Gempur Gaza, Israel Dapat 2 Pukulan Telak: Kekalahan Terburuk dan Isolasi Diplomatik
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Israel mendapatkan sekaligus dua pukulan telak di tengah kampanye perang membabi butanya di Jalur Gaza . Negara Zionis itu harus menerima kenyataan menderita kerugian pertempuran terburuk dalam kampanye militer selama lebih dari sebulan di Jalur Gaza dan menghadapi isolasi diplomatik yang semakim besar ketika kematian warga sipil meningkat dan bencana kemanusiaan memburuk.
Israel mengumumkan kekalahan terburuk dalam pertempuran selama lebih dari sebulan pada Rabu (13/12/2023) setelah penyergapan di reruntuhan Kota Gaza.
Dilansir dari Reuters, Israel melaporkan sepuluh tentaranya tewas dalam 24 jam terakhir, termasuk seorang kolonel yang memimpin pangkalan dan seorang letnan kolonel yang memimpin resimen. Ini merupakan kerugian satu hari terburuk sejak 15 orang tewas pada 31 Oktober.
Militer Israel mengatakan sebagian besar korban tewas terjadi di distrik Shejaiya di Kota Gaza di utara, di mana tentara disergap saat mencoba menyelamatkan sekelompok tentara lain yang menyerang pejuang di sebuah gedung.
Hamas mengatakan insiden tersebut menunjukkan bahwa pasukan Israel tidak akan pernah bisa menaklukkan Gaza.
"Semakin lama Anda tinggal di sana, semakin besar pula kerugian dan kematian Anda, dan Anda akan keluar dari sana dengan membawa kekecewaan dan kerugian, Insya Allah," kata Hamas.
Israel melancarkan kampanyenya untuk memusnahkan kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza dengan simpati global setelah para pejuangnya menyerbu pagar perbatasan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 240 orang.
Namun sejak saat itu, pasukan Israel mengepung daerah kantong tersebut dan menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut, dengan lebih dari 18.000 orang dipastikan tewas menurut otoritas kesehatan Palestina, dan ribuan lainnya dikhawatirkan tertimbun reruntuhan atau di luar jangkauan ambulans.
Sejak gencatan senjata selama seminggu gagal pada awal Desember, pasukan Israel telah memperluas kampanye darat mereka dari Jalur Gaza utara ke selatan dengan menyerbu kota utama Khan Younis di selatan.
Israel pun kemudian mendapatkan pukulan telak kedua adalah saat Majelis Umum PBB menuntut gencatan senjata. Meski tidak memiliki kekuatan hukum, namun itu adalah tanda kuat dari terkikisnya dukungan internasional terhadap tindakan Israel. Tiga perempat dari 193 negara anggota memberikan suara mendukung dan hanya delapan negara yang bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dalam memberikan suara menentang.
Sebelum pemungutan suara, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan Israel masih mendapat dukungan dari "sebagian besar dunia" untuk perjuangan melawan Hamas.
“Tetapi mereka mulai kehilangan dukungan karena pemboman tanpa pandang bulu yang terjadi,” katanya pada sebuah acara donor kampanye.
Dalam tanda perpecahan yang paling umum antara para pemimpin AS dan Israel sejauh ini, Biden mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu perlu mengubah pemerintahan garis kerasnya, dan pada akhirnya Israel “tidak bisa mengatakan tidak” pada negara Palestina merdeka, yang ditentang oleh banyak anggota sayap kanan kabinet Israel.
Israel mengumumkan kekalahan terburuk dalam pertempuran selama lebih dari sebulan pada Rabu (13/12/2023) setelah penyergapan di reruntuhan Kota Gaza.
Dilansir dari Reuters, Israel melaporkan sepuluh tentaranya tewas dalam 24 jam terakhir, termasuk seorang kolonel yang memimpin pangkalan dan seorang letnan kolonel yang memimpin resimen. Ini merupakan kerugian satu hari terburuk sejak 15 orang tewas pada 31 Oktober.
Militer Israel mengatakan sebagian besar korban tewas terjadi di distrik Shejaiya di Kota Gaza di utara, di mana tentara disergap saat mencoba menyelamatkan sekelompok tentara lain yang menyerang pejuang di sebuah gedung.
Hamas mengatakan insiden tersebut menunjukkan bahwa pasukan Israel tidak akan pernah bisa menaklukkan Gaza.
"Semakin lama Anda tinggal di sana, semakin besar pula kerugian dan kematian Anda, dan Anda akan keluar dari sana dengan membawa kekecewaan dan kerugian, Insya Allah," kata Hamas.
Israel melancarkan kampanyenya untuk memusnahkan kelompok militan Hamas yang menguasai Gaza dengan simpati global setelah para pejuangnya menyerbu pagar perbatasan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 warga Israel, sebagian besar warga sipil, dan menyandera 240 orang.
Namun sejak saat itu, pasukan Israel mengepung daerah kantong tersebut dan menghancurkan sebagian besar wilayah tersebut, dengan lebih dari 18.000 orang dipastikan tewas menurut otoritas kesehatan Palestina, dan ribuan lainnya dikhawatirkan tertimbun reruntuhan atau di luar jangkauan ambulans.
Sejak gencatan senjata selama seminggu gagal pada awal Desember, pasukan Israel telah memperluas kampanye darat mereka dari Jalur Gaza utara ke selatan dengan menyerbu kota utama Khan Younis di selatan.
Israel pun kemudian mendapatkan pukulan telak kedua adalah saat Majelis Umum PBB menuntut gencatan senjata. Meski tidak memiliki kekuatan hukum, namun itu adalah tanda kuat dari terkikisnya dukungan internasional terhadap tindakan Israel. Tiga perempat dari 193 negara anggota memberikan suara mendukung dan hanya delapan negara yang bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dalam memberikan suara menentang.
Sebelum pemungutan suara, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan Israel masih mendapat dukungan dari "sebagian besar dunia" untuk perjuangan melawan Hamas.
“Tetapi mereka mulai kehilangan dukungan karena pemboman tanpa pandang bulu yang terjadi,” katanya pada sebuah acara donor kampanye.
Dalam tanda perpecahan yang paling umum antara para pemimpin AS dan Israel sejauh ini, Biden mengatakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu perlu mengubah pemerintahan garis kerasnya, dan pada akhirnya Israel “tidak bisa mengatakan tidak” pada negara Palestina merdeka, yang ditentang oleh banyak anggota sayap kanan kabinet Israel.
(ian)