Israel Disebut akan Sahkan UU yang Izinkan Aparat Negara Bunuh Warganya Sendiri
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Pemerintah Israel akan mengizinkan polisi menggunakan tembakan peluru tajam terhadap warga Israel yang berunjuk rasa dengan memblokir jalan atau pintu masuk ke kota-kota selama “perang multi-front” yang dilancarkan negara tersebut.
Kabar itu berdasarkan laporan lembaga penyiaran publik Kan.
“Berdasarkan aturan baru, polisi hanya memerlukan izin dari perwira senior sebelum melakukan penembakan untuk membunuh,” ungkap lembaga penyiaran tersebut pada Kamis (26/10/2023).
“Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara telah setuju mempercepat Undang-undang (UU) tersebut, yang mungkin akan diperkenalkan secepatnya pada Minggu,” papar laporan itu.
Pelonggaran aturan tembakan peluru tajam diusulkan oleh Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir bahkan sebelum serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.400 orang Israel.
Ben Gvir mengatakan kepada Kan pada awal Oktober bahwa dia “tidak malu untuk bertindak, untuk memudahkan petugas polisi kami menembak orang-orang yang mengancam mereka.”
Menurut menteri Israel itu, mengubah peraturan adalah “sangat penting” karena akan melindungi petugas dan memungkinkan mereka menjalankan tugasnya dengan lebih efektif.
Kan sebelumnya melaporkan pimpinan polisi dan Kementerian Keamanan Nasional khawatir warga Israel keturunan Arab dapat memblokir konvoi tentara jika terjadi peningkatan serangan militer terhadap Palestina atau dengan kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon.
Orang Arab merupakan 21% dari total populasi Israel yang berjumlah 9,8 juta jiwa, menurut data pemerintah.
Diskusi tersebut bermula dari pecahnya kekerasan di kota-kota dengan populasi campuran Arab-Yahudi pada Mei 2021 selama perang 11 hari Israel dengan Gaza, menurut laporan itu.
Polisi Israel saat ini mengandalkan cara-cara yang tidak mematikan untuk membubarkan kerusuhan dan hanya dapat menggunakan peluru tajam jika mereka merasa nyawa mereka dalam bahaya.
Aturan tersebut diberlakukan setelah protes besar-besaran dan kekerasan antar-komunitas di Israel pada Oktober 2000, yang mengakibatkan 12 warga Arab Israel dan satu warga Palestina terbunuh, dan seorang Yahudi Israel kehilangan nyawanya setelah mobilnya dilempari batu oleh demonstran Arab.
Komisi yang menyelidiki tanggapan polisi terhadap kerusuhan tersebut memutuskan penggunaan peluru tajam terhadap para demonstran tidak tepat.
Saat ini Israel serangan melancarkan serangan brutal terhadap warga sipil di Jalur Gaza, dengan dalih melawan Hamas.
Munculnya UU ini akan membuat pemerintahan Israel semakin beringas dalam menindak kekuatan oposisi di negara itu.
Kabar itu berdasarkan laporan lembaga penyiaran publik Kan.
“Berdasarkan aturan baru, polisi hanya memerlukan izin dari perwira senior sebelum melakukan penembakan untuk membunuh,” ungkap lembaga penyiaran tersebut pada Kamis (26/10/2023).
“Jaksa Agung Israel Gali Baharav-Miara telah setuju mempercepat Undang-undang (UU) tersebut, yang mungkin akan diperkenalkan secepatnya pada Minggu,” papar laporan itu.
Pelonggaran aturan tembakan peluru tajam diusulkan oleh Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Itamar Ben Gvir bahkan sebelum serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.400 orang Israel.
Ben Gvir mengatakan kepada Kan pada awal Oktober bahwa dia “tidak malu untuk bertindak, untuk memudahkan petugas polisi kami menembak orang-orang yang mengancam mereka.”
Menurut menteri Israel itu, mengubah peraturan adalah “sangat penting” karena akan melindungi petugas dan memungkinkan mereka menjalankan tugasnya dengan lebih efektif.
Kan sebelumnya melaporkan pimpinan polisi dan Kementerian Keamanan Nasional khawatir warga Israel keturunan Arab dapat memblokir konvoi tentara jika terjadi peningkatan serangan militer terhadap Palestina atau dengan kelompok bersenjata Hizbullah di Lebanon.
Orang Arab merupakan 21% dari total populasi Israel yang berjumlah 9,8 juta jiwa, menurut data pemerintah.
Diskusi tersebut bermula dari pecahnya kekerasan di kota-kota dengan populasi campuran Arab-Yahudi pada Mei 2021 selama perang 11 hari Israel dengan Gaza, menurut laporan itu.
Polisi Israel saat ini mengandalkan cara-cara yang tidak mematikan untuk membubarkan kerusuhan dan hanya dapat menggunakan peluru tajam jika mereka merasa nyawa mereka dalam bahaya.
Aturan tersebut diberlakukan setelah protes besar-besaran dan kekerasan antar-komunitas di Israel pada Oktober 2000, yang mengakibatkan 12 warga Arab Israel dan satu warga Palestina terbunuh, dan seorang Yahudi Israel kehilangan nyawanya setelah mobilnya dilempari batu oleh demonstran Arab.
Komisi yang menyelidiki tanggapan polisi terhadap kerusuhan tersebut memutuskan penggunaan peluru tajam terhadap para demonstran tidak tepat.
Saat ini Israel serangan melancarkan serangan brutal terhadap warga sipil di Jalur Gaza, dengan dalih melawan Hamas.
Munculnya UU ini akan membuat pemerintahan Israel semakin beringas dalam menindak kekuatan oposisi di negara itu.
(sya)