Koran China: Ateis, Pejabat Partai Komunis Jangan Sembah Buddha
A
A
A
BEIJING - Surat kabar top China memperingatkan para pejabat Partai Komunis untuk tidak berdoa kepada Tuhan dan menyembah Buddha. Alasannya, komunisme adalah ateisme.
Sebaliknya, koran China tersebut menganggap sistem kepercayaan dan takhayul adalah akar dari banyak pejabat korup yang jatuh.
Kebijakan resmi pemerintah China menjamin kebebasan beragama untuk sistem kepercayaan utama seperti agama Kristen, Buddha dan Islam. Namun, anggota Partai Komunis dimasksudkan untuk menjadi ateis dan dilarang berpartisipasi dalam apa yang disebut sebagai praktik takhayul, termasuk praktik ramalan.
Surat kabar People's Daily (Harian Rakyat), koran resmi Partai Komunis China membuat peringatan itu dalam komentar editorialnya, Kamis (12/10/2017). Surat kabar ini menggaris bawahi maraknya pejabat yang diturunkan karena korupsi dan berpartisipasi dalam ”kegiatan takhayul feodalistik”.
”Sebenarnya, beberapa pejabat sering pergi ke vihara, berdoa kepada Tuhan dan menyembah Buddha,” tulis People’s Daily, yang dikutip Reuters.
“Beberapa pejabat terobsesi dengan menggosok bahu dengan para master, berteman dengan mereka sebagai saudara laki-laki dan menjadi antek-antek dan pohon uang mereka,” lanjut surat kabar tersebut.
Orang-orang China, terutama para pemimpin negara, memiliki tradisi panjang dalam mempercayai ketekunan dan geomansi mereka, mencari jawaban pada saat dilanda keraguan dan kekacauan.
Praktik ini telah tumbuh lebih berisiko di tengah tindakan keras terhadap korupsi yang mendalam yang diluncurkan oleh Presiden Xi Jinping setelah mengambil alih kekuasaan pada akhir 2012, di mana puluhan pejabat senior telah dipenjara.
People's Daily menunjuk contoh Li Chuncheng, mantan wakil kepala partai di Sichuan yang dipenjara selama 13 tahun pada tahun 2015 karena kasus penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan, yang dianggap antusias terhadap praktik geomansi tradisional China, yakni fengshui.
Pejabat lain yang jauh lebih junior, di provinsi selatan Jiangxi, menurut koran tersebut, mengenakan mantra untuk menangkal nasib buruk.
”Sebagai pejabat, jika Anda menghabiskan seluruh waktu Anda untuk menyesuaikan diri dengan cara yang bajingan, cepat atau lambat Anda akan menjadi sedih,” imbuh editorial surat kabar tersebut.
Pendiri China modern, Mao Zedong, sejatinya juga sudah melarang ramalan dan takhayul di negara tersebut. People's Daily meminta para pejabat mengingat kata-kata panduan Marx bahwa “komunisme dimulai dari awal dengan ateisme”.
Sebaliknya, koran China tersebut menganggap sistem kepercayaan dan takhayul adalah akar dari banyak pejabat korup yang jatuh.
Kebijakan resmi pemerintah China menjamin kebebasan beragama untuk sistem kepercayaan utama seperti agama Kristen, Buddha dan Islam. Namun, anggota Partai Komunis dimasksudkan untuk menjadi ateis dan dilarang berpartisipasi dalam apa yang disebut sebagai praktik takhayul, termasuk praktik ramalan.
Surat kabar People's Daily (Harian Rakyat), koran resmi Partai Komunis China membuat peringatan itu dalam komentar editorialnya, Kamis (12/10/2017). Surat kabar ini menggaris bawahi maraknya pejabat yang diturunkan karena korupsi dan berpartisipasi dalam ”kegiatan takhayul feodalistik”.
”Sebenarnya, beberapa pejabat sering pergi ke vihara, berdoa kepada Tuhan dan menyembah Buddha,” tulis People’s Daily, yang dikutip Reuters.
“Beberapa pejabat terobsesi dengan menggosok bahu dengan para master, berteman dengan mereka sebagai saudara laki-laki dan menjadi antek-antek dan pohon uang mereka,” lanjut surat kabar tersebut.
Orang-orang China, terutama para pemimpin negara, memiliki tradisi panjang dalam mempercayai ketekunan dan geomansi mereka, mencari jawaban pada saat dilanda keraguan dan kekacauan.
Praktik ini telah tumbuh lebih berisiko di tengah tindakan keras terhadap korupsi yang mendalam yang diluncurkan oleh Presiden Xi Jinping setelah mengambil alih kekuasaan pada akhir 2012, di mana puluhan pejabat senior telah dipenjara.
People's Daily menunjuk contoh Li Chuncheng, mantan wakil kepala partai di Sichuan yang dipenjara selama 13 tahun pada tahun 2015 karena kasus penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan, yang dianggap antusias terhadap praktik geomansi tradisional China, yakni fengshui.
Pejabat lain yang jauh lebih junior, di provinsi selatan Jiangxi, menurut koran tersebut, mengenakan mantra untuk menangkal nasib buruk.
”Sebagai pejabat, jika Anda menghabiskan seluruh waktu Anda untuk menyesuaikan diri dengan cara yang bajingan, cepat atau lambat Anda akan menjadi sedih,” imbuh editorial surat kabar tersebut.
Pendiri China modern, Mao Zedong, sejatinya juga sudah melarang ramalan dan takhayul di negara tersebut. People's Daily meminta para pejabat mengingat kata-kata panduan Marx bahwa “komunisme dimulai dari awal dengan ateisme”.
(mas)