Eks Jenderal Israel Sebut Mesir Bisa Jadi Musuh Tak Terkalahkan
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Seorang pensiunan jenderal Israel memperingatkan bahwa Mesir yang sudah berdamai sejak 1979 akan berubah menjadi musuh yang tidak terkalahkan.
Mayor Jenderal (purn) Yitzhak Brik menyampaikan peringatan tersebut ketika militer Zionis di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersiap meluncurkan invasi darat ke Rafah—wilayah Gaza selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Kairo, melalui perantara Barat, sudah mengancam akan menangguhkan perjanjian damai dengan Tel Aviv jika Israel nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah.
Negara Arab itu menentang invasi darat Zionis ke Rafah karena bisa menyebabkan Mesir kebanjiran pengungsi Gaza.
Brik dan penyiar 103FM, Arel Segal, awalnya membahas kondisi pertempuran Israel-Hamas di Jalur Gaza.
“Ada laporan bahwa pimpinan Mossad sedang merumuskan tanggapan Israel terhadap usulan para mediator, meskipun tidak jelas apakah ada strategi yang koheren sehubungan dengan tanggapan Hamas,” kata Segal.
"Bagaimana kita bisa maju ke sini sebelum kita terlibat dalam peristiwa militer? Masalah sandera adalah peristiwa yang strategis," ujarnya.
Dia, lebih lanjut, menambahkan: “Kami melihat kemampuan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] untuk membuntuti Hamas semakin berkurang, begitu pula tingkat kesalahan operasionalnya. Pertanyaan setelah hari ini sangatlah penting. Ada sebuah mimpi di sini dari sudut pandang mereka yang mengelola sandera dan orang hilang. Forum Keluarga, [tetapi] tekanan pada pemerintah tidak berhasil."
Sebagai tanggapan, Brik berpendapat: “Hamas masih merasa sangat kuat. Mereka bersedia menyerahkan rumah dan orang-orang yang terbunuh, namun mereka merasa bahwa kita tidak mungkin bisa menggulingkannya. Oleh karena itu, mereka menggunakan bahasa yang sinis, mereka tidak mau mencapai kesepakatan mengenai para sandera. Mereka punya waktu. Untuk melemahkan kemampuan mereka—tampaknya kita tidak mendekatinya. Hamas akan terus ada."
Mayor Jenderal (purn) Yitzhak Brik menyampaikan peringatan tersebut ketika militer Zionis di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bersiap meluncurkan invasi darat ke Rafah—wilayah Gaza selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Kairo, melalui perantara Barat, sudah mengancam akan menangguhkan perjanjian damai dengan Tel Aviv jika Israel nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah.
Negara Arab itu menentang invasi darat Zionis ke Rafah karena bisa menyebabkan Mesir kebanjiran pengungsi Gaza.
Brik dan penyiar 103FM, Arel Segal, awalnya membahas kondisi pertempuran Israel-Hamas di Jalur Gaza.
“Ada laporan bahwa pimpinan Mossad sedang merumuskan tanggapan Israel terhadap usulan para mediator, meskipun tidak jelas apakah ada strategi yang koheren sehubungan dengan tanggapan Hamas,” kata Segal.
"Bagaimana kita bisa maju ke sini sebelum kita terlibat dalam peristiwa militer? Masalah sandera adalah peristiwa yang strategis," ujarnya.
Dia, lebih lanjut, menambahkan: “Kami melihat kemampuan IDF [Pasukan Pertahanan Israel] untuk membuntuti Hamas semakin berkurang, begitu pula tingkat kesalahan operasionalnya. Pertanyaan setelah hari ini sangatlah penting. Ada sebuah mimpi di sini dari sudut pandang mereka yang mengelola sandera dan orang hilang. Forum Keluarga, [tetapi] tekanan pada pemerintah tidak berhasil."
Sebagai tanggapan, Brik berpendapat: “Hamas masih merasa sangat kuat. Mereka bersedia menyerahkan rumah dan orang-orang yang terbunuh, namun mereka merasa bahwa kita tidak mungkin bisa menggulingkannya. Oleh karena itu, mereka menggunakan bahasa yang sinis, mereka tidak mau mencapai kesepakatan mengenai para sandera. Mereka punya waktu. Untuk melemahkan kemampuan mereka—tampaknya kita tidak mendekatinya. Hamas akan terus ada."