Rusia Bongkar Peran Merusak AS, Negara-negara Barat, dan Israel di Timur Tengah
loading...
A
A
A
NEW YORK - Rusia menuding Amerika Serikat (AS) memainkan “peran destruktif” dalam eskalasi konflik Israel-Palestina akibat kebijakan Washington di Timur Tengah.
Negara-negara Barat tidak tertarik melindungi kepentingan rakyat Palestina, mereka menganggap Palestina sebagai masyarakat kelas dua, menurut Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzia.
“Selama pekan-pekan ini, satu fakta yang sangat tidak menyenangkan menjadi jelas: Palestina adalah bangsa kelas dua bagi Barat yang tidak tertarik untuk melindungi kepentingan mereka. Ini adalah alasan utama permasalahan yang dihadapi Dewan dalam mengambil keputusan,” ungkap diplomat tersebut pada pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Timur Tengah.
“Selama hampir dua bulan, komunitas internasional, lembaga kemanusiaan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum telah menyerukan kepada Dewan untuk menuntut agar pihak-pihak yang bersengketa segera melakukan gencatan senjata. Rusia telah mengatakan hal ini sejak awal eskalasi,” tegas Nebenzia, dilansir Palestine Chronicle.
“Tetapi seruan ini belum terdengar. Dan gencatan senjata yang berkelanjutan bukan hanya merupakan keharusan moral, namun merupakan satu-satunya jaminan respons kemanusiaan yang efektif, yang tidak dapat dilakukan dalam kondisi permusuhan,” ujar diplomat tersebut.
Utusan Rusia tersebut menunjukkan resolusi Timur Tengah yang diadopsi Dewan Keamanan PBB sebagai akibat dari posisi AS hanya memberikan jeda kemanusiaan dan tidak memiliki mekanisme memantau pelaksanaan ketentuan-ketentuannya.
“Pesan awalnya yang benar ternyata sangat dikebiri oleh upaya AS dan tidak memuat persyaratan gencatan senjata, serta tidak memberikan langkah-langkah praktis memastikan akses yang luas dan tanpa hambatan bagi mereka yang membutuhkan, untuk memberikan bantuan kepada para korban,” ujar Nebenzia.
Pada tanggal 15 November, Dewan Keamanan PBB mengadopsi rancangan resolusi kemanusiaan Malta mengenai Timur Tengah yang bertujuan membantu anak-anak di zona konflik Palestina-Israel.
Dari 15 anggota Dewan, 12 mendukung dokumen tersebut, sedangkan Inggris, Rusia dan Amerika Serikat abstain.
Dewan Keamanan PBB menolak amandemen Rusia terhadap resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Sementara itu, wakil perwakilan tetap Rusia untuk PBB menuduh AS memainkan “peran destruktif” dalam eskalasi konflik Israel-Palestina akibat kebijakan Washington di Timur Tengah.
“Kebijakan AS yang menutup mata terhadap pembangunan permukiman Israel yang sedang berlangsung di wilayah pendudukan (Palestina) dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki, telah memainkan peran destruktif dalam eskalasi saat ini,” ungkap Dmitry Chumakov kepada Majelis Umum PBB pada Selasa.
“Akibatnya, kita kini menyaksikan konflik dengan cakupan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mungkin menyebar ke seluruh Timur Tengah,” tegas dia.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, jumlah korban tewas akibat perang Israel telah meningkat menjadi lebih dari 16.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita.
Negara-negara Barat tidak tertarik melindungi kepentingan rakyat Palestina, mereka menganggap Palestina sebagai masyarakat kelas dua, menurut Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzia.
“Selama pekan-pekan ini, satu fakta yang sangat tidak menyenangkan menjadi jelas: Palestina adalah bangsa kelas dua bagi Barat yang tidak tertarik untuk melindungi kepentingan mereka. Ini adalah alasan utama permasalahan yang dihadapi Dewan dalam mengambil keputusan,” ungkap diplomat tersebut pada pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Timur Tengah.
“Selama hampir dua bulan, komunitas internasional, lembaga kemanusiaan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum telah menyerukan kepada Dewan untuk menuntut agar pihak-pihak yang bersengketa segera melakukan gencatan senjata. Rusia telah mengatakan hal ini sejak awal eskalasi,” tegas Nebenzia, dilansir Palestine Chronicle.
“Tetapi seruan ini belum terdengar. Dan gencatan senjata yang berkelanjutan bukan hanya merupakan keharusan moral, namun merupakan satu-satunya jaminan respons kemanusiaan yang efektif, yang tidak dapat dilakukan dalam kondisi permusuhan,” ujar diplomat tersebut.
Utusan Rusia tersebut menunjukkan resolusi Timur Tengah yang diadopsi Dewan Keamanan PBB sebagai akibat dari posisi AS hanya memberikan jeda kemanusiaan dan tidak memiliki mekanisme memantau pelaksanaan ketentuan-ketentuannya.
“Pesan awalnya yang benar ternyata sangat dikebiri oleh upaya AS dan tidak memuat persyaratan gencatan senjata, serta tidak memberikan langkah-langkah praktis memastikan akses yang luas dan tanpa hambatan bagi mereka yang membutuhkan, untuk memberikan bantuan kepada para korban,” ujar Nebenzia.
Pada tanggal 15 November, Dewan Keamanan PBB mengadopsi rancangan resolusi kemanusiaan Malta mengenai Timur Tengah yang bertujuan membantu anak-anak di zona konflik Palestina-Israel.
Dari 15 anggota Dewan, 12 mendukung dokumen tersebut, sedangkan Inggris, Rusia dan Amerika Serikat abstain.
Dewan Keamanan PBB menolak amandemen Rusia terhadap resolusi yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang mengarah pada penghentian permusuhan.
Peran Merusak
Sementara itu, wakil perwakilan tetap Rusia untuk PBB menuduh AS memainkan “peran destruktif” dalam eskalasi konflik Israel-Palestina akibat kebijakan Washington di Timur Tengah.
“Kebijakan AS yang menutup mata terhadap pembangunan permukiman Israel yang sedang berlangsung di wilayah pendudukan (Palestina) dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki, telah memainkan peran destruktif dalam eskalasi saat ini,” ungkap Dmitry Chumakov kepada Majelis Umum PBB pada Selasa.
“Akibatnya, kita kini menyaksikan konflik dengan cakupan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mungkin menyebar ke seluruh Timur Tengah,” tegas dia.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, jumlah korban tewas akibat perang Israel telah meningkat menjadi lebih dari 16.000 warga Palestina, termasuk lebih dari 6.150 anak-anak dan lebih dari 4.000 wanita.
(sya)