Kemenangan Prabowo Dinilai Cacat, Aktivis Harap Anies dan Ganjar Menggugat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Aktivis demokrasi menilai kemenangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam hitung cepat pemilihan presiden (pilpres) 2024 cacat.
Kubu Prabowo telah jauh-jauh hari menepis penilaian semacam itu.
Usman Hamid, aktivis demokrasi yang juga direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, menilai kemenangan Prabowo cacat karena dipenuhi praktik kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Kepada BBC Indonesia, Usman mengatakan kecurangan itu dimulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial, penyalahgunaan peran aparatur negara, dan penyelewengan bantuan sosial.
Lebih lanjut, dia mengatakan kemenangan Prabowo-Gibran—versi hitung cepat berbagai lembaga survei—akan membawa demokrasi Indonesia menuju kemerosotan yang lebih buruk lagi.
Menurutnya, aksi-aksi protes akan direpresi oleh gaya kepemimpinan yang disebut Usman sebagai otoritarian.
"Jadi meskipun dia sudah cukup tua di usianya 72 tahun, tapi usia bukan penentu apakah seseorang akan memajukan atau memundurkan demokrasi Indonesia," ujar Usman.
Aktivis ini meyakini suara-suara yang mengguggat keabsahan dan kecurangan pemilu masih akan terus berlangsung meskipun proses pelantikan akan dilakukan nantinya.
Terlebih, sambung dia, jika dua kubu yang kalah dalam hitung cepat menyatakan tak menerima hasil pemilu.
Kubu Prabowo telah jauh-jauh hari menepis penilaian semacam itu.
Usman Hamid, aktivis demokrasi yang juga direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, menilai kemenangan Prabowo cacat karena dipenuhi praktik kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Kepada BBC Indonesia, Usman mengatakan kecurangan itu dimulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang kontroversial, penyalahgunaan peran aparatur negara, dan penyelewengan bantuan sosial.
Lebih lanjut, dia mengatakan kemenangan Prabowo-Gibran—versi hitung cepat berbagai lembaga survei—akan membawa demokrasi Indonesia menuju kemerosotan yang lebih buruk lagi.
Menurutnya, aksi-aksi protes akan direpresi oleh gaya kepemimpinan yang disebut Usman sebagai otoritarian.
"Jadi meskipun dia sudah cukup tua di usianya 72 tahun, tapi usia bukan penentu apakah seseorang akan memajukan atau memundurkan demokrasi Indonesia," ujar Usman.
Aktivis ini meyakini suara-suara yang mengguggat keabsahan dan kecurangan pemilu masih akan terus berlangsung meskipun proses pelantikan akan dilakukan nantinya.
Terlebih, sambung dia, jika dua kubu yang kalah dalam hitung cepat menyatakan tak menerima hasil pemilu.