Ukraina Kehilangan 500.000 Tentara selama Perang Melawan Rusia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Mantan Jaksa Agung Ukraina Yury Lutsenko mengungkapkan para pemimpin Ukraina harus jujur mengakui bahwa mereka telah kehilangan 500.000 anggota militer sejak awal konflik dengan Rusia. Dia juga menjelaskan tingkat korban tewas setiap bulannya mencapai sekitar 30.000 prajurit.
"Pemerintahan Presiden Vladimir Zelensky dapat meyakinkan warganya yang enggan untuk ikut berperang dengan secara terbuka mengakui kerugian besar di medan perang dan menyatakan bahwa keberadaan negara tersebut berada dalam bahaya," ujar Lutsenko, dilansir RT.
"Warga Ukraina harus mengetahui berapa banyak orang yang tewas, dan kemudian semua perdebatan mengenai mobilisasi akan diselesaikan,” tambahnya.
Mantan pejabat tersebut mengusulkan sejumlah langkah untuk mengatasi penghindaran wajib militer dan korupsi yang menghambat upaya wajib militer di negara tersebut. Dia menyarankan agar undang-undang baru harus diperkenalkan oleh Presiden Ukraina Vladimir Zelensky, menteri pertahanan negara itu, dan jenderal militer untuk menekankan keseriusan situasi ini.
“Mereka harus menyebutkan berapa banyak warga Ukraina yang tewas. Saya tahu bahwa berita ini akan diterima dengan buruk. Tapi tidak ada cara lain untuk mengeluarkan jutaan orang yang bersembunyi di balik cerita palsu yang bisa dilayani semua orang kecuali saya,” kata Lutsenko.
Menurut Lutsenko, “kejutan” ini akan menyebabkan antrian besar di kantor perekrutan, seperti yang terjadi pada Februari 2022. Langkah penting lainnya, menurut mantan pejabat tersebut, adalah kampanye untuk mengirim anggota elit Ukraina ke garis depan.
“Tentara tidak boleh semuanya buruh dan tani. Setiap orang harus berjuang untuk Ukraina,” katanya, dengan alasan bahwa hal ini akan mendorong warga negara biasa yang menurutnya memiliki rasa keadilan yang sangat kuat.
Zelensky mengatakan pada bulan Desember bahwa militer Ukraina telah memintanya untuk mengerahkan 450.000 atau 500.000 tentara lagi untuk mengganti kerugian di medan perang. Pada bulan yang sama, pemerintah memperkenalkan rancangan undang-undang mobilisasi yang mengusulkan untuk menurunkan usia perekrutan dari 27 menjadi 25 tahun dan menghilangkan pengecualian untuk beberapa kategori penyandang disabilitas.
Inisiatif ini muncul setelah Ukraina melancarkan serangan balasan besar-besaran pada awal Juni, yang gagal mencapai kekuatan yang signifikan. Moskow menggambarkan kerugian yang dialami Kiev sebagai bencana besar dan memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai 160.000 orang sejak dimulainya upaya tersebut. Namun Ukraina enggan mempublikasikan secara resmi data mengenai korban jiwa di negara tersebut.
"Pemerintahan Presiden Vladimir Zelensky dapat meyakinkan warganya yang enggan untuk ikut berperang dengan secara terbuka mengakui kerugian besar di medan perang dan menyatakan bahwa keberadaan negara tersebut berada dalam bahaya," ujar Lutsenko, dilansir RT.
"Warga Ukraina harus mengetahui berapa banyak orang yang tewas, dan kemudian semua perdebatan mengenai mobilisasi akan diselesaikan,” tambahnya.
Mantan pejabat tersebut mengusulkan sejumlah langkah untuk mengatasi penghindaran wajib militer dan korupsi yang menghambat upaya wajib militer di negara tersebut. Dia menyarankan agar undang-undang baru harus diperkenalkan oleh Presiden Ukraina Vladimir Zelensky, menteri pertahanan negara itu, dan jenderal militer untuk menekankan keseriusan situasi ini.
“Mereka harus menyebutkan berapa banyak warga Ukraina yang tewas. Saya tahu bahwa berita ini akan diterima dengan buruk. Tapi tidak ada cara lain untuk mengeluarkan jutaan orang yang bersembunyi di balik cerita palsu yang bisa dilayani semua orang kecuali saya,” kata Lutsenko.
Menurut Lutsenko, “kejutan” ini akan menyebabkan antrian besar di kantor perekrutan, seperti yang terjadi pada Februari 2022. Langkah penting lainnya, menurut mantan pejabat tersebut, adalah kampanye untuk mengirim anggota elit Ukraina ke garis depan.
“Tentara tidak boleh semuanya buruh dan tani. Setiap orang harus berjuang untuk Ukraina,” katanya, dengan alasan bahwa hal ini akan mendorong warga negara biasa yang menurutnya memiliki rasa keadilan yang sangat kuat.
Zelensky mengatakan pada bulan Desember bahwa militer Ukraina telah memintanya untuk mengerahkan 450.000 atau 500.000 tentara lagi untuk mengganti kerugian di medan perang. Pada bulan yang sama, pemerintah memperkenalkan rancangan undang-undang mobilisasi yang mengusulkan untuk menurunkan usia perekrutan dari 27 menjadi 25 tahun dan menghilangkan pengecualian untuk beberapa kategori penyandang disabilitas.
Inisiatif ini muncul setelah Ukraina melancarkan serangan balasan besar-besaran pada awal Juni, yang gagal mencapai kekuatan yang signifikan. Moskow menggambarkan kerugian yang dialami Kiev sebagai bencana besar dan memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai 160.000 orang sejak dimulainya upaya tersebut. Namun Ukraina enggan mempublikasikan secara resmi data mengenai korban jiwa di negara tersebut.
(ahm)