Zahra Lari, si Perempuan Penari Es dari Padang Pasir

Kamis, 07 Juni 2018 - 12:19 WIB
Zahra Lari, si Perempuan Penari Es dari Padang Pasir
Zahra Lari, si Perempuan Penari Es dari Padang Pasir
A A A
ZAHRA Lari jadi wanita muslim dengan hijab pertama di dunia di bidang olahraga seluncur indah. Penari es dari negeri padang pasir, Uni Emirat Arab tersebut, kini menjadi sosok yang paling diperhatikan dunia olahraga karena berhasil menjadi pionir di cabang olahraga tersebut.

3 Oktober 2017, halaman olahraga koran The New York Times , memasang foto yang tidak biasa. Seorang wanita berparas Timur Tengah dengan balutan busana serbahitam, plus hijab di kepalanya, terlihat anggun menari di atas lapangan es. Zahra Lari, yang ada di foto tersebut, datang dari negeri padang pasir, Uni Emirat Arab. Saat itu dia tengah berusaha keras untuk lolos Olimpiade Musim Dingin 2018 yang waktu itu telah digelar di PyeongChang, Korea Selatan. Namun, dari 33 peserta yang berkompetisi, Zahra Lari berada di posisi paling akhir.

The New York Times menulis berita Zahra Lari dengan judul “Paling Buncit, tapi Paling Bergerak ke Depan”. Zahra Lari, bagi mereka, seperti atlet perempuan berhijab lainnya yang mampu tampil ke depan dan bangga dengan identitas mereka sebagai muslim. Apalagi dunia mencatat, kehadiran atlet perempuan berhijab terutama yang datang dari negara-negara Timur Tengah adalah pemandangan langka. Ruqaya al Ghasara dari Bahrain, disebut-sebut sebagai atlet perempuan muslim dengan hijab pertama yang tampil di dunia olahraga. Pada 2004 Ruqaya dengan kostum serbatertutup dari kepala hingga kaki, berlari ratusan meter di cuaca yang sangat panas.

Hal yang sama dirasakan oleh Sarah Attar dari Arab Saudi ketika mengikuti lomba lari 800 meter Olimpiade 2012, London, Inggris. Dengan cuaca yang panas, Sarah Attar berhasil menyelesaikan lomba. Meski berada di posisi terakhir, masyarakat London langsung mengapresiasi capaian Sarah Attar dengan melakukan standing ovation . Mereka tahu saat itu Arab Saudi hanya mengirimkan dua atlet perempuan mereka ke Olimpiade 2012. Masyarakat dunia memang begitu apresiatif terhadap perempuan muslim berhijab yang berkiprah di dunia olahraga. Tidak terkecuali mereka yang datang dari kawasan Timur Tengah.

Ibtihaj Muhammad, atlet anggar dari Amerika Serikat, yang tampil lengkap dengan hijab kebanggaannya saat bertanding malah diundang secara khusus oleh Presiden Amerika Serikat waktu itu, Barack Obama. Entah berpengaruh atau tidak, setelah itu dia berhasil meraih medali perunggu di Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Ketika masyarakat dan beberapa cabang olahraga begitu apresiatif akan kehadiran perempuan muslim berhijab, beberapa cabang olahraga lainnya seperti seluncur indah masih butuh waktu menerima kehadiran mereka. Seluncur indah sebenarnya membuka dengan tangan terbuka kehadiran atlet-atlet perempuan muslim.

Tugba Karademir dari Turki merupakan atlet perempuan muslim pertama yang ada di cabang seluncur indah. Namun, berbeda dengan Zahra Lari, Tugba Karademir tidak mengenakan hijab. Jadi, kehadiran Zahra Lari adalah sesuatu yang baru buat mereka. Enam tahun yang lalu, ketika Zahra Lari tampil di sebuah kompetisi seluncur indah di European Cup di Italia, perempuan kelahiran 3 Maret 1995 itu mengalami pengurangan poin dari juri. Alasannya sederhana, hijab yang dikenakan Zahra Lari dianggap menutupi gaun yang dia pakai saat itu. Selain itu, kain yang ada di kepalanya dianggap membahayakan buat dirinya saat bertanding seluncur indah. Namun, hal tersebut terjadi bukan karena kesengajaan melainkan karena ketidakpahaman para juri mengenai Islam.

Setelahnya, Zahra Lari memang mengajukan complain ke International Skating Union (ISU). Menurutnya, dalam peraturan ISU peraturan busana hanya menyebutkan bahwa busana yang dikenakan atlet harus sopan, berkarisma, dan cocok untuk perlombaan dan dilarang tampil dengan desain yang berlebihan. Dari komplain tersebut, ISU akhirnya mencoba untuk memahami kehadiran atlet perempuan muslim di cabang olahraga tersebut. Mereka memang tidak melakukan perubahan resmi di peraturan mereka. Hanya saja, mereka sudah memahami apa yang dikenakan oleh atlet perempuan muslim saat bertanding di seluncur indah.

“Kompetisi pertama di Italia adalah hal yang menggembirakan buat saya. Namun, dari situ saya tahu bahwa perjalanan ke depannya akan tidak mudah,” ujar Zahra Lari. Kebingungan yang dialami Zahra Lari tidak hanya datang dari dunia barat. Di negaranya sendiri, Uni Emirat Arab, Zahra Lari banyak mendapatkan kritikan. Tidak sulit menemukan nada-nada sumbang akan keterlibatan Zahra Lari di seluncur indah di akun instagram miliknya. Bahkan, ayahnya, Fadhel A Lari, sempat mencegah Zahra Lari untuk tidak menjadi atlet seluncur indah. Larangan itu datang bukan karena Fadhel tidak mau anaknya tampil di pentas olahraga dunia, tapi karena ingin melindungi anaknya dari kritikan-kritikan yang datang untuknya.

“Dia khawatir saya akan tertekan dengan apa yang dikatakan masyarakat tentang saya,” kenang Zahra Lari. Sikap ayahnya berubah ketika Zahra Lari bisa menunjukkan kematangan sikap dalam menerima kritikan. Dia tidak mencoba membela diri dengan melawan semua kritikan dan hujatan tersebut. Dia tetap mencoba memberikan yang terbaik di olahraga yang sangat dia cintai tersebut. Terlebih lagi, Zahra Lari punya keinginan lain di samping berprestasi di olahraga seluncur indah. Ibu dari Zahra Lari, Roquiya Cochran, mengatakan anak perempuannya itu ingin agar perempuan muslim bisa percaya diri dan mau untuk melakukan apa yang mereka dambakan. “Mereka harus mencoba mewujudkan mimpi mereka,” ujar Cohcran.

Bagi Zahra Lari, mimpi tersebut adalah berprestasi dan memopulerkan olahraga seluncur indah di kawasan Timur Tengah. Sekarang keinginan sudah terwujud, olahraga seluncur indah tidak lagi menjadi olahraga yang elite di negara-negara padang pasir tersebut. Berbondong-bondong, perempuan muslim mau mencoba olahraga yang dulunya terbilang eksklusif tersebut. Kini negara-negara di Timur Tengah seperti Qatar, Kuwait, dan Uni Emirat Arab mencoba mendaftarkan diri sebagai negara anggota ISU.

“Sekarang yang terpenting bukan hanya seluncur indah. Yang penting adalah memberikan pesan ke masyarakat dunia kalau kami bisa sama berprestasinya dengan perempuan-perempuan lain di muka bumi,” pungkas Zahra Lari.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3756 seconds (0.1#10.140)