Dihujani Roket-roket Gaza, Kota Israel Ini Jadi Kota Hantu
loading...
A
A
A
Tidak jauh dari terminal bus berdiri balai kota, sebagian besar terbengkalai. Di deretan toko di sebelah pintu masuk utama, semua jendelanya retak. Yang satu tidak lagi memiliki pintu, hanya tersisa rangka logamnya.
Kecuali toko telepon, semua toko telah dikunci. Di pintu masuk balai kota duduk Rami, sangat dekat dengan pintu masuk tempat penampungan, memberi tahu mereka yang datang bahwa tidak ada seorang pun di gedung yang menerima mereka.
Di belakang gedung terdapat pintu masuk terpisah ke ruang perang kotamadya, dipagari oleh penghalang polisi, tempat enam penjaga bersenjata berdiri dan menyaring masuknya warga.
"Hanya orang-orang yang berkebutuhan mendesak yang boleh masuk," kata seorang komandan pengawal.
Tzilla, pemilik kedai kopi dan toko roti besar, berusaha sekuat tenaga tersenyum melihat beberapa pelanggan yang masih datang, namun mengaku tenaganya sudah mulai habis.
"Kami tidak punya tempat berlindung di jalan ini. Saat ada alarm, pelanggan dan kami, staf, berkumpul di dapur," katanya kepada MEE.
"Tidak masuk akal... dulu, setiap pelanggan akan mendapat perhatian dariku, sedikit basa-basi, sedikit lelucon. Hari ini aku bilang pada mereka 'cepat, cepat, ambil kopimu dan tinggalkan toko roti' karena disana tidak cukup ruang di dapur untuk melindungi mereka dari rudal," imbuhnya.
Kemungkinan jatuhnya roket merupakan kekhawatiran serius bagi para pekerja di KATSA, jaringan pipa minyak di dekat pintu masuk kota, yang merupakan sasaran favorit.
“Di sana sangat berbahaya,” kata Amichai, ayah tiga anak berusia 33 tahun, yang lahir di Ashkelon.
“Sebelum saya menikah, saya tinggal di AS selama beberapa tahun. Dan meskipun saya kembali atas keinginan saya sendiri dan saya mencintai negara dan Ashkelon, ada saat-saat ketika saya melihat istri saya di bawah tekanan dan anak-anak saya yang masih kecil, itulah yang membuat terlintas dalam pikiranku bahwa mungkin aku harus pergi dari sini lagi, setidaknya untuk sementara waktu," akunya.
Wali Kota Ashkelon, Tomer Glam, mengatakan kepada MEE bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk mendukung kota tersebut.
Kecuali toko telepon, semua toko telah dikunci. Di pintu masuk balai kota duduk Rami, sangat dekat dengan pintu masuk tempat penampungan, memberi tahu mereka yang datang bahwa tidak ada seorang pun di gedung yang menerima mereka.
Di belakang gedung terdapat pintu masuk terpisah ke ruang perang kotamadya, dipagari oleh penghalang polisi, tempat enam penjaga bersenjata berdiri dan menyaring masuknya warga.
"Hanya orang-orang yang berkebutuhan mendesak yang boleh masuk," kata seorang komandan pengawal.
Tzilla, pemilik kedai kopi dan toko roti besar, berusaha sekuat tenaga tersenyum melihat beberapa pelanggan yang masih datang, namun mengaku tenaganya sudah mulai habis.
"Kami tidak punya tempat berlindung di jalan ini. Saat ada alarm, pelanggan dan kami, staf, berkumpul di dapur," katanya kepada MEE.
"Tidak masuk akal... dulu, setiap pelanggan akan mendapat perhatian dariku, sedikit basa-basi, sedikit lelucon. Hari ini aku bilang pada mereka 'cepat, cepat, ambil kopimu dan tinggalkan toko roti' karena disana tidak cukup ruang di dapur untuk melindungi mereka dari rudal," imbuhnya.
Kemungkinan jatuhnya roket merupakan kekhawatiran serius bagi para pekerja di KATSA, jaringan pipa minyak di dekat pintu masuk kota, yang merupakan sasaran favorit.
“Di sana sangat berbahaya,” kata Amichai, ayah tiga anak berusia 33 tahun, yang lahir di Ashkelon.
“Sebelum saya menikah, saya tinggal di AS selama beberapa tahun. Dan meskipun saya kembali atas keinginan saya sendiri dan saya mencintai negara dan Ashkelon, ada saat-saat ketika saya melihat istri saya di bawah tekanan dan anak-anak saya yang masih kecil, itulah yang membuat terlintas dalam pikiranku bahwa mungkin aku harus pergi dari sini lagi, setidaknya untuk sementara waktu," akunya.
Kurang Dukungan
Wali Kota Ashkelon, Tomer Glam, mengatakan kepada MEE bahwa lebih banyak yang harus dilakukan untuk mendukung kota tersebut.