Sebelum Diguncang Gempa Besar, Taiwan Digertak 30 Pesawat dan 9 Kapal Perang China

Kamis, 04 April 2024 - 07:54 WIB
loading...
Sebelum Diguncang Gempa Besar, Taiwan Digertak 30 Pesawat dan 9 Kapal Perang China
Bangunan besar di Hualien, Taiwan, roboh miring setelah diguncang gempa magnitudo 7,4 pada Rabu. Sebelum gempar terjadi, Taiwan didekati puluhan pesawat militer dan kapal perang China. Foto/National Fire Agency via AP
A A A
TAIPEI - Pemerintah Taiwan mengatakan pada Rabu bahwa 30 pesawat militer dan sembilan kapal perang China terdeteksi mendekati pulau. Beberapa jam kemudian, pulau tersebut diguncang gempa besar magnitudo 7,4.

China menganggap Taiwan yang memiliki pemerintahan sendiri sebagai wilayahnya, dan tidak pernah berhenti menggunakan kekuatan untuk menjadikan pulau itu berada di bawah kendalinya.

Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan 20 pesawat melintasi wilayah yang disebut Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) pulau tersebut.

"Angkatan Bersenjata Taiwan memantau situasi dan mengerahkan pesawat (patroli), kapal Angkatan Laut, dan sistem rudal pesisir sebagai respons terhadap aktivitas yang terdeteksi," katanya dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip news.com.au, Kamis (4/4/2024).



Beberapa jam setelah masalah keamanan terjadi, pulau itu dilanda gempa magnitudo 7,4—sebelumnya dilaporkan media lokal kekuatannya magnitudo 7,7.

Gempa besar itu terjadi tepat sebelum pukul 08.00 pagi waktu setempat, dan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) memperkirakan pusat gempa berada di 18 km selatan Kota Hualien, Taiwan, pada kedalaman 34,8 km.

Gempa susulan, termasuk gempa magnitudo 6,5 lainnya di dekat Hualien, juga terasa di Taipei.

Rekaman video menunjukkan tingkat kerusakan yang berbeda-beda, ketika pusat operasi darurat Taipei mengungkapkan setidaknya tujuh orang tewas dan puluhan lainnya dinyatakan hilang.

Gempa bumi ini telah menambah ketegangan di Taiwan karena pulau tersebut menghadapi tekanan politik yang terus-menerus dari China.

Bulan lalu, Taiwan mendeteksi 36 pesawat tempur China di sekitar pulau itu selama periode 24 jam, jumlah harian tertinggi tahun ini.

Peningkatan serbuan ini mengikuti pola yang oleh para ahli disebut sebagai tindakan “zona abu-abu”—aksi yang tidak termasuk dalam tindakan perang.

Hal ini telah meningkat sejak terpilihnya Presiden Tsai Ing-wen pada tahun 2016, yang menganggap Taiwan “sudah merdeka”—sebuah posisi yang dianggap tidak dapat diterima oleh Beijing.

China mengerahkan pesawat tempur dan kapal Angkatan Laut di sekitar Taiwan hampir setiap hari, dan penerbangan balon di pulau tersebut juga meningkat.

Wakil Presiden Taiwan saat ini, Lai Ching-te—yang tidak disukai oleh Beijing—telah memenangkan pemilihan presiden pada 13 Januari.

Lai dan Wakil Presiden terpilih Hsiao Bi-khim dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa akan mulai menjabat pada 20 Mei mendatang.

Taiwan termasuk di antara masalah yang dibahas oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan pemimpin China Xi Jinping dalam panggilan telepon pada hari Selasa.

Gedung Putih mengatakan Biden menekan Xi untuk memastikan “perdamaian dan stabilitas” di Selat Taiwan menjelang pelantikan Lai.

Xi mengatakan kepada Biden bahwa Taiwan tetap menjadi “garis merah yang tidak dapat dilewati” bagi Beijing, menurut media pemerintah China.

Amerika Serikat mengalihkan pengakuannya pada tahun 1979 dari Taipei ke Beijing, namun tetap menjadi mitra utama pulau tersebut.

Kongres AS pada tahun 1979 mengesahkan undang-undang yang mewajibkan Amerika Serikat untuk memberikan senjata kepada Taiwan untuk mempertahankan diri dan memastikan bahwa perwakilan pulau tersebut di Amerika Serikat diperlakukan sebagai diplomat asing kecuali namanya saja.

China tidak memelihara hubungan dengan negara-negara yang mengakui Taiwan dan telah meningkatkan upaya untuk mengisolasi Taipei secara diplomatis dalam beberapa tahun terakhir.

Pada bulan Januari, negara kecil di Pasifik Selatan, Nauru, mengalihkan pengakuannya dari Taipei ke Beijing.

Artinya, hanya tersisa 12 negara, termasuk Vatikan, yang sepenuhnya mengakui Taiwan.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1048 seconds (0.1#10.140)