Sesama Penganut Syariat Islam, Mengapa Arab Saudi dan Taliban Beda Perlakukan Perempuan?

Jum'at, 15 September 2023 - 02:29 WIB
loading...
A A A
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang di masa lalu telah dikritik karena pelanggaran hak asasi manusia (HAM)-nya, sekarang dipuji karena memelopori agenda reformasi dan pembangunan yang mencakup hak dan peluang yang lebih besar bagi perempuan.

Dikenal luas sebagai negara monarki otoriter, Arab Saudi masih tidak memiliki menteri perempuan di pemerintahan atau perempuan di istana kerajaan tempat keluarga kerajaan Saudi memutuskan hampir semua urusan kerajaan.

Namun bahkan di sana, perubahan diharapkan terjadi.

“Sudah ada beberapa perempuan yang menduduki posisi kepemimpinan, dan saya memperkirakan jumlah itu akan meningkat seiring berjalannya waktu,” kata Sussan Saikali, peneliti di Arab Gulf States Institute, mengatakan kepada VoA, Rabu (13/9/2023).

“Pemerintah Saudi telah menghapus beberapa undang-undang yang sebelumnya membatasi kemampuan perempuan untuk bekerja di sektor tertentu, dan juga mengesahkan beberapa undang-undang anti-diskriminasi dan anti-pelecehan,” katanya.


Syariat Islam Ala Taliban


Afghanistan, sementara itu, mengalami kemunduran dalam akses perempuan terhadap HAM dan kebebasan mendasar di bawah rezim Taliban, termasuk kemunduran dalam pendidikan dan pekerjaan, yang konon didasarkan pada pembenaran Islam dan budaya.

Habiba Sarabi, mantan menteri urusan perempuan Afghanistan, yakin ideologi ekstremis Taliban berasal dari internasionalisasi ekstremisme Islam selama beberapa dekade yang disponsori oleh monarki Teluk yang kaya minyak, terutama Arab Saudi.

“Sudah terlalu lama negara-negara Teluk berinvestasi besar-besaran pada ekstremisme Islam, namun kini mereka menyadari kesalahan mereka dan mulai menempuh jalur peradaban yang berbeda,” kata Sarabi kepada VoA.

Banyak organisasi, negara, dan pakar Islam yang keberatan dengan kebijakan misoginis Taliban dan menyebutnya tidak sejalan dengan prinsip dan nilai-nilai Islam.

Taliban, seperti Arab Saudi, beroperasi di bawah pemimpin tertinggi yang tidak dipilih dan mempunyai kekuasaan yang tidak terkendali, dan hanya bertanggung jawab kepada otoritas ilahi.

“Orang [pemimpin tertinggi Taliban] di Kandahar berpikir dia adalah wakil Tuhan dan dia tidak terikat oleh hukum manusia,” kata Sarabi.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1504 seconds (0.1#10.140)