Krisis Properti Lemahkan Ekonomi China, Investor Asing Lirik Negara Lain
loading...
A
A
A
Biden mungkin tidak akan menaikkan tarif secara dramatis. Namun, dia mungkin akan meningkatkan pembatasan pada bidang teknologi, yang sejauh ini sudah merugikan China.
Pada Oktober 2023, pemerintahan Biden memberlakukan pembatasan penjualan semikonduktor oleh perusahaan AS ke China. Para analis sekarang memperkirakan Biden akan menerapkan pembatasan baru.
Tindakan seperti itu tidak akan memberikan dampak baik bagi perekonomian China yang kini berada dalam kondisi deflasi, yang mengindikasikan kurangnya permintaan. Di saat prospek ekspor terpukul pembatasan dan hambatan tarif; permintaan domestik juga gagal meningkat, menyusul jatuhnya pasar real estate.
Keruntuhan ini terjadi di dua sisi, baik di ranah domestik atau luar negeri. Hal yang dipertaruhkan adalah 24 persen produk domestik bruto (PDB) dan 70 persen tabungan rumah tangga China.
Sistem keuangan sudah kewalahan, baik karena gagal bayar pinjaman oleh pengembang properti maupun kebangkrutan pemerintah daerah yang mengumpulkan utang sebesar USD13 triliun. Sebelum krisis, penjualan tanah kepada pengembang merupakan sumber pendapatan utama pemerintah daerah di China.
Ketika aliran pendapatan mengering, pemerintah daerah menjadi bangkrut. Pasar saham runtuh. Investor saham China di seluruh dunia kehilangan USD7 triliun sejak tahun 2021.
Turbulensi telah berdampak buruk pada permintaan. Harga konsumen China merosot lebih dalam ke wilayah deflasi. Secara tahunan, indeks harga konsumen (CPI) turun 0,8 persen di bulan Januari.
Penurunan ini merupakan yang paling tajam sejak September 2009 dan menandai penurunan selama empat bulan berturut-turut.
Penerbit online, Visual Capitalist, memperkirakan inflasi sebesar 1,9 persen di China pada 2024, lebih rendah dari 2,6 persen di Jepang yang dilanda resesi. Visual Capitalist mengambil data inti dari lembaga global seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Knight Frank, dan lain-lain.
Singkat cerita, perekonomian dunia telah mengalami perlambatan sejak tahun 2023 dan mungkin akan terus mengalami perlambatan di tahun 2024.
Pada Oktober 2023, pemerintahan Biden memberlakukan pembatasan penjualan semikonduktor oleh perusahaan AS ke China. Para analis sekarang memperkirakan Biden akan menerapkan pembatasan baru.
Tindakan seperti itu tidak akan memberikan dampak baik bagi perekonomian China yang kini berada dalam kondisi deflasi, yang mengindikasikan kurangnya permintaan. Di saat prospek ekspor terpukul pembatasan dan hambatan tarif; permintaan domestik juga gagal meningkat, menyusul jatuhnya pasar real estate.
Keruntuhan ini terjadi di dua sisi, baik di ranah domestik atau luar negeri. Hal yang dipertaruhkan adalah 24 persen produk domestik bruto (PDB) dan 70 persen tabungan rumah tangga China.
Sistem keuangan sudah kewalahan, baik karena gagal bayar pinjaman oleh pengembang properti maupun kebangkrutan pemerintah daerah yang mengumpulkan utang sebesar USD13 triliun. Sebelum krisis, penjualan tanah kepada pengembang merupakan sumber pendapatan utama pemerintah daerah di China.
Ketika aliran pendapatan mengering, pemerintah daerah menjadi bangkrut. Pasar saham runtuh. Investor saham China di seluruh dunia kehilangan USD7 triliun sejak tahun 2021.
Turbulensi telah berdampak buruk pada permintaan. Harga konsumen China merosot lebih dalam ke wilayah deflasi. Secara tahunan, indeks harga konsumen (CPI) turun 0,8 persen di bulan Januari.
Kerentanan China
Penurunan ini merupakan yang paling tajam sejak September 2009 dan menandai penurunan selama empat bulan berturut-turut.
Penerbit online, Visual Capitalist, memperkirakan inflasi sebesar 1,9 persen di China pada 2024, lebih rendah dari 2,6 persen di Jepang yang dilanda resesi. Visual Capitalist mengambil data inti dari lembaga global seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Knight Frank, dan lain-lain.
Singkat cerita, perekonomian dunia telah mengalami perlambatan sejak tahun 2023 dan mungkin akan terus mengalami perlambatan di tahun 2024.