Menlu Bangladesh: Kekerasan terhadap Rohingya adalah Genosida
A
A
A
DHAKA - Menteri Luar Negeri (Menlu) Bangladesh AH Mahmood Ali mengatakan genosida terhadap minoritas Rohingya sedang dilancarkan di negara bagian Rakhine, Myanmar. Kekerasan itu telah memicu eksodus hampir 300.000 warga minoritas tersebut ke Bangladesh.
”Komunitas internasional mengatakan bahwa ini adalah genosida. Kami juga mengatakan bahwa ini adalah genosida,” kata Ali.
Ali telah bertemu dengan diplomat Barat, Arab dan kepala badan-badan PBB yang berbasis di Bangladesh untuk mencari dukungan guna menemukan solusi politik atas krisis di Rakhine. Pertemuan itu juga untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban kekerasan.
Ali mengatakan, kekerasan terbaru di Rakhine telah membuat negaranya dibanjiri pengungsi Rohingya hingga lebih dari 700.000 orang. Jumlah itu akumulasi dari dampak kekerasan sejak Oktober tahun lalu.
”Sekarang, ini masalah nasional,” kata Ali, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (11/9/2017).
Data resmi PBB menyebut ada 294.000 pengungsi etnis minoritas dari Rakhine sudah tiba di Bangladesh sejak serangan kelompok gerilyawan terhadap pos-pos polisi di Rakhine pada 25 Agustus yang menewaskan 12 petugas. Serangan gerilyawan itu memicu serangan militer besar-besaran terhadap sejumlah desa yang dihuni minoritas Rohingya.
Militer Myanmar mengakui telah membunuh lebih dari 300 warga Rohingya yang dituduh sebagai anggota gerilyawan. Namun, para aktivis Rakhine dengan data kredibel menyebut militer negara itu melakukan pembantaian massal terhadap warga sipil Rohingya.
Komentar Ali muncul saat Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Bangladesh, Kazi Reazul Hoque, mengatakan bahwa tokoh terkemuka di Myanmar dapat diadili pengadilan internasional karena genosida.
”Cara genosida telah dilakukan di Myanmar, cara orang-orang terbunuh dalam serangan pembakaran, kami berpikir untuk mendesak persidangan melawan Myanmar, dan melawan tentara Myanmar di sebuah pengadilan internasional,” kata Hoque pada hari Minggu saat mengunjungi sebuah kamp pengungsi di distrik Cox's Bazar yang dekat dengan perbatasan Myanmar.
”Kami akan mengambil keputusan setelah menilai langkah-langkah apa yang harus diambil untuk itu, dan pada saat bersamaan kami mendesak masyarakat internasional untuk maju dengan bantuan mereka,” ujar Hoque.
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, serta militer negara itu telah menghadapi kecaman internasional atas perlakuannya terhadap minoritas Rohingya.
Kelompok minoritas yang sebagian besar minoritas warga Muslim sudah tinggal secara turun-temurun di negara bagian Rakhine, tapi tidak memiliki kewarganegaraan Myanmar. Mereka dianggap sebagai “Bengali” sebutan migran ilegal asal Bangladesh.
Ali menuduh Myanmar menjalankan kampanye "propaganda jahat” karena menyebut minoritas Rohingya sebagai migran ilegal dari Bangladesh dan pejuangnya sebagai teroris Bengali.
Ali menggambarkan respons terhadap serangan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus itu sebagai balas dendam oleh pasukan Myanmar.
”Haruskah semua orang dibunuh? Haruskah semua desa dibakar? Tidak dapat diterima,” kesal Ali.
”Kami tidak menciptakan masalah, karena masalah dimulai di Myanmar, itu sebabnya mereka harus menyelesaikannya. Kami telah mengatakan bahwa kami akan membantu mereka,” imbuh Ali.
”Komunitas internasional mengatakan bahwa ini adalah genosida. Kami juga mengatakan bahwa ini adalah genosida,” kata Ali.
Ali telah bertemu dengan diplomat Barat, Arab dan kepala badan-badan PBB yang berbasis di Bangladesh untuk mencari dukungan guna menemukan solusi politik atas krisis di Rakhine. Pertemuan itu juga untuk memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban kekerasan.
Ali mengatakan, kekerasan terbaru di Rakhine telah membuat negaranya dibanjiri pengungsi Rohingya hingga lebih dari 700.000 orang. Jumlah itu akumulasi dari dampak kekerasan sejak Oktober tahun lalu.
”Sekarang, ini masalah nasional,” kata Ali, seperti dikutip Al Jazeera, Senin (11/9/2017).
Data resmi PBB menyebut ada 294.000 pengungsi etnis minoritas dari Rakhine sudah tiba di Bangladesh sejak serangan kelompok gerilyawan terhadap pos-pos polisi di Rakhine pada 25 Agustus yang menewaskan 12 petugas. Serangan gerilyawan itu memicu serangan militer besar-besaran terhadap sejumlah desa yang dihuni minoritas Rohingya.
Militer Myanmar mengakui telah membunuh lebih dari 300 warga Rohingya yang dituduh sebagai anggota gerilyawan. Namun, para aktivis Rakhine dengan data kredibel menyebut militer negara itu melakukan pembantaian massal terhadap warga sipil Rohingya.
Komentar Ali muncul saat Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Bangladesh, Kazi Reazul Hoque, mengatakan bahwa tokoh terkemuka di Myanmar dapat diadili pengadilan internasional karena genosida.
”Cara genosida telah dilakukan di Myanmar, cara orang-orang terbunuh dalam serangan pembakaran, kami berpikir untuk mendesak persidangan melawan Myanmar, dan melawan tentara Myanmar di sebuah pengadilan internasional,” kata Hoque pada hari Minggu saat mengunjungi sebuah kamp pengungsi di distrik Cox's Bazar yang dekat dengan perbatasan Myanmar.
”Kami akan mengambil keputusan setelah menilai langkah-langkah apa yang harus diambil untuk itu, dan pada saat bersamaan kami mendesak masyarakat internasional untuk maju dengan bantuan mereka,” ujar Hoque.
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, serta militer negara itu telah menghadapi kecaman internasional atas perlakuannya terhadap minoritas Rohingya.
Kelompok minoritas yang sebagian besar minoritas warga Muslim sudah tinggal secara turun-temurun di negara bagian Rakhine, tapi tidak memiliki kewarganegaraan Myanmar. Mereka dianggap sebagai “Bengali” sebutan migran ilegal asal Bangladesh.
Ali menuduh Myanmar menjalankan kampanye "propaganda jahat” karena menyebut minoritas Rohingya sebagai migran ilegal dari Bangladesh dan pejuangnya sebagai teroris Bengali.
Ali menggambarkan respons terhadap serangan gerilyawan Rohingya pada 25 Agustus itu sebagai balas dendam oleh pasukan Myanmar.
”Haruskah semua orang dibunuh? Haruskah semua desa dibakar? Tidak dapat diterima,” kesal Ali.
”Kami tidak menciptakan masalah, karena masalah dimulai di Myanmar, itu sebabnya mereka harus menyelesaikannya. Kami telah mengatakan bahwa kami akan membantu mereka,” imbuh Ali.
(mas)