Kengerian di Jalur Gaza, Rumah Sakit Berisiko Berubah Jadi Kamar Mayat
loading...
A
A
A
Terlihat antrian panjang di luar rumah sakit Jalur Gaza, dan orang-orang yang terluka menunggu di ruang gawat darurat. Mereka kehabisan peralatan medis penting dan meminta sumbangan darah.
Anak-anak – beberapa terluka parah – terbaring di ranjang rumah sakit sambil menangis, menunggu perawatan.
Para dokter sekarang harus mengambil keputusan sulit mengenai siapa yang akan dioperasi karena persediaan bahan bakar hampir habis. Dokter mengatakan hanya pengobatan yang menyelamatkan jiwa yang dilakukan dalam banyak kasus.
Tidak adanya koridor kemanusiaan mengakibatkan permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada rumah sakit. Dalam perang sebelumnya, ICRC dan PBB mampu mengamankan koridor untuk menyalurkan bantuan, namun Israel belum mengizinkan hal ini.
Mesir mengatakan pihaknya telah berusaha mengatur pengiriman bantuan melalui penyeberangan Gaza, namun hal ini menjadi sulit karena pemboman Israel di wilayah tersebut.
Serangan udara tersebut membuat orang-orang memenuhi rumah sakit untuk berlindung, karena mereka percaya bahwa mereka lebih aman di sana dibandingkan di wilayah lain di Jalur Gaza.
Dr Justin Dalby, yang telah bekerja di Gaza selama enam bulan dengan badan amal kemanusiaan Medecins Sans Frontieres (MSF) mengatakan kepada BBC bahwa jumlah korban luka "sangat besar".
Dia mengatakan terjadi kekerasan terus-menerus ketika penghancuran terus terjadi di mana-mana siang atau malam.
“Kalau listrik rumah sakit padam berarti mati lampu. Peralatan monitoring, penyaluran oksigen, ventilator mekanik, ruang operasi, dan peralatan bedah yang membutuhkan listrik tidak bisa berfungsi lagi,” ujarnya.
Anak-anak – beberapa terluka parah – terbaring di ranjang rumah sakit sambil menangis, menunggu perawatan.
Para dokter sekarang harus mengambil keputusan sulit mengenai siapa yang akan dioperasi karena persediaan bahan bakar hampir habis. Dokter mengatakan hanya pengobatan yang menyelamatkan jiwa yang dilakukan dalam banyak kasus.
Tidak adanya koridor kemanusiaan mengakibatkan permasalahan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada rumah sakit. Dalam perang sebelumnya, ICRC dan PBB mampu mengamankan koridor untuk menyalurkan bantuan, namun Israel belum mengizinkan hal ini.
Mesir mengatakan pihaknya telah berusaha mengatur pengiriman bantuan melalui penyeberangan Gaza, namun hal ini menjadi sulit karena pemboman Israel di wilayah tersebut.
Serangan udara tersebut membuat orang-orang memenuhi rumah sakit untuk berlindung, karena mereka percaya bahwa mereka lebih aman di sana dibandingkan di wilayah lain di Jalur Gaza.
Dr Justin Dalby, yang telah bekerja di Gaza selama enam bulan dengan badan amal kemanusiaan Medecins Sans Frontieres (MSF) mengatakan kepada BBC bahwa jumlah korban luka "sangat besar".
Dia mengatakan terjadi kekerasan terus-menerus ketika penghancuran terus terjadi di mana-mana siang atau malam.
“Kalau listrik rumah sakit padam berarti mati lampu. Peralatan monitoring, penyaluran oksigen, ventilator mekanik, ruang operasi, dan peralatan bedah yang membutuhkan listrik tidak bisa berfungsi lagi,” ujarnya.