AS Kembangkan Fasilitas Uji Coba Nuklir Bawah Tanah Tanpa Ledakan
loading...
A
A
A
Kritikus berpendapat tes fisik bahan nuklir tidak diperlukan untuk memastikan senjata tersebut dapat berfungsi.
Para peneliti di Lawrence Livermore National Laboratory (LLNL), salah satu dari tiga laboratorium yang bertugas memastikan keandalan, efektivitas dan keamanan senjata, menerapkan teknik percepatan penuaan pada plutonium-239, bahan fisil utama dalam hulu ledak nuklir, dan memperkirakan mereka akan “ menua dengan anggun” selama 150 tahun ke depan.
Studi tersebut juga meredakan kekhawatiran bahwa gelembung helium yang disebabkan oleh peluruhan logam dapat berdampak negatif pada plutonium.
Namun, beberapa ilmuwan berpendapat banyak hal yang dapat ditentukan dengan menggunakan simulasi.
“Jika Anda memiliki mobil di garasi selama 30 hingga 50 tahun dan suatu hari Anda memasukkan kunci kontaknya, seberapa yakin Anda bahwa mobil itu akan menyala?” ujar Jon Custer, yang memimpin proyek untuk Sandia National Laboratories, laboratorium nuklir lain yang dikontrak oleh AS.
“Itulah usia penangkal nuklir kita. Sudah lebih dari 30 tahun sejak kita melakukan uji coba ledakan nuklir bawah tanah,” ungkap dia.
Namun Jay Coghlan, dari kelompok pengawas Nuclear Watch New Mexico, tidak yakin proyek tersebut hanya dirancang untuk menjamin keandalan senjata yang ada saat ini.
“Semua ini tentang persediaan di masa depan dan modifikasi berat di masa depan, jika bukan desain baru,” papar Coghlan pada 2020 ketika proyek tersebut berada pada tahap awal.
Dia dan kritikus lainnya berpendapat desain baru lubang nuklir (yang menampung hulu ledak nuklir) telah menyimpang terlalu jauh dari senjata yang diuji sebelum pelarangan untuk memvalidasi simulasi.
Dia menyebut hal ini sebagai "penyimpangan kode" dan mengatakan perubahan mungkin akan membuat senjata menjadi kurang efektif karena hal tersebut.
Para peneliti di Lawrence Livermore National Laboratory (LLNL), salah satu dari tiga laboratorium yang bertugas memastikan keandalan, efektivitas dan keamanan senjata, menerapkan teknik percepatan penuaan pada plutonium-239, bahan fisil utama dalam hulu ledak nuklir, dan memperkirakan mereka akan “ menua dengan anggun” selama 150 tahun ke depan.
Studi tersebut juga meredakan kekhawatiran bahwa gelembung helium yang disebabkan oleh peluruhan logam dapat berdampak negatif pada plutonium.
Namun, beberapa ilmuwan berpendapat banyak hal yang dapat ditentukan dengan menggunakan simulasi.
“Jika Anda memiliki mobil di garasi selama 30 hingga 50 tahun dan suatu hari Anda memasukkan kunci kontaknya, seberapa yakin Anda bahwa mobil itu akan menyala?” ujar Jon Custer, yang memimpin proyek untuk Sandia National Laboratories, laboratorium nuklir lain yang dikontrak oleh AS.
“Itulah usia penangkal nuklir kita. Sudah lebih dari 30 tahun sejak kita melakukan uji coba ledakan nuklir bawah tanah,” ungkap dia.
Namun Jay Coghlan, dari kelompok pengawas Nuclear Watch New Mexico, tidak yakin proyek tersebut hanya dirancang untuk menjamin keandalan senjata yang ada saat ini.
“Semua ini tentang persediaan di masa depan dan modifikasi berat di masa depan, jika bukan desain baru,” papar Coghlan pada 2020 ketika proyek tersebut berada pada tahap awal.
Dia dan kritikus lainnya berpendapat desain baru lubang nuklir (yang menampung hulu ledak nuklir) telah menyimpang terlalu jauh dari senjata yang diuji sebelum pelarangan untuk memvalidasi simulasi.
Dia menyebut hal ini sebagai "penyimpangan kode" dan mengatakan perubahan mungkin akan membuat senjata menjadi kurang efektif karena hal tersebut.