79 Anak Diculik dari Sekolah di Kamerun

Rabu, 07 November 2018 - 07:05 WIB
79 Anak Diculik dari Sekolah di Kamerun
79 Anak Diculik dari Sekolah di Kamerun
A A A
YAOUNDE - Pihak berwenang di Kamerun tengah mencari lebih dari 80 siswa dan staf yang diculik dari sebuah sekolah pada Senin pagi.

Sedikitnya 79 siswa dan tiga staf sekolah diculik dari Sekolah Menengah Presbiterian Nkwen di Bamenda, ibu kota daerah barat laut yang bermasalah, menurut Associated Press. Anak-anak yang menjadi korban penculikan berusia sekitar 11 hingga 17 tahun.

"Sangat disayangkan ini terjadi, bahwa 79 anak kami dan tiga staf mereka dapat dijemput oleh teroris," kata Gubernur wilayah barat laut, Deben Tchoffo.

"Kami telah meminta militer kami untuk melakukan segalanya dan membawa kembali anak-anak dalam kondisi hidup," imbuhnya seperti disitir dari ABCNews.go, Rabu (7/11/2018).

Pada hari Senin, sebuah video dirilis di media sosial yang diklaim menunjukkan sekelompok anak laki-laki yang diculik dari sekolah menengah. Dalam video itu, mereka menyebut diri mereka "anak laki-laki Amba," mengacu pada negara Ambazonia yang berbahasa Inggris yang terkunci dalam perjuangan kemerdekaan dengan pemerintah Kamerun.

Sementara keaslian video belum dikonfirmasi, Associated Press melaporkan bahwa orang tua mengenali anak-anak mereka dari rekaman tersebut.

Gubernur daerah itu, Adolphe Lele L’Afrique, mengklaim bahwa milisi separatis berada di balik penculikan tersebut, menurut BBC. Tentara Kamerun saat ini tengah melakukan pencarian yang luas untuk anak-anak yang diculik.

Kelompok hak asasi manusia dengan cepat mengecam aksi penculikan itu. Juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mengutuk penculikan itu.

"Tidak ada pembenaran untuk kejahatan-kejahatan ini terhadap warga sipil, terutama anak di bawah umur," kata Dujarric.

Direktur regional UNICEF untuk Afrika Barat dan Tengah, Marie-Pierre Poirier, mengatakan bahwa dia sangat prihatin atas insiden itu.

"Serangan terhadap sekolah adalah pelanggaran hak anak dan sekolah harus menjadi tempat yang aman dan dilindungi setiap saat," kata Poirier dalam sebuah pernyataan.

"UNICEF prihatin dengan eskalasi konflik di wilayah Barat Laut dan Barat Daya Kamerun dan menyerukan kepada semua pihak untuk mengizinkan akses kemanusiaan kepada orang-orang yang membutuhkan di daerah-daerah yang terkena dampak," imbaunya.

Kamerun telah dipengaruhi oleh ketegangan sektarian sejak pemungutan suara pada tahun 1961 menyatukan utara dan selatan negara itu.

Laporan terbaru PBB mengatakan bahwa ada sekitar 437 ribu pengungsi internal di wilayah barat daya dan barat laut Kamerun, yang telah terkena dampak paling keras oleh ketegangan antara minoritas berbahasa Inggris di negara itu dan mayoritas yang berbahasa Prancis.

"Pada bulan November 2017, krisis sosio-politik semakin diterjemahkan ke dalam ketidakamanan dan kekerasan bersenjata," Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan melaporkan pada Mei 2018.

"Sejak itu, eskalasi ketegangan dan meningkatnya permusuhan antara kelompok bersenjata non-negara dan pertahanan serta pasukan keamanan telah memicu kebutuhan bantuan kemanusiaan di dua wilayah, terkait dengan perpindahan internal yang signifikan," sambung laporan itu.

Salah satu bidang utama yang terkena dampak krisis kemanusiaan adalah pendidikan, karena konflik telah berdampak pada 40 sekolah dan 42.500 anak usia sekolah hak atas pendidikan, menempatkan anak-anak pada risiko yang lebih besar dari eksploitasi, pekerja anak, pernikahan dini dan kehamilan yang tidak diinginkan, PBB melaporkan.

Ada persepsi umum bahwa sekolah akan menjadi sasaran serangan, tambah laporan itu.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3556 seconds (0.1#10.140)