Penyebab Perang Armenia dan Azerbaijan, dari Perbedaan Etnis hingga Sengketa Wilayah
loading...
A
A
A
BAKU - Awal mula perang Armenia dan Azerbaijan, konflik yang tiada henti. Baru-baru ini sepanjang tahun 2023 tepatnya pada bulan Maret dan April, pasukan Armenia dan Azerbaijan kembali terlibat bentrok di sekitar wilayah Nagorno-Karabakh.
Bentrokan tersebut telah banyak menelan korban jiwa, bahkan tiga pejabat Kementerian Dalam Negeri Armenia ikut menjadi korban pada peristiwa ini.
Awal mula konflik berkepanjangan selama hampir 30 tahun ini terjadi karena Armenia dan Azerbaijan mengalami persengketaan dalam memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh selepas Uni Soviet mengalami kehancuran pada tahun 1990-an.
Secara hukum wilayah Nagorno-Karabakh merupakan bagian dari Azerbaijan. Oleh karena itu, Azerbaijan menerapkan prinsip intergritas teritorial. Tetapi mayoritas masyarakat yang tinggal di Nagorno-Karabakh adalah etnis Armenia dan mereka tidak setuju jika harus berintegrasi dengan Pemerintah Azerbaijan.
Selain itu, konflik ini tidak hanya diikuti oleh kedua negara yang bertikai, negara lain seperti Turki dan Rusia juga ikut mencampuri persengketaan ini.
Turki secara terang-terangan memberikan dukungannya terhadap Azerbaijan dengan alasan kesamaan etnis dan budaya. Selain itu, Turki dan Azerbaijan merupakan mitra penjualan gas alam.
Sedangkan Rusia sebenarnya memiliki hubungan baik dengan Armenia dan Azerbaijan. Akan tetapi, Rusia lebih memanjakan Armenia daripada Azerbaijan. Hal ini terlihat ketika Rusia memperjual senjatanya kepada kedua negara tersebut, namun hanya Armenia yang mendapatkan harga spesial.
Namun seiiring berjalannya waktu, intensitas konflik semakin meningkat. Tercatat dari tahun 1994 hingga 2020, perseteruan mematikan tersebut terjadi secara berkala. Puncaknya adalah pada bulan April 2016, pertempuran sengit terjadi selama empat hari di garis perbatasan dan telah menewaskan ratusan orang di kedua belah pihak.
Perang besar juga terjadi pada tahun 2020 tepatnya pada tanggal 27 September. Armenia dan Azerbaijan kembali terlibat konflik berdarah selama enam minggu yang mengakibatkan kematian lebih dari 7000 tentara dan 170 warga sipil. Konflik ini dapat diredam oleh Rusia sebagai mediator pada tanggal 10 November 2020.
Bentrokan tersebut telah banyak menelan korban jiwa, bahkan tiga pejabat Kementerian Dalam Negeri Armenia ikut menjadi korban pada peristiwa ini.
Awal mula konflik berkepanjangan selama hampir 30 tahun ini terjadi karena Armenia dan Azerbaijan mengalami persengketaan dalam memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh selepas Uni Soviet mengalami kehancuran pada tahun 1990-an.
Secara hukum wilayah Nagorno-Karabakh merupakan bagian dari Azerbaijan. Oleh karena itu, Azerbaijan menerapkan prinsip intergritas teritorial. Tetapi mayoritas masyarakat yang tinggal di Nagorno-Karabakh adalah etnis Armenia dan mereka tidak setuju jika harus berintegrasi dengan Pemerintah Azerbaijan.
Selain itu, konflik ini tidak hanya diikuti oleh kedua negara yang bertikai, negara lain seperti Turki dan Rusia juga ikut mencampuri persengketaan ini.
Turki secara terang-terangan memberikan dukungannya terhadap Azerbaijan dengan alasan kesamaan etnis dan budaya. Selain itu, Turki dan Azerbaijan merupakan mitra penjualan gas alam.
Sedangkan Rusia sebenarnya memiliki hubungan baik dengan Armenia dan Azerbaijan. Akan tetapi, Rusia lebih memanjakan Armenia daripada Azerbaijan. Hal ini terlihat ketika Rusia memperjual senjatanya kepada kedua negara tersebut, namun hanya Armenia yang mendapatkan harga spesial.
Namun seiiring berjalannya waktu, intensitas konflik semakin meningkat. Tercatat dari tahun 1994 hingga 2020, perseteruan mematikan tersebut terjadi secara berkala. Puncaknya adalah pada bulan April 2016, pertempuran sengit terjadi selama empat hari di garis perbatasan dan telah menewaskan ratusan orang di kedua belah pihak.
Perang besar juga terjadi pada tahun 2020 tepatnya pada tanggal 27 September. Armenia dan Azerbaijan kembali terlibat konflik berdarah selama enam minggu yang mengakibatkan kematian lebih dari 7000 tentara dan 170 warga sipil. Konflik ini dapat diredam oleh Rusia sebagai mediator pada tanggal 10 November 2020.