Ini Strategi Utama Xi Jinping yang Menjadikan China sebagai Raksasa Dunia
loading...
A
A
A
BEIJING - Ketika fase terbaru dari tindakan keras anti-korupsi yang dilancarkan Presiden China Xi Jinping berhasil menghancurkan perbankan tingkat tinggi dan kekuatan roket nuklir elit. Beberapa pihak mempertanyakan kapan tindakan tersebut akan berakhir. Tapi, penindakan keras terhadap korupsi menjadikan China sebagai kekuatan dunia yang disegani.
Hal ini telah menjadi bagian utama dari sistem pemerintahan pemimpin China.
Dan, karena gerakan anti-korupsi telah digunakan untuk menyingkirkan siapa pun yang memiliki kecenderungan menyimpang dari cara kerjanya, Xi kadang-kadang digambarkan sebagai sosok yang tidak terkendali seperti Stalin yang melakukan pembersihan terhadap sayap kiri dan tengah tanpa alasan yang baik.
Namun ada juga yang tidak melihatnya seperti itu.
Foto/Reuters
“Xi mungkin paranoid terhadap korupsi tingkat tinggi, namun ketakutannya bukan sekedar khayalan,” kata Andrew Wedeman, kepala Studi China di Georgia State University, dilansir BBC.
"Korupsi yang dia takuti tentu saja nyata. Mungkin juga benar bahwa Tuan Xi memanfaatkan tindakan keras ini untuk mendapatkan keuntungan politik".
Di bawah kepemimpinan Mao, filosofinya adalah bahwa korupsi dapat dikendalikan dengan memupuk rasa cinta terhadap Partai.
Kemudian, pada era Deng Xiaoping dan Jiang Zemin, muncul gagasan bahwa, jika orang memberikan kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat, motivasi mereka untuk bertindak korup akan berkurang.
Hal ini telah menjadi bagian utama dari sistem pemerintahan pemimpin China.
Dan, karena gerakan anti-korupsi telah digunakan untuk menyingkirkan siapa pun yang memiliki kecenderungan menyimpang dari cara kerjanya, Xi kadang-kadang digambarkan sebagai sosok yang tidak terkendali seperti Stalin yang melakukan pembersihan terhadap sayap kiri dan tengah tanpa alasan yang baik.
Namun ada juga yang tidak melihatnya seperti itu.
Foto/Reuters
“Xi mungkin paranoid terhadap korupsi tingkat tinggi, namun ketakutannya bukan sekedar khayalan,” kata Andrew Wedeman, kepala Studi China di Georgia State University, dilansir BBC.
"Korupsi yang dia takuti tentu saja nyata. Mungkin juga benar bahwa Tuan Xi memanfaatkan tindakan keras ini untuk mendapatkan keuntungan politik".
Di bawah kepemimpinan Mao, filosofinya adalah bahwa korupsi dapat dikendalikan dengan memupuk rasa cinta terhadap Partai.
Kemudian, pada era Deng Xiaoping dan Jiang Zemin, muncul gagasan bahwa, jika orang memberikan kehidupan yang lebih baik kepada masyarakat, motivasi mereka untuk bertindak korup akan berkurang.