Perempuan Ini Tantang Vladimir Putin di Pilpres Rusia

Sabtu, 23 Desember 2023 - 18:28 WIB
loading...
Perempuan Ini Tantang...
Yekaterina Duntsova, seorang mantan jurnalis perempuan, menantang Presiden Vladimir Putin untuk bersaing dalam pemilihan presiden (pilpres) Rusia tahun 2024. Foto/Profilmedia
A A A
MOSKOW - Yekaterina Duntsova, seorang mantan jurnalis perempuan, menantang Presiden Vladimir Putin untuk bersaing dalam pemilihan presiden (pilpres) Rusia tahun 2024.

Duntsova (40), yang menentang perang Rusia di Ukraina, telah mengumumkan niatnya untuk mencalonkan diri dalam pilpres melalui jalur independen.

Dia berasal dari sebuah kota kecil di wilayah Tver dan tidak memiliki pengalaman sebelumnya dalam politik Rusia. Namun dia mengatakan dalam pengumuman di saluran Telegram-nya bahwa dia ingin mencalonkan diri karena "Saya cinta negara kami."



“Saya ingin Rusia menjadi negara demokrasi dan damai yang berkembang. Namun saat ini negara kami sedang bergerak ke arah yang benar-benar berbeda,” kata Duntsova.

"Saya memahami bahwa saat ini banyak orang yang ingin menunggu...namun kita harus bertindak...Setidaknya mari kita coba! Mari kita coba memenangkan pemilihan ini!" paparnya, seperti dikutip Newsweek, Sabtu (23/2/2023).

Dia telah menganjurkan diakhirinya perang Rusia di Ukraina, dan bertujuan untuk mengakhiri kekuasaan Presiden Rusia Vladimir Putin (71), yang telah berkuasa sejak tahun 2000.

Awal bulan ini Putin mengumumkan bahwa dia akan mencalonkan diri kembali pada pilpres tahun 2024. Menyusul perubahan konstitusi yang diatur oleh pemimpin Rusia tersebut sebelum perang di Ukraina, dia mungkin akan tetap berkuasa hingga tahun 2036.

Jika terpilih kembali, bagi Putin, ini akan menjadi masa jabatan kelima sebagai presiden Rusia.

Pilpres 2024 di Rusia akan diadakan pada 17 Maret.

Duntsova, jika diterima sebagai kandidat independen, akan diminta untuk mengumpulkan 300.000 tanda tangan dukungan dari setidaknya 40 wilayah di Rusia.

“Setidaknya selama sepuluh tahun terakhir, negara ini telah bergerak ke arah yang salah: arah yang ditetapkan bukan untuk pembangunan, namun untuk kehancuran diri sendiri,” tulisnya di halaman kampanyenya.

“Setiap hari kehidupan masyarakat awam Rusia menjadi semakin sulit. Warga negara tidak bisa bebas mengungkapkan pendapatnya jika tidak sejalan dengan posisi pihak berwenang,” kata Duntsova.

"Jumlah tahanan politik bertambah, ratusan ribu orang diusir ke luar negeri. Pemerintahan lokal hampir hancur, dan di negara bagian yang besar, semuanya diputuskan oleh satu orang."

"Rusia membutuhkan perubahan mendesak,” katanya. “Penghentian permusuhan, reformasi demokrasi, pembebasan tahanan politik. Kita harus menghapuskan semua undang-undang yang tidak manusiawi dan memulihkan hubungan dengan dunia luar. Ubah prioritas anggaran: belanjakan uang untuk meningkatkan kehidupan warga negara, dan bukan untuk tank baru," paparnya.

Duntsova mengatakan kepada Associated Press dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada 11 Desember bahwa dia takut menjadi sasaran Kremlin, mengingat sejarah Rusia yang menindas aktivis oposisi dan pengunjuk rasa, namun dia mengatakan perlu untuk "menghadirkan alternatif" terhadap Putin.

“Saya telah berbicara dengan banyak aktivis dan anggota Parlemen lokal tentang pemilu mendatang, tentang apa yang akan terjadi pada kita. Karena tidak ada kandidat yang jelas yang akan memperjuangkan nilai-nilai yang sama [dengan kita],” katanya.

“Pada titik tertentu, muncul ide bahwa akan menarik jika perempuan [yang mencalonkan diri melawan Putin], karena itu akan menjadi sesuatu yang berbeda. Kekakuan dan kekerasan melawan kelembutan, kebaikan, perdamaian,” imbuh Duntsova.

Pada bulan Agustus, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mempertanyakan kredibilitas demokrasi dalam pilpres Rusia dan memperkirakan kemenangan besar Putin tahun depan.

“Pemilihan presiden kita sebenarnya bukan demokrasi; ini adalah birokrasi yang mahal,” kata Peskov kepada The New York Times dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada tanggal 6 Agustus.

“Putin akan terpilih kembali tahun depan dengan lebih dari 90 persen suara.”
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2225 seconds (0.1#10.140)