Pengakuan Bocah dan Pria Palestina Jadi Tahanan Israel: Kami Seolah-olah Lebih Rendah dari Manusia
loading...
A
A
A
“Mereka menyuruh kami mengosongkan tas kami di lantai dan menghalangi kami mengambil uang atau emas istri kami,” kenang Nader.
“Sesedikit apa pun makanan yang kami punya, mereka juga membuangnya. Mereka mengambil uang, kartu identitas, dan telepon kami,” tuturnya.
Para tentara membagi rumah: perempuan dan anak-anak kecil di satu ruangan dan laki-laki serta remaja laki-laki di ruangan lain. Kemudian mereka menyuruh Nader, Mahmoud, saudara iparnya, dan kerabat laki-laki lainnya untuk telanjang, lalu mendorong mereka keluar.
“Mereka menangkap sedikitnya 150 pria dari rumah sekitar dan menutup mata serta memborgol kami semua di jalan,” jelas Nader.
Ketika tentara Israel memaksa orang-orang tersebut ke belakang beberapa truk, Nader memastikan Mahmoud ada di pangkuannya, takut dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap putranya jika mereka dipisahkan.
“Saya tidak ingin kehilangan anak saya, saya juga tidak ingin anak saya kehilangan ayahnya,” ujarnya.
Para pria segera menyadari bahwa ada juga wanita di dalam truk, yang terus mengerem secara tiba-tiba, menyebabkan para tahanan terjatuh satu sama lain.
“Mata kami semua ditutup, jadi kami tidak bisa melihat satu sama lain, tapi kami mendengar para perempuan tersebut meminta kami untuk menjaga mereka seperti kami menjaga saudara perempuan kami sendiri,” ungkap Nader. “Ada juga anak-anak kecil bersama mereka,” imbuhnya.
Truk itu berhenti, dan sekali lagi, pria dan wanita dipisahkan. Para pria dan remaja laki-laki tersebut dibawa ke sebuah gudang dan mereka duduk di lantai kosong yang ditutupi butiran beras yang berserakan. Di sana mereka dipukuli, diinterogasi dan dicaci maki. Tidak boleh tidur, dan butiran beras memotong kulit mereka saat mereka duduk di sana, tanpa pakaian.
Mohammed Odeh (14) diambil dari lingkungan Wadi al-Arayes di Zeitoun yang sama dengan keluarga Zindah, di mana dia dan keluarganya terjebak di rumah mereka selama lima hari, kelaparan.
“Sesedikit apa pun makanan yang kami punya, mereka juga membuangnya. Mereka mengambil uang, kartu identitas, dan telepon kami,” tuturnya.
Para tentara membagi rumah: perempuan dan anak-anak kecil di satu ruangan dan laki-laki serta remaja laki-laki di ruangan lain. Kemudian mereka menyuruh Nader, Mahmoud, saudara iparnya, dan kerabat laki-laki lainnya untuk telanjang, lalu mendorong mereka keluar.
“Mereka menangkap sedikitnya 150 pria dari rumah sekitar dan menutup mata serta memborgol kami semua di jalan,” jelas Nader.
Ketika tentara Israel memaksa orang-orang tersebut ke belakang beberapa truk, Nader memastikan Mahmoud ada di pangkuannya, takut dengan apa yang akan mereka lakukan terhadap putranya jika mereka dipisahkan.
“Saya tidak ingin kehilangan anak saya, saya juga tidak ingin anak saya kehilangan ayahnya,” ujarnya.
Para pria segera menyadari bahwa ada juga wanita di dalam truk, yang terus mengerem secara tiba-tiba, menyebabkan para tahanan terjatuh satu sama lain.
“Mata kami semua ditutup, jadi kami tidak bisa melihat satu sama lain, tapi kami mendengar para perempuan tersebut meminta kami untuk menjaga mereka seperti kami menjaga saudara perempuan kami sendiri,” ungkap Nader. “Ada juga anak-anak kecil bersama mereka,” imbuhnya.
Truk itu berhenti, dan sekali lagi, pria dan wanita dipisahkan. Para pria dan remaja laki-laki tersebut dibawa ke sebuah gudang dan mereka duduk di lantai kosong yang ditutupi butiran beras yang berserakan. Di sana mereka dipukuli, diinterogasi dan dicaci maki. Tidak boleh tidur, dan butiran beras memotong kulit mereka saat mereka duduk di sana, tanpa pakaian.
Kelaparan dan Dipukuli Selama Berhari-hari
Mohammed Odeh (14) diambil dari lingkungan Wadi al-Arayes di Zeitoun yang sama dengan keluarga Zindah, di mana dia dan keluarganya terjebak di rumah mereka selama lima hari, kelaparan.