Rusia: Inggris Rampas 30 Ton Emas Venezuela Senilai Rp14,8 Triliun

Senin, 10 Agustus 2020 - 16:02 WIB
loading...
Rusia: Inggris Rampas 30 Ton Emas Venezuela Senilai Rp14,8 Triliun
Presiden Venezuela Nicolas Maduro saat memamerkan emas-emas batangan. Foto/REUTERS
A A A
MOSKOW - Wakil Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, Alexander Venediktov, menganggap Inggris secara de facto telah merampas 30 ton emas Venezuela yang disimpan di Bank of England . Emas sebanyak itu senilai USD1,13 miliar atau lebih dari Rp14,8 triliun (kurs 1USD=Rp14.641).

Venediktov mengecam penyitaan 30 ton emas tersebut karena Venezuela saat ini sedang kekurangan uang.

"Caracas sangat membutuhkan uang ini untuk menangani pandemi (virus corona). Tetapi Pengadilan Tinggi London telah menyatakan Guaido sebagai kepala negara yang sah dan menolak (permintaan penarikan emas) Venezuela," kata Venediktov.

"Ini secara efektif merupakan tindakan pengambilalihan ilegal. Apa yang harus kita lakukan dari langkah ini? Akankah bank menjadi sumber legitimasi? Saya lebih suka mereka tidak melakukannya," ujar Venediktov, seperti dikutip Sputniknews, Senin (10/6/2020).

Pengadilan Tinggi London pada bulan Juli menolak permintaan pemerintah Venezuela untuk mengakses ke 30 ton emas yang ditahan oleh Bank of England setelah pemimpin oposisi yang ingin menggulingkan Presiden Nicolas Maduro , Juan Guaido, mengajukan klaim serupa. (Baca: Akui Guaido Presiden Venezuela, Bank Inggris Tolak Maduro Tarik Emas Rp14,3 T )

Pengadilan saat itu mengatakan Inggris dengan tegas mengakui pemimpin oposisi Juan Guido sebagai presiden sah Venezuela.

Pemerintah Maduro hendak mengakses emas-emas Venezuela yang disimpan di Bank of England untuk ditransfer ke bank lain. Namun, permintaan itu ditolak.

Pada bulan Mei, Bank Central Venezuela (BCV) mengajukan gugatan hukum di pengadilan komersial di London untuk mencoba memaksa Bank of England mentransfer cadangan emas Venezuela untuk mendanai negara itu dalam menangani pandemi virus corona.

Dorongan Venezuela untuk mengambil aset emasnya di Inggris dimulai setelah Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya menolak untuk mengakui hasil pemilihan presiden 2018 di Venezuela . Pemilu itu dimenangkan Maduro secara telak, namun Guaido menolak mengakuinya dengan menuduh pemilu sarat kecurangan.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1444 seconds (0.1#10.140)