Pria Ini Disuntik Vaksin Covid-19 Sebanyak 217 Kali, Ini yang Terjadi Padanya
loading...
A
A
A
BERLIN - Seorang pria berusia 62 tahun di Jerman telah menerima 217 suntikan vaksin Covid-19 selama periode 29 bulan.
Menurut para peneliti, pria tersebut masih memiliki sistem kekebalan yang berfungsi setelah menerima suntikan vaksin dalam jumlah tidak wajar tersebut.
Pria asal Magdeburg tersebut menjalani suntikan berulang kali dengan sengaja dan karena alasan pribadi dan bertentangan dengan rekomendasi otoritas kesehatan nasional. Demikian laporan penelitian yang diterbitkan minggu ini di jurnal Lancet Infectious Diseases.
“Sepanjang jadwal hipervaksinasi [dia] tidak melaporkan adanya efek samping terkait vaksinasi,” tulis para peneliti dari Universitas Friedrich Alexander Erlangen-Nuremberg dan Rumah Sakit Universitas Erlangen.
“Kami tidak mendukung hipervaksinasi sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan adaptif.”
Studi tersebut menunjukkan bahwa pria itu menerima suntikan vaksin Covid-19 pertamanya—vaksin Johnson & Johnson dosis tunggal—pada tanggal 3 Juni 2021.
Dia kemudian mulai mendapatkan dosis yang diproduksi oleh beberapa perusahaan seperti AstraZeneca dan Moderna sebelum meningkatkan jadwal vaksinasi pada bulan Januari 2022, puncak varian omikron.
Data menunjukkan selama dua minggu terakhir bulan itu, pria tersebut mendapat suntikan vaksin Covid-19 setiap hari kecuali satu, seringkali mendapat satu dosis di setiap lengan.
Dia kemudian melakukan hal yang sama selama 12 hari pertama bulan Februari 2022.
“Barang bukti 130 vaksinasi dalam jangka waktu 9 bulan dikumpulkan oleh jaksa penuntut umum Magdeburg, Jerman, yang membuka penyelidikan atas kasus ini dengan tuduhan penipuan, namun tuntutan pidana tidak diajukan,” lanjut laporan penelitian tersebut.
“108 vaksinasi dicatat secara individual dan sebagian tumpang tindih dengan total 130 vaksinasi yang dikonfirmasi oleh jaksa.”
Vaksinasi dilaporkan berlanjut hingga November tahun lalu.
“Singkatnya, laporan kasus kami menunjukkan bahwa hipervaksinasi SARS-CoV-2 tidak menimbulkan efek samping dan meningkatkan jumlah antibodi spesifik lonjakan dan sel T tanpa memberikan efek positif atau negatif yang kuat pada kualitas intrinsik respons imun adaptif," imbuh laporan tersebut.
“Meskipun kami tidak menemukan tanda-tanda infeksi terobosan SARS-CoV-2 pada [pria tersebut] hingga saat ini, tidak dapat diklarifikasi apakah hal ini ada hubungannya dengan rejimen hipervaksinasi.”
Para peneliti mengaku melakukan penelitian tersebut setelah mengajukan proposal kepada pria yang bersangkutan melalui jaksa penuntut umum.
"Dia kemudian secara aktif dan sukarela menyetujui untuk memberikan informasi medis dan menyumbangkan darah dan air liur," imbuh laporan penelitian.
“Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa sel-sel kekebalan akan menjadi kurang efektif setelah terbiasa dengan antigen,” kata Universitas Friedrich Alexander Erlangen-Nuremberg dalam sebuah pernyataan.
“Hal ini terbukti tidak terjadi pada individu tersebut: sistem kekebalan tubuhnya berfungsi penuh,” lanjut pernyataan itu, seperti dikutip Fox News, Kamis (7/3/2024).
“Tes lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada efektivitas sistem kekebalan terhadap patogen lain. Oleh karena itu, tampaknya hipervaksinasi tidak merusak sistem kekebalan tubuh.”
Menurut para peneliti, pria tersebut masih memiliki sistem kekebalan yang berfungsi setelah menerima suntikan vaksin dalam jumlah tidak wajar tersebut.
Pria asal Magdeburg tersebut menjalani suntikan berulang kali dengan sengaja dan karena alasan pribadi dan bertentangan dengan rekomendasi otoritas kesehatan nasional. Demikian laporan penelitian yang diterbitkan minggu ini di jurnal Lancet Infectious Diseases.
“Sepanjang jadwal hipervaksinasi [dia] tidak melaporkan adanya efek samping terkait vaksinasi,” tulis para peneliti dari Universitas Friedrich Alexander Erlangen-Nuremberg dan Rumah Sakit Universitas Erlangen.
Baca Juga
“Kami tidak mendukung hipervaksinasi sebagai strategi untuk meningkatkan kekebalan adaptif.”
Studi tersebut menunjukkan bahwa pria itu menerima suntikan vaksin Covid-19 pertamanya—vaksin Johnson & Johnson dosis tunggal—pada tanggal 3 Juni 2021.
Dia kemudian mulai mendapatkan dosis yang diproduksi oleh beberapa perusahaan seperti AstraZeneca dan Moderna sebelum meningkatkan jadwal vaksinasi pada bulan Januari 2022, puncak varian omikron.
Data menunjukkan selama dua minggu terakhir bulan itu, pria tersebut mendapat suntikan vaksin Covid-19 setiap hari kecuali satu, seringkali mendapat satu dosis di setiap lengan.
Dia kemudian melakukan hal yang sama selama 12 hari pertama bulan Februari 2022.
“Barang bukti 130 vaksinasi dalam jangka waktu 9 bulan dikumpulkan oleh jaksa penuntut umum Magdeburg, Jerman, yang membuka penyelidikan atas kasus ini dengan tuduhan penipuan, namun tuntutan pidana tidak diajukan,” lanjut laporan penelitian tersebut.
“108 vaksinasi dicatat secara individual dan sebagian tumpang tindih dengan total 130 vaksinasi yang dikonfirmasi oleh jaksa.”
Vaksinasi dilaporkan berlanjut hingga November tahun lalu.
“Singkatnya, laporan kasus kami menunjukkan bahwa hipervaksinasi SARS-CoV-2 tidak menimbulkan efek samping dan meningkatkan jumlah antibodi spesifik lonjakan dan sel T tanpa memberikan efek positif atau negatif yang kuat pada kualitas intrinsik respons imun adaptif," imbuh laporan tersebut.
“Meskipun kami tidak menemukan tanda-tanda infeksi terobosan SARS-CoV-2 pada [pria tersebut] hingga saat ini, tidak dapat diklarifikasi apakah hal ini ada hubungannya dengan rejimen hipervaksinasi.”
Para peneliti mengaku melakukan penelitian tersebut setelah mengajukan proposal kepada pria yang bersangkutan melalui jaksa penuntut umum.
"Dia kemudian secara aktif dan sukarela menyetujui untuk memberikan informasi medis dan menyumbangkan darah dan air liur," imbuh laporan penelitian.
“Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa sel-sel kekebalan akan menjadi kurang efektif setelah terbiasa dengan antigen,” kata Universitas Friedrich Alexander Erlangen-Nuremberg dalam sebuah pernyataan.
“Hal ini terbukti tidak terjadi pada individu tersebut: sistem kekebalan tubuhnya berfungsi penuh,” lanjut pernyataan itu, seperti dikutip Fox News, Kamis (7/3/2024).
“Tes lebih lanjut menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada efektivitas sistem kekebalan terhadap patogen lain. Oleh karena itu, tampaknya hipervaksinasi tidak merusak sistem kekebalan tubuh.”
(mas)