Penyakit Langka Serang 200 Orang, Negara Amerika Latin Terapkan Status Darurat
loading...
A
A
A
LIMA - Peru mengumumkan keadaan darurat di tengah meningkatnya kasus penyakit autoimun langka sindrom Guillain-Barre (GBS).
Hampir 200 kasus telah dilaporkan dalam beberapa bulan terakhir, dengan pihak berwenang mengalokasikan lebih dari USD3 juta untuk mendapatkan obat untuk pengobatan.
Langkah darurat tersebut, yang akan berlangsung selama 90 hari, diumumkan Menteri Kesehatan Peru Cesar Vasquez saat berkunjung ke National Institute of Neurological Sciences pada Sabtu (8/7/2023).
“Ada peningkatan signifikan dalam beberapa pekan terakhir yang memaksa kami mengambil tindakan sebagai negara untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat,” ungkap pejabat tersebut.
Menurut dia, keadaan darurat akan memungkinkan Pusat Pasokan Sumber Daya Kesehatan Strategis Nasional untuk membeli imunoglobulin untuk pengobatan pasien GBS selama dua tahun ke depan.
“Lebih dari 12 juta sol Peru (USD3,3 juta) telah dialokasikan untuk tujuan ini,” ujar Vasquez.
“Sebagian besar daerah sudah memiliki obat-obatan yang cukup, meskipun skema redistribusi telah dibuat untuk membantu mereka yang membutuhkan,” papar dia.
Menurut data resmi, hingga saat ini tercatat 182 kasus GBS di Peru. Dari jumlah tersebut, 31 pasien tetap di rumah sakit dan 147 orang telah dipulangkan. Empat orang telah meninggal karena penyakit itu sejak Januari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan sindrom Guillain-Barre sebagai kondisi langka di mana sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang saraf tepi.
Hal ini menyebabkan hilangnya kontrol otot sementara serta tidak adanya kemampuan merasakan sakit, suhu atau sentuhan.
Sebagian besar pasien dikatakan pulih sepenuhnya tanpa komplikasi.
Namun, GBS bisa mengancam nyawa, terutama bila otot dada terpengaruh, membuat sulit bernapas.
Kondisi tersebut juga dapat membuat pasien tidak dapat berbicara atau menelan. Dalam kasus ekstrim seperti itu, pasien ditempatkan di unit perawatan intensif untuk pemantauan konstan.
Rata-rata, 3%–5% penderita GBS akhirnya meninggal akibat komplikasi.
Penyakit ini sering didahului oleh infeksi bakteri atau virus, atau dengan pemberian vaksin atau pembedahan.
GBS sering terjadi terutama pada pasien virus Zika, dengan patogen diyakini sebagai pemicunya.
Saat ini tidak ada obat untuk GBS, dan dokter hanya meringankan gejalanya dan mencoba mempersingkat durasi kondisi tersebut.
Hampir 200 kasus telah dilaporkan dalam beberapa bulan terakhir, dengan pihak berwenang mengalokasikan lebih dari USD3 juta untuk mendapatkan obat untuk pengobatan.
Langkah darurat tersebut, yang akan berlangsung selama 90 hari, diumumkan Menteri Kesehatan Peru Cesar Vasquez saat berkunjung ke National Institute of Neurological Sciences pada Sabtu (8/7/2023).
“Ada peningkatan signifikan dalam beberapa pekan terakhir yang memaksa kami mengambil tindakan sebagai negara untuk melindungi kesehatan dan kehidupan masyarakat,” ungkap pejabat tersebut.
Menurut dia, keadaan darurat akan memungkinkan Pusat Pasokan Sumber Daya Kesehatan Strategis Nasional untuk membeli imunoglobulin untuk pengobatan pasien GBS selama dua tahun ke depan.
“Lebih dari 12 juta sol Peru (USD3,3 juta) telah dialokasikan untuk tujuan ini,” ujar Vasquez.
“Sebagian besar daerah sudah memiliki obat-obatan yang cukup, meskipun skema redistribusi telah dibuat untuk membantu mereka yang membutuhkan,” papar dia.
Menurut data resmi, hingga saat ini tercatat 182 kasus GBS di Peru. Dari jumlah tersebut, 31 pasien tetap di rumah sakit dan 147 orang telah dipulangkan. Empat orang telah meninggal karena penyakit itu sejak Januari.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan sindrom Guillain-Barre sebagai kondisi langka di mana sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang saraf tepi.
Hal ini menyebabkan hilangnya kontrol otot sementara serta tidak adanya kemampuan merasakan sakit, suhu atau sentuhan.
Sebagian besar pasien dikatakan pulih sepenuhnya tanpa komplikasi.
Namun, GBS bisa mengancam nyawa, terutama bila otot dada terpengaruh, membuat sulit bernapas.
Kondisi tersebut juga dapat membuat pasien tidak dapat berbicara atau menelan. Dalam kasus ekstrim seperti itu, pasien ditempatkan di unit perawatan intensif untuk pemantauan konstan.
Rata-rata, 3%–5% penderita GBS akhirnya meninggal akibat komplikasi.
Penyakit ini sering didahului oleh infeksi bakteri atau virus, atau dengan pemberian vaksin atau pembedahan.
GBS sering terjadi terutama pada pasien virus Zika, dengan patogen diyakini sebagai pemicunya.
Saat ini tidak ada obat untuk GBS, dan dokter hanya meringankan gejalanya dan mencoba mempersingkat durasi kondisi tersebut.
(sya)