Langgar Sanksi PBB, Korut Raup USD200 Juta dari Ekspor Komoditas

Sabtu, 03 Februari 2018 - 05:20 WIB
Langgar Sanksi PBB, Korut Raup USD200 Juta dari Ekspor Komoditas
Langgar Sanksi PBB, Korut Raup USD200 Juta dari Ekspor Komoditas
A A A
NEW YORK - Korea Utara (Korut) telah melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendapatkan hampir USD200 juta pada tahun 2017 dari ekspor komoditas yang dilarang. Begitu laporan rahasia pemantau independen PBB, yang juga menuding Korut memasok senjata ke Suriah dan Myanmar.

Laporan tersebut ditujukan untuk komite sanksi Dewan Keamanan PBB, mengatakan bahwa Korut telah mengirim batubara ke pelabuhan, termasuk ke Rusia, China, Korea Selatan (Korsel), Malaysia dan Vietnam. Pengiriman itu sebagian besar menggunakan dokumen palsu yang menjadikan negara-negara seperti Rusia dan China sebagai asal batu bara, bukan Korut.

Dewan beranggotakan 15 negara tersebut dengan suara bulat meningkatkan sanksi terhadap Korut sejak 2006 dalam upaya untuk mencekik dana untuk program rudal nuklir dan balistik Pyongyang. Sanksi tersebut melarang ekspor termasuk batubara, besi, timbal, tekstil dan makanan laut, serta pembatasan impor minyak mentah dan produk minyak sulingan.

"DPRK (Korut) sudah mencemooh resolusi terbaru dengan memanfaatkan rantai pasokan minyak global, melibatkan warga negara asing, perusahaan lepas pantai dan sistem perbankan internasional," para pemantau PBB mencatat dalam laporan setebal 213 halaman tersebut seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (3/2/2018).

Dengan resolusi 2016, Dewan Keamanan PBB melarang ekspor batu bara dan mewajibkan setiap negara untuk melaporkan impor batu bara Korut ke komite sanksi dewan. Kemudian melarang semua ekspor batu bara oleh Korut pada 5 Agustus.

Pemantau PBB menyelidiki 16 pengiriman batu bara antara Januari dan 5 Agustus ke pelabuhan di Rusia, China, Malaysia dan Vietnam. Mereka mengatakan Malaysia melaporkan satu pengiriman ke komite dewan dan 15 pengiriman lainnya telah melanggar sanksi.

Setelah larangan batu bara diberlakukan pada 5 Agustus, pemantau PBB menyelidiki 23 pengiriman batu bara ke pelabuhan di Rusia, China, Korsel dan Vietnam. Pemantau PBB mengatakan bahwa semua pengiriman tersebut akan merupakan pelanggaran resolusi, jika dikonfirmasi.

"DPRK menggabungkan pola navigasi yang menipu, manipulasi sinyal, transshipment serta dokumentasi palsu untuk mengaburkan asal usul batubara," kata para pemantau.

"Pemantau U.N juga menyelidiki kasus pengiriman kapal ke kapal produk minyak bumi yang melanggar (sanksi PBB) dan menemukan bahwa jaringan di balik kapal ini terutama berbasis di provinsi Taiwan di China," imbuh laporan tersebut.

Para pemantau mengatakan satu negara, yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada mereka bahwa Korut telah melakukan transfer dari pelabuhan Wonsan dan Nampo serta perairan internasional antara Laut Kuning dan Laut China Timur antara bulan Oktober dan Januari.

Laporan tersebut mengatakan beberapa perusahaan minyak multinasional, yang tidak disebutkan namanya, juga diselidiki karena peran dalam rantai pasokan produk minyak bumi yang dialihkan ke Korut.

Misi Korut untuk PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan PBB itu. Sementara Rusia dan China telah berulang kali mengatakan bahwa mereka menerapkan sanksi PBB terhadap Korut.

Para pemantau juga mengatakan bahwa mereka telah menyelidiki kerja sama rudal balistik yang sedang berlangsung antara Suriah dan Myanmar, termasuk lebih dari 40 pengiriman Korut yang sebelumnya tidak dilaporkan antara tahun 2012 dan 2017 ke Pusat Studi dan Penelitian Ilmiah Suriah. Lembaga ini adalah institusi yang mengawasi program senjata kimia negara tersebut.

"Investigasi tersebut telah menunjukkan bukti lebih lanjut embargo senjata dan pelanggaran lainnya, termasuk melalui pengiriman barang dengan utilitas dalam program rudal balistik dan senjata kimia," tulis pemantau PBB.

Mereka juga memeriksa muatan dari dua pengiriman dari Korut yang dicegat oleh negara-negara tak dikenal dalam perjalanan ke Suriah. "Keduanya mengandung ubin tahan asam yang bisa menutupi area yang setara dengan proyek industri skala besar," para pemantau melaporkan.

Satu negara, yang tidak teridentifikasi, mengatakan kepada pemantau bahwa pengiriman yang disita dapat digunakan untuk membangun batu bata bagi dinding interior pabrik kimia.

Suriah setuju untuk menghancurkan senjata kimia pada tahun 2013. Namun, para diplomat dan inspektur senjata menduga Suriah mungkin telah secara diam-diam mempertahankan atau mengembangkan kemampuan senjata kimia baru.

Misi Suriah untuk PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan PBB.

Pemantau PBB juga mengatakan satu negara, yang tidak mereka identifikasi, melaporkan ada bukti bahwa Myanmar menerima sistem rudal balistik dari Korut, bersamaan dengan senjata konvensional, termasuk beberapa peluncur roket dan rudal darat-ke-udara.

Misi Myanmar ke PBB tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari laporan tersebut.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5077 seconds (0.1#10.140)