Perekonomian China Lesu di Tengah Tingginya Pengangguran Pemuda
loading...
A
A
A
Dalam dunia yang terhubung secara global, gejolak seperti ini dapat berdampak pada hubungan internasional. Kerusuhan masyarakat dapat membuat suatu negara menjadi kurang stabil dan kurang menarik bagi investasi asing, terutama di negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi erat dengan China. Kerusuhan seperti ini juga dapat mengganggu rantai pasok global.
Data yang dirilis pada 13 Oktober 2023 menunjukkan perekonomian China masih stagnan, dengan penurunan harga akibat lesunya permintaan konsumen dan dunia usaha. Dibandingkan situasi tahun ini, harga konsumen tetap datar di bulan September, menurut angka yang dikeluarkan oleh Biro Statistik Nasional China, sementara harga grosir turun sebesar 2,5 persen. Ekspor dan impor juga turun di bulan September karena permintaan produk China turun di pasar luar negeri.
Pemulihan China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, dari guncangan pandemi Covid-19 relatif tersendat. Di awal Oktober ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan China, mengestimasi pertumbuhan ekonomi berada di level terendah sebesar lima persen pada 2023 dan 4,2 persen tahun depan, turun sedikit dari perkiraan konservatifnya pada Juli lalu.
IMF mengaitkan revisi perkiraan ekonomi China ini dengan melemahnya kepercayaan konsumen dan permintaan global, serta krisis di sektor properti yang berdampak besar pada aktivitas bisnis. Pada kuartal Juli hingga September tahun ini, perekonomian China tumbuh sebesar 4,9 persen secara tahunan, melambat dari tingkat pertumbuhan sebesar 6,3 persen pada tahun sebelumnya.
Angka yang dirilis pada 13 Oktober ini menunjukkan bahwa harga pangan turun sebesar 3,2 persen di bulan September, sementara harga daging babi, makanan pokok di China, turun 22 persen dari tahun sebelumnya; penurunan yang lebih tajam dibandingkan 17,9 persen pada Agustus lalu. Pemulihan permintaan konsumen domestik jauh lebih lemah dari yang diharapkan, dan persaingan yang berlebihan telah memicu perang harga di beberapa sektor.
Sektor real estate di China sangat terpukul oleh menurunnya permintaan domestik akibat menurunnya daya beli masyarakat. Banyak pembangun real estate telah berjuang melalui tindakan keras terhadap pinjaman besar yang mereka lakukan. Pembatasan pinjaman ini telah melumpuhkan sektor real estate, sehingga pihak berwenang terpaksa melonggarkan beberapa langkahnya.
Data di bulan September mengindikasikan bahwa ekonomi China masih penuh tantangan, kata Robert Carnell dari ING Economics dalam sebuah laporan. Dia memperkirakan bahwa inflasi konsumen di China akan berada pada angka 0,5 persen sepanjang 2023, dan hanya meningkat satu persen di tahun 2024.
Lebih parah lagi, indeks harga produsen di China telah jatuh selama setahun penuh. Indeks harga produsen mengukur harga yang dibebankan pabrik kepada pedagang grosir.
Dalam ranah perdagangan global, baik ekspor maupun impor China turun pada September 2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Impor dan ekspor keduanya turun sebesar 6,2 persen dibandingkan dengan angka yang diperoleh tahun sebelumnya.
Beijing menargetkan tingkat pertumbuhan keseluruhan sebesar lima persen pada 2023, meskipun tahun depan tingkat pertumbuhan tersebut kemungkinan melambat menjadi 4,5 persen.
Data yang dirilis pada 13 Oktober 2023 menunjukkan perekonomian China masih stagnan, dengan penurunan harga akibat lesunya permintaan konsumen dan dunia usaha. Dibandingkan situasi tahun ini, harga konsumen tetap datar di bulan September, menurut angka yang dikeluarkan oleh Biro Statistik Nasional China, sementara harga grosir turun sebesar 2,5 persen. Ekspor dan impor juga turun di bulan September karena permintaan produk China turun di pasar luar negeri.
Pemulihan China, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, dari guncangan pandemi Covid-19 relatif tersendat. Di awal Oktober ini, Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan China, mengestimasi pertumbuhan ekonomi berada di level terendah sebesar lima persen pada 2023 dan 4,2 persen tahun depan, turun sedikit dari perkiraan konservatifnya pada Juli lalu.
IMF mengaitkan revisi perkiraan ekonomi China ini dengan melemahnya kepercayaan konsumen dan permintaan global, serta krisis di sektor properti yang berdampak besar pada aktivitas bisnis. Pada kuartal Juli hingga September tahun ini, perekonomian China tumbuh sebesar 4,9 persen secara tahunan, melambat dari tingkat pertumbuhan sebesar 6,3 persen pada tahun sebelumnya.
Angka yang dirilis pada 13 Oktober ini menunjukkan bahwa harga pangan turun sebesar 3,2 persen di bulan September, sementara harga daging babi, makanan pokok di China, turun 22 persen dari tahun sebelumnya; penurunan yang lebih tajam dibandingkan 17,9 persen pada Agustus lalu. Pemulihan permintaan konsumen domestik jauh lebih lemah dari yang diharapkan, dan persaingan yang berlebihan telah memicu perang harga di beberapa sektor.
Sektor real estate di China sangat terpukul oleh menurunnya permintaan domestik akibat menurunnya daya beli masyarakat. Banyak pembangun real estate telah berjuang melalui tindakan keras terhadap pinjaman besar yang mereka lakukan. Pembatasan pinjaman ini telah melumpuhkan sektor real estate, sehingga pihak berwenang terpaksa melonggarkan beberapa langkahnya.
Ekspor dan Impor China
Data di bulan September mengindikasikan bahwa ekonomi China masih penuh tantangan, kata Robert Carnell dari ING Economics dalam sebuah laporan. Dia memperkirakan bahwa inflasi konsumen di China akan berada pada angka 0,5 persen sepanjang 2023, dan hanya meningkat satu persen di tahun 2024.
Lebih parah lagi, indeks harga produsen di China telah jatuh selama setahun penuh. Indeks harga produsen mengukur harga yang dibebankan pabrik kepada pedagang grosir.
Dalam ranah perdagangan global, baik ekspor maupun impor China turun pada September 2023 dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Impor dan ekspor keduanya turun sebesar 6,2 persen dibandingkan dengan angka yang diperoleh tahun sebelumnya.
Beijing menargetkan tingkat pertumbuhan keseluruhan sebesar lima persen pada 2023, meskipun tahun depan tingkat pertumbuhan tersebut kemungkinan melambat menjadi 4,5 persen.