang dirilis pada 31 Agustus 2022, menyimpulkan bahwa perlakuan terhadap warga Uighur oleh otoritas China merupakan "kejahatan internasional, khususnya kejahatan terhadap kemanusiaan."

Masyarakat Tibet juga telah diperlakukan dengan cara sama di masa lalu. Upaya terbaru di dataran tinggi tersebut adalah memisahkan anak-anak Tibet di sekolah berasrama dari keluarga mereka dan melatih mereka dengan cara-cara China. Tujuan Partai Komunis China adalah untuk membawa semua komunitas minoritas di China di bawah dominasi etnis Han.

Contoh paling mencolok tentang bagaimana demokrasi diinjak-injak di China adalah Daerah Administratif Khusus Hong Kong. Sejak tahun 2019, upaya sistematis dilakukan untuk mencekik lembaga-lembaga demokrasi di kota kepulauan yang pernah berada di bawah kekuasaan Inggris; seperti peradilan yang independen, badan legislatif yang representatif, dan pers yang bebas.

Menyusul dua undang-undang kontroversial, yaitu Undang-Undang Keamanan Nasional dan Pasal 23, aktivis politik dan jurnalis telah ditangkap, surat kabar independen telah ditutup dan suara perbedaan pendapat telah dikekang. Hal ini merupakan bagian dari kebijakan mendorong pemerintahan otokratis di China dengan membungkam suara perbedaan pendapat.

Tujuan utama pemerintah China di bawah Presiden Xi Jinping adalah menyebarkan hegemoni global dengan menyabotase tatanan internasional yang berdasarkan aturan. Di Laut China Selatan, Beijing mengeklaim kedaulatan atas seluruh jalur perairan tersebut dengan menyangkal klaim sah negara-negara pesisir lainnya: Vietnam, Filipina, Taiwan, dan Brunei Darussalam.

Pada tahun 2016, China bahkan menolak menerima putusan arbitrase dari Mahkamah Internasional atas sengketa di Laut China Selatan yang menguntungkan Filipina dan mementahkan klaim China.

India juga menerima dampak dari kebijakan China yang menolak mematuhi tatanan internasional berbasis aturan. Pada tahun 2020, yang jelas-jelas melanggar serangkaian protokol bilateral untuk pengelolaan wilayah sengketa di perbatasan India-China, tentara China menduduki sekitar 1.000 kilometer persegi wilayah sengketa. Tujuan China di sini juga adalah untuk memperluas hegemoninya atas wilayah Himalaya yang penting dan strategis.
(mas)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1460 seconds (0.1#10.140)