Sahkan RUU, Ghana Bakal Penjarakan Orang-orang LGBT
loading...
A
A
A
Hal ini juga disampaikan oleh ketua badan PBB yang menangani AIDS, Winnie Byanyima.
"Jika RUU Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Keluarga Ghana menjadi undang-undang, hal ini akan memperburuk ketakutan dan kebencian, dapat memicu kekerasan terhadap sesama warga Ghana, dan akan berdampak negatif pada kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, dan kebebasan berserikat," katanya, seperti dikutip BBC, Kamis (29/2/2024).
"Ini akan menghalangi akses terhadap layanan penyelamatan jiwa dan membahayakan keberhasilan pembangunan Ghana," ujarnya.
RUU tersebut mengusulkan hukuman penjara hingga 10 tahun bagi siapa pun yang terlibat dalam kampanye advokasi LGBTQ+ yang ditujukan untuk anak-anak.
Lebih lanjut, RUU itu juga mendorong masyarakat untuk melaporkan anggota komunitas LGBTQ+ kepada pihak berwenang untuk dilakukan tindakan yang diperlukan.
Para anggota Parlemen mengatakan RUU tersebut dirancang sebagai tanggapan terhadap pembukaan pusat komunitas LGBTQ+ pertama di Ghana di ibu kota, Accra, pada Januari 2021.
Polisi menutup pusat tersebut menyusul protes masyarakat, dan tekanan dari badan-badan keagamaan dan pemimpin tradisional di negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.
Pada saat itu, Dewan Kristen Ghana dan Dewan Pantekosta dan Karismatik Ghana mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa menjadi LGBTQ+ adalah asing bagi budaya Ghana dan sistem nilai keluarga dan, oleh karena itu, warga negara ini tidak dapat menerimanya.
"Jika RUU Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Keluarga Ghana menjadi undang-undang, hal ini akan memperburuk ketakutan dan kebencian, dapat memicu kekerasan terhadap sesama warga Ghana, dan akan berdampak negatif pada kebebasan berbicara, kebebasan bergerak, dan kebebasan berserikat," katanya, seperti dikutip BBC, Kamis (29/2/2024).
"Ini akan menghalangi akses terhadap layanan penyelamatan jiwa dan membahayakan keberhasilan pembangunan Ghana," ujarnya.
RUU tersebut mengusulkan hukuman penjara hingga 10 tahun bagi siapa pun yang terlibat dalam kampanye advokasi LGBTQ+ yang ditujukan untuk anak-anak.
Lebih lanjut, RUU itu juga mendorong masyarakat untuk melaporkan anggota komunitas LGBTQ+ kepada pihak berwenang untuk dilakukan tindakan yang diperlukan.
Para anggota Parlemen mengatakan RUU tersebut dirancang sebagai tanggapan terhadap pembukaan pusat komunitas LGBTQ+ pertama di Ghana di ibu kota, Accra, pada Januari 2021.
Polisi menutup pusat tersebut menyusul protes masyarakat, dan tekanan dari badan-badan keagamaan dan pemimpin tradisional di negara yang mayoritas penduduknya beragama Kristen.
Pada saat itu, Dewan Kristen Ghana dan Dewan Pantekosta dan Karismatik Ghana mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa menjadi LGBTQ+ adalah asing bagi budaya Ghana dan sistem nilai keluarga dan, oleh karena itu, warga negara ini tidak dapat menerimanya.
(mas)