5 Alasan Konflik ECOWAS Bisa Memicu Perang Baru di Afrika

Kamis, 01 Februari 2024 - 20:20 WIB
loading...
A A A
Melansir Reuters, Rusia telah memperluas pengaruhnya dengan mengorbankan negara bekas kolonial Prancis, Nigeria, dan Amerika Serikat.

Awal bulan ini, Rusia dan Niger, yang diperintah oleh junta sejak kudeta tahun lalu, sepakat untuk mengembangkan hubungan militer. Personel militer Rusia terbang ke ibu kota Burkina Faso, Ouagadougou, pekan lalu untuk menjamin keselamatan pemimpin militer negara tersebut. Kelompok tentara bayaran Wagner Rusia juga memiliki 1.000 pejuang di Mali.

Ketiga negara yang diperintah militer bersama-sama mengumumkan pengunduran diri mereka pada hari Minggu, menuduh ECOWAS meninggalkan cita-cita pendiriannya dan jatuh di bawah pengaruh kekuatan asing.

Mereka mengatakan blok tersebut hanya memberikan sedikit dukungan terhadap pemberontakan Islam yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat lebih dari 2 juta orang mengungsi.

Baca Juga: Protes Sanksi Tak Manusiawi, 3 Negara Ini Hengkang dari Blok ECOWAS

2. Tidak Ada Tindakan, Hanya Retorika

5 Alasan Konflik ECOWAS Bisa Memicu Perang Baru di Afrika

Foto/Reuters

Melansir Reuters, ECOWAS telah menanggapi gelombang kudeta di wilayah tersebut sejak tahun 2020 dengan sanksi yang disebut junta “ilegal dan tidak manusiawi.” Blok tersebut juga mengancam akan menggunakan kekerasan untuk memulihkan pemerintahan konstitusional di Niger, namun tidak menindaklanjutinya.

Pada hari Senin, ketua ECOWAS Nigeria mengatakan otoritas militer yang “tidak dipilih” di ketiga negara telah mengecewakan rakyatnya, namun menambahkan pihaknya tetap bersedia untuk terlibat dengan mereka.

Didirikan pada tahun 1975, ECOWAS berupaya untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan politik di wilayah yang terfragmentasi, yang merupakan rumah bagi bekas jajahan Perancis dan Inggris.

Mucahid Durmaz, analis senior Afrika Barat di perusahaan intelijen risiko Verisk Maplecroft, mengatakan dia sekarang memperkirakan kenaikan tarif dan pembatasan baru terhadap pergerakan orang, barang, dan uang.

Sedangkan Charlie Robertson, kepala kepala strategi makro di perusahaan manajemen investasi FIM Partners yang berbasis di London, langkah ketiganya kemungkinan merupakan tujuan bunuh diri yang paling konyol sejak Inggris memilih Brexit
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2216 seconds (0.1#10.140)