Nadia Murad Tantang Dunia Perangi Pemerkosaan sebagai Senjata Perang

Senin, 10 Desember 2018 - 11:15 WIB
Nadia Murad Tantang Dunia Perangi Pemerkosaan sebagai Senjata Perang
Nadia Murad Tantang Dunia Perangi Pemerkosaan sebagai Senjata Perang
A A A
OSLO - Nadia Murad, mantan budak seks ISIS yang meraih Hadiah Nobel Perdamaian, menantang dunia untuk memerangi pemerkosaan sebagai sebagai senjata perang. Dokter Kongo Denis Mukwege yang juga meraih nobel yang sama juga ikut menyuarakan tantangan tersebut.

Hadiah Nobel Perdamaian akan diserahkan kepada Nadia Murad dan Mukwege pada hari Senin (10/12/2018) di Oslo.

Kisah hidup Nadia telah menjadi sorotan dunia. Wanita Yazidi Irak yang pernah disandera dan dijadikan budak seks kelompok Islamic State atau ISIS ini bangkit dari keterpurukan dan mengadvokasi orang-orang Yazidi yang bernasib serupa.

Sedangkan Mukwege dijuluki sebagai "Dokter Keajaiban" atas kiprahnya membantu korban kekerasan seksual.

Komite Nobel Norwegia pada Oktober lalu mengatakan hadiah itu diberikan atas upaya mereka untuk mengakhiri penggunaan kekerasan seksual sebagai senjata perang dan konflik bersenjata.

Para pemenang nobel itu telah mendedikasikan penghargaan mereka untuk korban pemerkosaan di seluruh dunia. Mereka berharap Hadiah Nobel Perdamaian akan meningkatkan kesadaran akan kekerasan seksual dan membuat lebih sulit bagi dunia untuk mengabaikannya.

"Kami tidak dapat mengatakan bahwa kami tidak bertindak karena kami tidak tahu. Sekarang semua orang tahu. Dan saya pikir sekarang komunitas internasional memiliki tanggung jawab untuk bertindak," kata Mukwege kepada wartawan pada konferensi pers pada hari Minggu, seperti dikutip AFP.

Dokter bedah tersebut telah menghabiskan 20 tahun mengobati luka dan trauma emosional yang diderita para wanita di wilayah Kongo yang yang dilanda perang.

"Apa yang kita lihat selama konflik bersenjata adalah bahwa tubuh perempuan menjadi medan perang dan ini tidak dapat diterima," katanya.

Sedangkan Nadia Murad mengatakan; "Nobel adalah 'tanda' bagi ribuan wanita yang masih disandera oleh para jihadis."

"Hadiah ini, sebuah hadiah tidak dapat menghapus semua kekerasan dan semua serangan pada wanita hamil, pada anak-anak, pada wanita dan memberi mereka keadilan," katanya.

Wanita Yazidi Irak ini berharap Hadiah Nobel Perdamaian tersebut bisa membuka pintu untuk mendekati lebih banyak pemerintah."Untuk membawa para pelaku ke pengadilan dan agar kami dapat menemukan solusi dan benar-benar menghentikan apa yang sedang terjadi," ujarnya.

Para penerima hadiah telah datang untuk mewakili perjuangan melawan momok global yang melampaui semua konflik tunggal.

"Masing-masing dengan cara mereka sendiri telah membantu memberikan visibilitas yang lebih besar terhadap kekerasan seksual saat perang, sehingga para pelaku dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan mereka," kata ketua komite Nobel, Berit Reiss-Andersen, ketika penghargaan itu diumumkan pada bulan Oktober lalu.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4851 seconds (0.1#10.140)