Ghana Bangkrut, Awalnya Dipuji Binaan IMF yang Sukses tapi Kini Utang Membengkak
loading...
A
A
A
ACCRA - Ghana, negara di Afrika Barat, pada dasarnya telah bangkrut. Negara ini jadi ironi karena pada 2019 dipuji sebagai binaan Dana Moneter Internasional (IMF) yang sukses, tapi sekarang tak kuat menanggung beban utang yang teramat besar.
Mengutip laporan dari New York Times, Rabu (27/9/2023), Pemerintah Ghana menghadapi kebangkrutan karena kesulitan membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional.
IMF memberikan pinjaman sebesar USD3 miliar untuk menstabilkan perekonomian Ghana di tengah krisis keuangan dan meningkatnya utang.
Krisis utang Ghana yang sedang berlangsung terkait dengan Covid-19, peristiwa geopolitik, dan kenaikan harga pangan dan bahan bakar meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas keuangan di masa depan.
Pemerintah Ghana telah mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional pada bulan Desember.
Pemerintahan Presiden Nana Akufo-Addo mengatakan; "Pemerintah tidak punya pilihan selain menyetujui pinjaman USD3 miliar dari pemberi pinjaman pilihan terakhir, Dana Moneter Internasional."
Pinjaman IMF ini, kata pemerintah, untuk membantu menjelaskan krisis keuangan Ghana, di dimana organisasi pemerintah berutang miliaran kepada kontraktor dan mempunyai utang yang serius.
Laporan New York Times mencatat bahwa krisis keuangan mempunyai dampak yang luas, di mana banyak kontraktor memberhentikan pekerjanya, sehingga memperburuk masalah pengangguran di negara tersebut.
Emmanuel Cherry, kepala eksekutif sebuah asosiasi perusahaan konstruksi Ghana, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pembayaran kembali pemerintah kepada kontraktor berjumlah 15 miliar cedi, atau sekitar USD1,3 miliar, sebelum bunga bertambah.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa pemerintah Ghana berutang kepada produsen listrik independen sebesar USD1,58 miliar dan berada dalam bahaya pemadaman listrik yang meluas.
“Pemerintah pada dasarnya bangkrut. Ini adalah kali ke-17 Ghana terpaksa meminta dana [pinjaman] tersebut sejak negara ini memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957. Krisis terbaru ini sebagian disebabkan oleh pandemi virus corona, invasi Rusia ke Ukraina, dan harga pangan dan bahan bakar yang lebih tinggi,” tulis New York Times.
IMF menyajikan rencana penyelamatan yang komprehensif untuk mengatasi utang Ghana, membatasi pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan melindungi populasi yang paling rentan sambil melakukan negosiasi dengan kreditor asing.
Masalah ini menjadi topik diskusi penting di Majelis Umum PBB. Meningkatnya beban utang negara-negara berkembang, yang diperkirakan melebihi USD200 miliar, juga akan menjadi topik diskusi utama lainnya.
Laporan New York Times mencatat bahwa pinjaman IMF baru-baru ini membantu menstabilkan perekonomian dengan mengurangi perubahan mata uang dan meningkatkan kepercayaan. Meski inflasi masih berkisar 40%, namun sudah menurun dari puncaknya sebesar 54% pada bulan Januari.
Pada bulan Mei, presiden Ghana menyampaikan bahwa dana talangan IMF senilai USD3 miliar tidak akan serta-merta menyelesaikan masalah ekonomi negaranya.
Program IMF mengatasi permasalahan penting, namun Tsidi Tsikata, peneliti senior di Pusat Transformasi Ekonomi Afrika di Accra, yang dikutip dalam penelitiannya, mempertanyakan apakah Ghana dapat menghindari kesulitan keuangan serupa.
Ghana pada 2019 dipuji sebagai salah satu kisah sukses di Afrika Sub-Sahara. Negara ini adalah negara pertama yang membebaskan diri dari pemerintahan kolonial pada tahun 1957.
Negara ini membangun demokrasi yang stabil pada tahun 1990-an, mengatasi pergolakan politik selama beberapa dekade. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor kakao, emas, dan—yang terbaru—minyak membantu mengurangi tingkat kemiskinan dari 53 persen pada tahun 1991 menjadi 21 persen pada tahun 2012.
Namun pada tahun 2015, perekonomian Ghana berada dalam masalah, tertatih-tatih karena melebarnya defisit transaksi berjalan dan anggaran, inflasi yang merajalela, dan depresiasi mata uang.
Kredit mengering seiring kenaikan suku bunga dan kredit macet bank yang menumpuk. Akar permasalahan di Ghana adalah pengeluaran pemerintah yang tidak terkendali, sebagian besar untuk membayar gaji pegawai negeri sipil yang terlalu banyak jumlahnya.
Pada awal tahun 2015, Ghana meminta pinjaman sebesar USD918 juta kepada IMF untuk membantu menstabilkan perekonomian. Penasihat IMF, bekerja sama dengan pemerintah Ghana, mengembangkan program yang terdiri dari tiga bagian.
1. Memulihkan Keberlanjutan Utang
Pemerintah membatasi perekrutan dan kenaikan upah serta menghapuskan subsidi untuk utilitas dan produk minyak bumi.
Untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah menindak penghindaran pajak dan melakukan rasionalisasi pengecualian.
Sumber pendapatan baru mencakup pajak atas mobil mewah dan peningkatan pajak bagi mereka yang berpenghasilan tinggi.
Untuk meningkatkan kondisi keuangan Ghana, Undang-Undang Manajemen Keuangan Publik yang baru menyerukan peningkatan standar, prosedur, dan teknologi akuntansi.
2. Memperkuat Kebijakan Moneter
Pihak berwenang sepakat untuk secara bertahap mengakhiri pembiayaan bank sentral terhadap defisit anggaran—yang merupakan sumber utama inflasi—dan memperkuat rezim penargetan inflasi.
3. Membersihkan Sistem Perbankan
Tinjauan kualitas aset menunjukkan adanya kekurangan kapitalisasi yang signifikan.
Beberapa bank direkapitalisasi, dan Bank of Ghana menggunakan kewenangan barunya untuk menghentikan pemberi pinjaman yang bangkrut.
Bank sentral mengembangkan peraturan untuk memastikan bahwa bank memenuhi standar penjaminan emisi dan evaluasi kredit yang baik. Dana ini juga membayar kembali nasabah lembaga keuangan mikro yang bangkrut.
Mengutip laporan dari New York Times, Rabu (27/9/2023), Pemerintah Ghana menghadapi kebangkrutan karena kesulitan membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional.
IMF memberikan pinjaman sebesar USD3 miliar untuk menstabilkan perekonomian Ghana di tengah krisis keuangan dan meningkatnya utang.
Krisis utang Ghana yang sedang berlangsung terkait dengan Covid-19, peristiwa geopolitik, dan kenaikan harga pangan dan bahan bakar meningkatkan kekhawatiran terhadap stabilitas keuangan di masa depan.
Pemerintah Ghana telah mengajukan kebangkrutan setelah gagal membayar utang miliaran dolar kepada kreditor internasional pada bulan Desember.
Pemerintahan Presiden Nana Akufo-Addo mengatakan; "Pemerintah tidak punya pilihan selain menyetujui pinjaman USD3 miliar dari pemberi pinjaman pilihan terakhir, Dana Moneter Internasional."
Pinjaman IMF ini, kata pemerintah, untuk membantu menjelaskan krisis keuangan Ghana, di dimana organisasi pemerintah berutang miliaran kepada kontraktor dan mempunyai utang yang serius.
Laporan New York Times mencatat bahwa krisis keuangan mempunyai dampak yang luas, di mana banyak kontraktor memberhentikan pekerjanya, sehingga memperburuk masalah pengangguran di negara tersebut.
Emmanuel Cherry, kepala eksekutif sebuah asosiasi perusahaan konstruksi Ghana, baru-baru ini mengungkapkan bahwa pembayaran kembali pemerintah kepada kontraktor berjumlah 15 miliar cedi, atau sekitar USD1,3 miliar, sebelum bunga bertambah.
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa pemerintah Ghana berutang kepada produsen listrik independen sebesar USD1,58 miliar dan berada dalam bahaya pemadaman listrik yang meluas.
“Pemerintah pada dasarnya bangkrut. Ini adalah kali ke-17 Ghana terpaksa meminta dana [pinjaman] tersebut sejak negara ini memperoleh kemerdekaan pada tahun 1957. Krisis terbaru ini sebagian disebabkan oleh pandemi virus corona, invasi Rusia ke Ukraina, dan harga pangan dan bahan bakar yang lebih tinggi,” tulis New York Times.
IMF menyajikan rencana penyelamatan yang komprehensif untuk mengatasi utang Ghana, membatasi pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan melindungi populasi yang paling rentan sambil melakukan negosiasi dengan kreditor asing.
Masalah ini menjadi topik diskusi penting di Majelis Umum PBB. Meningkatnya beban utang negara-negara berkembang, yang diperkirakan melebihi USD200 miliar, juga akan menjadi topik diskusi utama lainnya.
Laporan New York Times mencatat bahwa pinjaman IMF baru-baru ini membantu menstabilkan perekonomian dengan mengurangi perubahan mata uang dan meningkatkan kepercayaan. Meski inflasi masih berkisar 40%, namun sudah menurun dari puncaknya sebesar 54% pada bulan Januari.
Pada bulan Mei, presiden Ghana menyampaikan bahwa dana talangan IMF senilai USD3 miliar tidak akan serta-merta menyelesaikan masalah ekonomi negaranya.
Program IMF mengatasi permasalahan penting, namun Tsidi Tsikata, peneliti senior di Pusat Transformasi Ekonomi Afrika di Accra, yang dikutip dalam penelitiannya, mempertanyakan apakah Ghana dapat menghindari kesulitan keuangan serupa.
Ghana Awalnya Dipuji IMF
Ghana pada 2019 dipuji sebagai salah satu kisah sukses di Afrika Sub-Sahara. Negara ini adalah negara pertama yang membebaskan diri dari pemerintahan kolonial pada tahun 1957.
Negara ini membangun demokrasi yang stabil pada tahun 1990-an, mengatasi pergolakan politik selama beberapa dekade. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh ekspor kakao, emas, dan—yang terbaru—minyak membantu mengurangi tingkat kemiskinan dari 53 persen pada tahun 1991 menjadi 21 persen pada tahun 2012.
Namun pada tahun 2015, perekonomian Ghana berada dalam masalah, tertatih-tatih karena melebarnya defisit transaksi berjalan dan anggaran, inflasi yang merajalela, dan depresiasi mata uang.
Kredit mengering seiring kenaikan suku bunga dan kredit macet bank yang menumpuk. Akar permasalahan di Ghana adalah pengeluaran pemerintah yang tidak terkendali, sebagian besar untuk membayar gaji pegawai negeri sipil yang terlalu banyak jumlahnya.
Pada awal tahun 2015, Ghana meminta pinjaman sebesar USD918 juta kepada IMF untuk membantu menstabilkan perekonomian. Penasihat IMF, bekerja sama dengan pemerintah Ghana, mengembangkan program yang terdiri dari tiga bagian.
1. Memulihkan Keberlanjutan Utang
Pemerintah membatasi perekrutan dan kenaikan upah serta menghapuskan subsidi untuk utilitas dan produk minyak bumi.
Untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah menindak penghindaran pajak dan melakukan rasionalisasi pengecualian.
Sumber pendapatan baru mencakup pajak atas mobil mewah dan peningkatan pajak bagi mereka yang berpenghasilan tinggi.
Untuk meningkatkan kondisi keuangan Ghana, Undang-Undang Manajemen Keuangan Publik yang baru menyerukan peningkatan standar, prosedur, dan teknologi akuntansi.
2. Memperkuat Kebijakan Moneter
Pihak berwenang sepakat untuk secara bertahap mengakhiri pembiayaan bank sentral terhadap defisit anggaran—yang merupakan sumber utama inflasi—dan memperkuat rezim penargetan inflasi.
3. Membersihkan Sistem Perbankan
Tinjauan kualitas aset menunjukkan adanya kekurangan kapitalisasi yang signifikan.
Beberapa bank direkapitalisasi, dan Bank of Ghana menggunakan kewenangan barunya untuk menghentikan pemberi pinjaman yang bangkrut.
Bank sentral mengembangkan peraturan untuk memastikan bahwa bank memenuhi standar penjaminan emisi dan evaluasi kredit yang baik. Dana ini juga membayar kembali nasabah lembaga keuangan mikro yang bangkrut.
(mas)