Kritik Pedas Prabowo di Media AS: Barat Terapkan Standar Ganda pada Rusia dan Israel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih Indonesia, dalam tulisannya di media Amerika Serikat (AS) menuduh Barat menerapkan standar ganda pada Rusia dan Israel atas perang di Ukraina dan Gaza.
Dia menulis artikel di Economist, yang diterbitkan online pada 26 April 2024, dengan mendeskripsikan kengerian penderitaan rakyat Palestina di Gaza akibat invasi brutal Zionis Israel.
“Pada tanggal 9 April, menjelang hari raya Idul Fitri, TNI AU melakukan penerjunan bantuan kemanusiaan di Gaza. Dalam praktiknya, bantuan ini hanyalah setetes air dari lautan kengerian dan kekurangan yang dialami Gaza akhir-akhir ini,” tulis Prabowo mengawali penjelasan panjangnya.
“Namun, tindakan ini membawa nilai simbolis yang besar bagi masyarakat Indonesia dan bagi saya sebagai presiden terpilih: ini adalah pesan kesedihan dan penderitaan bersama, solidaritas dan dukungan, kepada saudara-saudari kita di Gaza.”
Menurutnya,selama enam bulan terakhir dunia menyaksikan dengan ngeri ketika Gaza dan rakyatnya menjadi sasaran hukuman kolektif yang kejam, yang melanggar hukum dan norma internasional.
“Kami berharap dan berdoa setidaknya selama bulan suci Ramadhan penderitaan Gaza bisa berhenti, namun ternyata tidak,” tulis Prabowo.
Sejak 7 Oktober 2023, lanjut Prabowo, dirinya telah mendengar argumen-argumen yang mencoba mendukung perang di Gaza, sebagai reaksi yang dibenarkan terhadap serangan Hamas.
“Apa yang terjadi hari itu sungguh mengerikan. Saya benar-benar turut berduka cita bagi semua warga Israel yang kehilangan orang yang mereka cintai. Tapi saya bahkan tidak bisa melihat bagaimana peristiwa 7 Oktober bisa membenarkan apa yang terjadi di Gaza sejak saat itu,” kritik Prabowo.
“Bagaimana saya bisa? Bagaimana seseorang bisa membenarkan pembunuhan terhadap puluhan ribu warga sipil tak berdosa, yang mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak? Bagaimana seseorang bisa membenarkan tingkat kehancuran, kelaparan, dan kekurangan yang menimpa masyarakat tak berdosa di Gaza, dalam sebuah kampanye yang diyakini oleh miliaran orang di seluruh dunia telah melanggar hukum dan konvensi internasional yang melindungi warga sipil di masa konflik?” sambung dia.
Dia menulis artikel di Economist, yang diterbitkan online pada 26 April 2024, dengan mendeskripsikan kengerian penderitaan rakyat Palestina di Gaza akibat invasi brutal Zionis Israel.
“Pada tanggal 9 April, menjelang hari raya Idul Fitri, TNI AU melakukan penerjunan bantuan kemanusiaan di Gaza. Dalam praktiknya, bantuan ini hanyalah setetes air dari lautan kengerian dan kekurangan yang dialami Gaza akhir-akhir ini,” tulis Prabowo mengawali penjelasan panjangnya.
“Namun, tindakan ini membawa nilai simbolis yang besar bagi masyarakat Indonesia dan bagi saya sebagai presiden terpilih: ini adalah pesan kesedihan dan penderitaan bersama, solidaritas dan dukungan, kepada saudara-saudari kita di Gaza.”
Menurutnya,selama enam bulan terakhir dunia menyaksikan dengan ngeri ketika Gaza dan rakyatnya menjadi sasaran hukuman kolektif yang kejam, yang melanggar hukum dan norma internasional.
“Kami berharap dan berdoa setidaknya selama bulan suci Ramadhan penderitaan Gaza bisa berhenti, namun ternyata tidak,” tulis Prabowo.
Sejak 7 Oktober 2023, lanjut Prabowo, dirinya telah mendengar argumen-argumen yang mencoba mendukung perang di Gaza, sebagai reaksi yang dibenarkan terhadap serangan Hamas.
“Apa yang terjadi hari itu sungguh mengerikan. Saya benar-benar turut berduka cita bagi semua warga Israel yang kehilangan orang yang mereka cintai. Tapi saya bahkan tidak bisa melihat bagaimana peristiwa 7 Oktober bisa membenarkan apa yang terjadi di Gaza sejak saat itu,” kritik Prabowo.
“Bagaimana saya bisa? Bagaimana seseorang bisa membenarkan pembunuhan terhadap puluhan ribu warga sipil tak berdosa, yang mayoritasnya adalah perempuan dan anak-anak? Bagaimana seseorang bisa membenarkan tingkat kehancuran, kelaparan, dan kekurangan yang menimpa masyarakat tak berdosa di Gaza, dalam sebuah kampanye yang diyakini oleh miliaran orang di seluruh dunia telah melanggar hukum dan konvensi internasional yang melindungi warga sipil di masa konflik?” sambung dia.