Duduk Perkara Korsel Tuduh Insinyur Indonesia Hendak Curi Teknologi Jet Tempur KF-21
loading...
A
A
A
SEOUL - Dua insinyur Indonesia sedang diperiksa atas tuduhan berupaya mencuri teknologi yang terkait dengan jet tempur multiperan canggih KF-21.
Hal itu disampaikan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan (Korsel) pada hari Jumat.
KF-21 merupakan jet tempur hasil proyek patungan Korsel dan Indonesia. Oleh Indonesia, pesawat itu dinamai IF-21.
Menurut DAPA, para insinyur tersebut ditugaskan untuk mengerjakan proyek KF-21 di Korea Aerospace Industries (KAI), satu-satunya produsen pesawat di negara tersebut.
DAPA mengatakan para insinyur diduga mencoba menyimpan data rahasia dari proyek KF-21 pada perangkat USB. Mereka saat ini dilarang meninggalkan Korea.
“Investigasi bersama oleh lembaga terkait, termasuk Badan Intelijen Nasional, saat ini sedang berlangsung untuk mengklarifikasi rincian mengenai dugaan pencurian teknologi oleh warga Indonesia,” kata seorang pejabat DAPA kepada wartawan, seperti dikutip dari Korea JoongAng Daily, Sabtu (3/2/2024).
Pejabat tersebut mengatakan penyelidikan difokuskan pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri oleh para insinyur Indonesia.
Dia mencatat bahwa drive USB sebagian besar berisi dokumen umum yang tidak terkait dengan teknologi strategis yang mungkin melanggar undang-undang tentang rahasia militer atau teknologi pertahanan.
Sumber lain yang mengetahui kasus ini mengatakan bahwa penyelidikan berfokus pada apakah data yang disimpan di perangkat USB mengandung teknologi strategis yang terkait dengan pengembangan KF-21, yang juga dikenal sebagai Boramae.
Penyidik juga menyelidiki kemungkinan bahwa para insinyur tersebut mempunyai kaki tangan internal, karena akses mereka ke zona tertentu di dalam kompleks KAI dibatasi.
Meskipun Indonesia pada awalnya berjanji untuk membayar 20 persen dari biaya proyek KF-21 sebesar 8,8 triliun won (USD6,5 miliar), namun saat ini menunggak lebih dari 1 triliun won, dan sejauh ini baru membayar sekitar 278,3 miliar won.
Seoul berencana untuk memulai produksi jet tempur KF-21 akhir tahun ini dengan tujuan mengerahkan 120 jet KF-21 pada tahun 2032.
Indonesia berencana memproduksi 48 jet KF-21 secara lokal setelah menerima satu prototipe dan data teknis.
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah merespons kasus yang melibatkan para insinyur Indonesia terkait proyek KF-21.
Menurut Kemlu, hanya satu insinyur yang dituduh terlibat, bukan dua seperti yang diberitakan media Korea Selatan.
"Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengumpulkan semua informasi mengenai tuduhan keterlibatan seorang insinyur Indonesia dalam kasus terkait proyek bersama pesawat tempur KF-21 dengan Korean Aerospace Industry (KAI)," kata juru bicara Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal.
Menurutnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dan institusi terkait guna mendalami lebih jauh kasus tersebut.
"KBRI Seoul juga telah berkomunikasi langsung dengan insinyur Indonesia tersebut dan memastikan bahwa yang bersangkutan saat ini tidak ditahan," lanjut Iqbal.
Menurutnya, teknisi Indonesia telah terlibat dalam proyek bersama ini sejak tahun 2016 dan sudah mengetahui prosedur kerja serta aturan yang berlaku.
"Proyek KF-21 adalah proyek strategis bagi Indonesia maupun Korea Selatan. Kedua negara akan mengelola berbagai masalah yang muncul dalam kerjasama ini sebaik mungkin," paparnya.
Hal itu disampaikan Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan (Korsel) pada hari Jumat.
KF-21 merupakan jet tempur hasil proyek patungan Korsel dan Indonesia. Oleh Indonesia, pesawat itu dinamai IF-21.
Menurut DAPA, para insinyur tersebut ditugaskan untuk mengerjakan proyek KF-21 di Korea Aerospace Industries (KAI), satu-satunya produsen pesawat di negara tersebut.
DAPA mengatakan para insinyur diduga mencoba menyimpan data rahasia dari proyek KF-21 pada perangkat USB. Mereka saat ini dilarang meninggalkan Korea.
“Investigasi bersama oleh lembaga terkait, termasuk Badan Intelijen Nasional, saat ini sedang berlangsung untuk mengklarifikasi rincian mengenai dugaan pencurian teknologi oleh warga Indonesia,” kata seorang pejabat DAPA kepada wartawan, seperti dikutip dari Korea JoongAng Daily, Sabtu (3/2/2024).
Pejabat tersebut mengatakan penyelidikan difokuskan pada identifikasi dokumen spesifik yang coba dicuri oleh para insinyur Indonesia.
Dia mencatat bahwa drive USB sebagian besar berisi dokumen umum yang tidak terkait dengan teknologi strategis yang mungkin melanggar undang-undang tentang rahasia militer atau teknologi pertahanan.
Sumber lain yang mengetahui kasus ini mengatakan bahwa penyelidikan berfokus pada apakah data yang disimpan di perangkat USB mengandung teknologi strategis yang terkait dengan pengembangan KF-21, yang juga dikenal sebagai Boramae.
Penyidik juga menyelidiki kemungkinan bahwa para insinyur tersebut mempunyai kaki tangan internal, karena akses mereka ke zona tertentu di dalam kompleks KAI dibatasi.
Meskipun Indonesia pada awalnya berjanji untuk membayar 20 persen dari biaya proyek KF-21 sebesar 8,8 triliun won (USD6,5 miliar), namun saat ini menunggak lebih dari 1 triliun won, dan sejauh ini baru membayar sekitar 278,3 miliar won.
Seoul berencana untuk memulai produksi jet tempur KF-21 akhir tahun ini dengan tujuan mengerahkan 120 jet KF-21 pada tahun 2032.
Indonesia berencana memproduksi 48 jet KF-21 secara lokal setelah menerima satu prototipe dan data teknis.
Respons Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) telah merespons kasus yang melibatkan para insinyur Indonesia terkait proyek KF-21.
Menurut Kemlu, hanya satu insinyur yang dituduh terlibat, bukan dua seperti yang diberitakan media Korea Selatan.
"Pemerintah Indonesia saat ini sedang mengumpulkan semua informasi mengenai tuduhan keterlibatan seorang insinyur Indonesia dalam kasus terkait proyek bersama pesawat tempur KF-21 dengan Korean Aerospace Industry (KAI)," kata juru bicara Kemlu, Lalu Muhamad Iqbal.
Menurutnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Seoul telah berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri Korea Selatan dan institusi terkait guna mendalami lebih jauh kasus tersebut.
"KBRI Seoul juga telah berkomunikasi langsung dengan insinyur Indonesia tersebut dan memastikan bahwa yang bersangkutan saat ini tidak ditahan," lanjut Iqbal.
Menurutnya, teknisi Indonesia telah terlibat dalam proyek bersama ini sejak tahun 2016 dan sudah mengetahui prosedur kerja serta aturan yang berlaku.
"Proyek KF-21 adalah proyek strategis bagi Indonesia maupun Korea Selatan. Kedua negara akan mengelola berbagai masalah yang muncul dalam kerjasama ini sebaik mungkin," paparnya.
(mas)