Kanada: Kejahatan Militer Myanmar pada Rohingya Adalah Genosida

Sabtu, 22 September 2018 - 03:47 WIB
Kanada: Kejahatan Militer Myanmar pada Rohingya Adalah Genosida
Kanada: Kejahatan Militer Myanmar pada Rohingya Adalah Genosida
A A A
OTTAWA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah Kanada menyatakan kejahatan yang dilakukan militer Myanmar terhadap komunitas Muslim Rohingya adalah genosida. Parlemen negara itu setuju dengan temuan penyelidik PBB.

"Legislator Kanada mengakui bahwa kejahatan terhadap Rohingya merupakan genosida," bunyi kesimpulan hasil voting House of Commons Kanada.

Organisasi-organisasi hak asasi manusia menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan oleh geng, dan pembakaran selama operasi militer berdarah pada Agustus tahun lalu setelah pos-pos militer diserang kelompok gerilyawan Rohingya yang dikenal sebagai ARSA.

Lebih dari 700.000 warga Rohingya terpaksa melarikan diri ke Bangladesh, tempat mereka sekarang tinggal di kamp pengungsi yang sempit.

Sebelumnya, penyelidik PBB menyerukan para jenderal Myanmar diadili dan dituntut atas kejahatan genosida.

"Saya ingin menggarisbawahi betapa tragisnya, betapa mengerikannya kejahatan terhadap Rohingya," kata Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland.

"Kami memimpin upaya internasional untuk keadilan dan akuntabilitas bagi Rohingya," ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera, Sabtu (22/9/2018). "Gerakan bulat hari ini adalah langkah yang sangat penting dalam upaya itu."

Pengamat hak asasi manusia menyebut deklarasi Kanada itu sebagai tonggak penting.

Laporan PBB yang diterbitkan bulan lalu mengatakan para jenderal militer, termasuk Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing, harus menghadapi penyelidikan dan penuntutan atas "niat genosida" di Negara Bagian Rakhine utara, Myanmar.

Para jenderal juga dianggap melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang lainnya di negara bagian Kachin dan Shan.

Myanmar telah membantah melakukan pelanggaran seperti yang dituduhkan.

Bangladesh dan Myanmar sejatinya telah menandatangani perjanjian pada tahun lalu untuk memulangkan para pengungsi Rohingya. Namun, pelaksanannya terhenti karena para warga Rohingya takut untuk kembali ke Rakhine tanpa jaminan keamanan dan pengembalian hak-hak mereka.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4316 seconds (0.1#10.140)