Pemimpin Lebanon Sudah Diperingatkan Momok 2.750 Ton Amonium Nitrat sejak Juli

Selasa, 11 Agustus 2020 - 10:55 WIB
loading...
Pemimpin Lebanon Sudah Diperingatkan Momok 2.750 Ton Amonium Nitrat sejak Juli
Awan jamur besar muncul sesaat setelah ledakan yang menghentakkan banyak gedung di sekitar pelabuhan Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020). Foto/RIA Novosti
A A A
BEIRUT - Pejabat keamanan Lebanon sudah memperingatkan perdana menteri dan presiden sejak Juli lalu tentang bahaya 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di Pelabuhan Beirut . Kedua pemimpin sudah diperingatkan bahwa ribuan ton bahan kimia itu menimbulkan risiko keamanan dan dapat menghancurkan ibu kota jika meledak.

Pemberitahuan kepada para pemimpin Lebanon sejak Juli itu terkonfirmasi dari dokumen yang dilihat oleh Reuters dan sumber keamanan senior setempat.

Lebih dari dua minggu setelah peringatan tersebut, bahan kimia industri itu meledak dalam ledakan besar yang melenyapkan sebagian besar pelabuhan. Tragedi ini menewaskan 220 orang dan sekitar 7.000 orang lainnya terluka.

Sebuah laporan oleh Direktorat Jenderal Keamanan Negara tentang peristiwa yang mengarah ke ledakan termasuk referensi ke surat pribadi yang dikirim ke Presiden Michel Aoun dan Perdana Menteri Hassan Diab pada 20 Juli.

Meskipun isi surat itu tidak ada dalam laporan yang dilihat oleh Reuters, seorang pejabat senior keamanan mengatakan bahwa itu meringkas temuan penyelidikan yudisial yang diluncurkan pada Januari yang menyimpulkan bahan kimia perlu diamankan segera.

Laporan keamanan negara, yang mengonfirmasi korespondensi dengan presiden dan perdana menteri, sebelumnya belum dilaporkan. (Baca: PM Lebanon Sebut 2.750 Ton Amonium Nitrat Penyebab Ledakan Beirut )

"Ada bahaya bahwa bahan ini, jika dicuri, dapat digunakan dalam serangan teroris," kata pejabat itu kepada Reuters, yang dilansir Selasa (11/8/2020).

"Di akhir penyelidikan, Jaksa Agung (Ghassan) Oweidat menyiapkan laporan akhir yang dikirim ke pihak berwenang," katanya lagi, mengacu pada surat yang dikirim ke perdana menteri dan presiden oleh Direktorat Jenderal Keamanan Negara, yang mengawasi keamanan pelabuhan.

"Saya memperingatkan mereka bahwa ini bisa menghancurkan Beirut jika meledak," kata pejabat itu, yang terlibat dalam penulisan surat tersebut dan menolak disebutkan namanya.

Reuters tidak dapat secara independen mengonfirmasi deskripsi surat itu. Kantor perdana menteri dan kantor kepresidenan tidak menanggapi permintaan komentar tentang surat tertanggal 20 Juli itu.

Jaksa Agung Lebanon juga tidak menanggapi permintaan komentar.

Korespondensi dapat memicu kecaman lebih lanjut dan kemarahan publik bahwa ledakan itu hanyalah contoh terbaru dari kelalaian pemerintah dan korupsi yang telah mendorong Lebanon ke keruntuhan ekonomi.

Ketika protes atas ledakan berkecamuk di Lebanon pada hari Senin, pemerintah Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri. Meski demikian, pemerintahannya akan tetap sebagai pemerintahan sementara sampai kabinet baru terbentuk.

Pembangunan kembali Beirut saja diperkirakan menelan biaya hingga USD15 miliar. Namun, negara ini sudah secara efektif bangkrut dengan total kerugian sistem perbankan melebihi USD100 miliar.

Aoun pekan lalu membenarkan bahwa dia telah mendapat informasi tentang materi tersebut. Dia mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah mengarahkan sekretaris jenderal dewan pertahanan tertinggi, sebuah kelompok payung dari badan keamanan dan militer Lebanon yang diketuai oleh presiden, untuk melakukan apa yang diperlukan. (Baca juga: Pakar Militer: Beirut Lenyap Jika Benar 2.750 Ton Amonium Nitrat Meledak )

"(Dinas keamanan negara) mengatakan itu berbahaya. Saya tidak bertanggung jawab! Saya tidak tahu di mana itu diletakkan dan saya tidak tahu betapa berbahayanya itu. Saya tidak punya kewenangan untuk menangani pelabuhan secara langsung. Ada hirarki dan semua orang yang tahu seharusnya mengetahui tugas mereka untuk melakukan yang diperlukan," kata Aoun.

Banyak pertanyaan tetap mengenai mengapa pengiriman amonium nitrat berlabuh di Beirut pada akhir 2013. Yang lebih membingungkan adalah mengapa begitu banyak bahan berbahaya, yang digunakan dalam bom dan pupuk, dibiarkan tetap di sana begitu lama.

Surat yang dikirim ke presiden dan perdana menteri Lebanon itu menyusul serangkaian memo dan surat yang dikirim ke pengadilan negara itu selama enam tahun sebelumnya oleh pejabat pelabuhan, bea cukai dan keamanan, yang berulang kali mendesak hakim untuk memerintahkan penghapusan amonium nitrat dari posisinya yang begitu dekat dengan pusat kota.

Laporan Direktorat Jenderal Keamanan Negara yang dilihat oleh Reuters mengatakan banyak permintaan telah diajukan, tanpa memberikan jumlah pastinya. Departemen manifes pelabuhan dilaporkan telah mengirim beberapa permintaan tertulis ke direktorat bea cukai hingga 2016, yang meminta mereka memanggil hakim untuk memerintahkan material berbahaya itu segera diekspor kembali.

"Tapi sampai saat ini, belum ada keputusan yang dikeluarkan atas masalah ini. Setelah berkonsultasi dengan salah satu ahli kimia kami, ahli tersebut memastikan bahwa bahan ini berbahaya dan digunakan untuk menghasilkan bahan peledak ," bunyi laporan Direktorat Jenderal Keamanan Negara.

Jalan menuju tragedi minggu lalu dimulai tujuh tahun lalu, ketika MV Rhosus, kapal berbendera Moldova yang disewa Rusia membawa amonium nitrat dari Georgia ke Mozambik, berlabuh di Beirut untuk mencoba mengambil kargo ekstra guna menaikkan biaya perjalanan melalui Terusan Suez. Informasi ini bersumber dari kapten kapal MV Rhosus.

Otoritas pelabuhan menyita kapal MV Rhosus pada Desember 2013 dengan perintah pengadilan 2013/1031 karena utang yang belum dibayarkan kepada dua perusahaan yang mengajukan klaim di pengadilan Beirut.

Pada Mei 2014, kapal itu dianggap tidak layak berlayar dan muatannya dibongkar pada Oktober 2014 dan disimpan di tempat yang dikenal sebagai Hangar 12. Kapal itu tenggelam di dekat pemecah gelombang pelabuhan pada 18 Februari 2018.

Moldova mencantumkan pemilik kapal sebagai Briarwood Corp., yang berbasis di Panama. Briarwood tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1376 seconds (0.1#10.140)